Pengadilan India Kaji Penghancuran 300 Properti Muslim Merupakan Aksi Pembersihan Etnis

Kelompok-kelompok pembela HAM mengecam BJP yang membuldoser properti milik Muslim.

AP
Aparat di Haryana, India menangkap ratusan muslim dan menghancurkan rumah serta toko yang ada di kawasan mayoritas muslim tersebut.
Red: Ferry kisihandi

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI – Pengadilan India mempertanyakan apakah penghancuran rumah dan toko milik Muslim masuk dalam kategori aksi pembersihan etnis. Sebanyak 300 rumah dan toko Muslim di Distrik Nuh, Negara Bagian Haryana dihancurkan dalam beberapa hari terakhir. 

Baca Juga

Pengadilan Tinggi Punjab dan Haryana, menurut laman Aljazirah, Selasa (8/8/2023) memerintahkan penghentian merobohkan bangunan-bangunan itu yang telah berlangsung selama empat hari. Aksi tersebut terjadi setelah terjadi bentrokan Muslim dan Hindu. 

‘’Isu ini juga memunculkan pertanyaan apakah bangunan milik komunitas tertentu dihancurkan di bawah penetapan hukum yang bermasalah dan apakah pembersihan etnis dilakukan oleh pemerintah negara bagian,’’ demikian pernyataan pengadilan tinggi tersebut.

Hakim GS Sandhawalia dan Harpreet Kaur Jeewan mengkaji otoritas negara bagian melakukan penghancuran bangunan milik Muslim itu tanpa mengikuti prosedur yang ditetapkan hukum atau menerbitkan peringatan terlebih dulu kepada para pemilik properti itu. 

Pemerintaahan di Haryana yang dikuasai partai berkuasa Bharatiya Janata Party (BJP) menghancurkan ratusan rumah, toko, dan lapan di Nuh. Satu-satunya distrik di Haryana yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. 

Dalam beberapa tahun terakhir, kelompok-kelompok pembela HAM mengecam BJP yang membuldoser properti terutama milik Muslim yang disangka terlibat dalam kasus kekerasan. Tindakan ini kerap dilakukan di negara bagian yang dikuasai partai sayap kanan ini. 

Observasi yang dilakukan Pengadilan Tinggi Punjab dan Haryana tersebut merupakan contoh langka dalam peradilan India yang menanyakan pertanyaan yang selama ini sering dilontarkan oleh kelompok pembela HAM dan para pakar di seluruh dunia. 

 

Pada Januari tahun lalu, Gregory Stanton, pendiri dan direktur Genocide Watch, organisasi nonpemerintah yang didirikan pada 1999, menyampaikan Kongres AS bahwa genosida terhadap Muslim dapat terjadi di India. 

‘’Kami mengingatkan, genosida bisa terjadi di India,’’ ujar Stanton. Ia menambahkan, terdapat tanda dan proses awal terjadinya genosida di Negara Bagan Assam dan Kashmir. 

Sekitar sebulan Stanton melontarkan pernyataan tersebut, para pemimpin agama Hindu melakukan pertemuan di tepi Sungai Gangga di sebalah utara Kota Haridwar dan menyerukan genosida Muslim. Ini juga dikuatkan dengan sejumlah video.

Video dari Dharm Sansad atau parlemen religius menunjukkan pendeta-pendeta Hindu, beberapa di antaranya mempunyai hubungan dekat dengan partai pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi, BJP, menyatakan Hindu semestinya membunuh Muslim. 

Beberapa petinggi BJP, termasuk menteri dituding menyampaikan pernyataan publik berisi ancaman terhadap seluruh komunitas Muslim sejak partai nasionalis Hindu itu memimpin pemerintahan pada 2014.

Stanton menyatakan, genosida bukan sebuah peristiwa tetap proses seperti yang gambarkan, aksi paralel antara kebijakan pemerintahan BJP di India dengan serangan terhadap Rohingnya pada 2017 oleh militer Myanmar. 

Mereka menyerang, terutama minoritas Muslim, membunuh ribuan, memperkosa perempuan, dan membakar desa-desa mereka. 

 

 
Berita Terpopuler