Suara Petani Garam di Cirebon dan Indramayu: Harga Terjun Bebas

Harga garam disebut terus menurun sampai mencapai sekitar Rp 800 per kilogram.

Dok Republika
Garam hasil panen petani di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Rep: Lilis Sri Handayani Red: Irfan Fitrat

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON — Harga garam di tingkat petani wilayah Kabupaten Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat, dikabarkan terus menurun. Anjloknya harga garam yang baru dipanen membuat pusing petani.

Baca Juga

Seperti dikeluhkan Ismail, salah seorang petani garam di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon. Ia menjelaskan, harga garam pada Mei 2023 sempat berkisar Rp 4.000-5.000 per kilogram di tingkat petani. Namun, harga tersebut hanya bisa dinikmati segelintir petani garam yang panen terlebih dahulu.

“Waktu itu paling ada satu atau dua petani garam yang sempat menikmati harga tinggi, walaupun hasil produksinya juga minim. Tapi, setelah itu, panen garam gagal terus karena masih turun hujan,” kata Ismail kepada Republika, Rabu (9/8/2023).

Setelah masuk musim kemarau, Ismail mengatakan, para petani garam di daerahnya mulai kembali memproduksi garam. Namun, saat panen, harga garam malah terus-menerus menurun.

Menurut Ismail, saat masa panen pertama beberapa pekan lalu, garamnya hanya dihargai Rp 1.650 per kilogram. Hasil panen berikutnya dihargai Rp 1.400 per kilogram. Kemudian menjadi Rp 1.200 per kilogram. “Terakhir saya panen empat hari yang lalu, harga garam hanya Rp 800 per kilogram,” katanya.

Bahkan, menurut Ismail, garam milik petani garam yang lokasinya jauh dari jalan raya dihargai lebih rendah lagi, sekitar Rp 500 per kilogram.

Ismail mengatakan, para petani garam di daerahnya juga sempat kesulitan menjual hasil panen kepada penimbang, sepekan yang lalu. Pasalnya, kata dia, semua penimbang kompak melakukan aksi mogok dengan tidak menyerap garam milik petani. “Ini siasat penimbang untuk mematok harga garam lebih rendah lagi,” kata dia.

Menurut Ismail, tindakan yang dilakukan penimbang itu dikarenakan harga garam dari luar wilayah Cirebon, seperti Rembang dan Madura, lebih murah lagi. Karena itu, penimbang juga menghendaki agar garam produksi petani di Cirebon dihargai murah. “Petani garam akhirnya tidak punya pilihan lain kecuali menjual garamnya dengan harga rendah karena urusannya kan perut,” ujar dia.

 

 

Berdasarkan informasi yang diterimanya, Ismail mengatakan, anjloknya harga garam dikarenakan mulai masa panen raya di sentra-sentra garam di luar Cirebon. Stok garam jadi berlimpah. 

Tak hanya dipusingkan dengan anjloknya harga garam, menurut Ismail, para petani garam di wilayahnya juga mengalami kendala dalam melakukan produksi. Pasalnya, lahan tambak garam sempat dibiarkan atau tidak dikelola pada tahun lalu karena tingginya curah hujan.

Ismail mengatakan, para petani garam tahun ini harus mengolah lahan tambak mulai dari nol lagi, sehingga membutuhkan modal lebih besar. Tambak garam yang sudah dipanen saat ini pun merupakan lahan yang menggunakan plastik mulsa, semacam geomembran.

“Kalau petani garam yang lahannya diolah secara manual, tidak pakai plastik, sampai sekarang masih belum panen karena kesulitan mengolah lahannya,” kata Ismail.

 

Petani sedang memanen garam di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. - (Dok Republika)

 

Harapan petani garam

Ismail berharap pemerintah bisa menetapkan harga pokok pembelian untuk garam. seperti halnya gabah dan beras. Dengan demikian, harga garam tidak dipermainkan oleh tengkulak. “Harapan kita harga garam minimal Rp 1.000 per kilogram agar kesejahteraan petani garam bisa membaik. Kalau selama ini kan harga garam dipermainkan tengkulak,” kata Ismail.

Hal senada diungkapkan petani garam asal Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Ali. Ia meminta pemerintah bisa segera melakukan intervensi. Apalagi, musim panen raya garam masih akan berlangsung lama. “Sekarang saja harga garam sudah terjun bebas,” ujar Ali.

Di sentra garam wilayah Kabupaten Indramayu, harga garam di tingkat petani juga sekitar Rp 800 per kilogram. Padahal, sebelumnya sempat mencapai Rp 5.000 per kilogram.

Ali mendorong pemerintah untuk menekan para importir garam agar secepatnya menyerap garam rakyat. Tak hanya mengimpor saat terjadi kelangkaan garam, para importir juga memiliki tanggung jawab untuk menyerap garam rakyat ketika musim panen tiba seperti sekarang ini.

Selain itu, menurut Ali, pemerintah melalui kementerian terkait mesti campur tangan dalam tata niaga garam. Salah satu upayanya dengan menetapkan harga pokok pembelian untuk garam rakyat.

Ketua Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (Apgasi) Jawa Barat M Taufik membenarkan anjloknya harga garam di tingkat petani garam saat ini. “Malah bukan lagi anjlok, tapi sudah terjun bebas,” kata  Taufik.

 

Taufik mengatakan, anjloknya harga garam itu disebabkan pasokan yang berlimpah karena sentra garam saat ini panen serentak. Untuk itu, dibutuhkan peran pemerintah dalam upaya melindungi para petani garam.

“Kalau pemerintah tinggal diam, itu namanya terlalu. Petani garam hanya bisa pasrah. Harga berapa pun akan dilepas karena menyangkut kebutuhan hidup mereka sehari-hari,” ujar Taufik.

Menurut Taufik, panen raya garam akan berlangsung pada Agustus-September. Karenanya, harga garam dikhawatirkan anjlok lagi. Karenanya, ia meminta pemerintah segera menetapkan harga pokok pembelian garam. Untuk itu, kata dia, pemerintah mesti terlebih dahulu menetapkan garam sebagai barang kebutuhan pokok.

“Garam merupakan bahan pokok yang sangat vital. Di dunia ini, satu-satunya bahan pokok yang tidak ada substitusinya adalah garam. Tapi, kenapa garam tidak dimasukkan ke dalam kelompok bahan pokok?” kata Taufik.

Taufik juga berharap pemerintah dapat membentuk lembaga buffer stock guna menjaga stabilitas harga garam dan ketersediaan stok nasional garam. Pemerintah pun diminta menyegerakan realisasi Peraturan Presiden (Perpes) Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional, guna mempercepat terwujudnya swasembada garam nasional. 

 
Berita Terpopuler