Dapat Cuti Melahirkan Lebih Lama, Ibu Lebih Sukses Memberikan ASI

Ada hubungan positif antara waktu cuti melahirkan dengan proses menyusui.

Republika/Yogi Ardhi
Ibu menyusui (Ilustrasi). Pemberian ASI eksklusif lebih memungkinkan ketika ibu bekerja mendapatkan cuti melahirkan yang lebih lama.
Rep: Santi Sopia Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibu bekerja dinilai membutuhkan cuti melahirkan yang adekuat untuk mengoptimalkan aktivitas menyusui bayinya. Sebab, ibu membutuhkan waktu dan dukungan yang cukup untuk menyusui.

Hanya saja, menurut Ketua Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia, Dr dr Naomi Esthernita SpA(K), faktanya wanita di Indonesia masih banyak mengalami kurangnya dukungan, baik dari keluarga maupun tempat bekerjanya. Bentuk dukungan dari tempat bekerja, yaitu melalui cuti melahirkan dan tersedianya fasilitas ruangan laktasi.

Dengan cuti melahirkan kurang dari tiga bulan, durasi menyusui terpantau lebih pendek dibandingkan dengan yang menerima cuti melahirkan lebih dari tiga bulan. Studi menemukan ada hubungan positif antara waktu cuti melahirkan dengan proses menyusui.

"Menurut WHO, idealnya cuti itu enam bulan. Tahun 2018 baru 12 persen negara yang memberikan cuti melahirkan selama 18 pekan (ILO), kira- kira setengah dari target 2030 sebesar 25 persen," kata dr Naomi dalam pertemuan virtual, Senin (7/8/2023).

Kebijakan cuti melahirkan memiliki dampak positif dan inisiasi menyusui, eksklusivitas pemberian air susu ibu (ASI), dan durasinya. Kembalinya ibu untuk bekerja yang terlalu dini setelah melahirkan menunjukkan efek merugikan pada inisiasi menyusui, eksklusivitas di enam bulan pertama, dan durasi, menurut UNICEF – Family Friendly Policies 2019.

Ibu yang mendapat tiga bulan cuti melahirkan setidaknya 50 persen lebih mungkin menyusui dalam jangka waktu lebih lama dari pada ibu yang kembali bekerja sebelum tiga bulan. Ibu dengan cuti enam bulan lebih setidaknya 30 persen lebih mungkin untuk mempertahankan menyusui setidaknya selama enam bulan pertama.

Studi di Brasil menemukan hubungan signifikan antara cuti dan pemberian ASI eksklusif. Ibu dengan cuti melahirkan memiliki prevalensi ASI eksklusif 91 persen lebih tinggi dibandingkan dengan Ibu bekerja tanpa cuti melahirkan.

Pekerjaan ibu tampaknya tidak menghambat pemberian ASI eksklusif, melainkan faktor ada atau tidaknya cuti melahirkan lebih berpengaruh. Di Indonesia, cuti melahirkan selama tiga bulan diatur dalam UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003.

Baca Juga

Dalam perkembangannya, ada rancangan undang-undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) 2022 yang menyarankan cuti ditambah menjadi enam bulan. Menurut Naomi, ada beberapa negara dengan pemberian cuti terlama, seperti Bulgaria (13,4 bulan), Yunani (9 bulan) dan Inggris (8 bulan).

Dokter Naomi menyebut cuti melahirkan bermanfaat untuk perbaikan fisik dan mental ibu, sehingga otomatis itu dapat mendukung perkembangan anak yang optimal. Untuk bayi yang mendapat ASI, kondisi imunitas juga bisa lebih baik.

"Imunisasinya rutin karena diberi ASI, otomatis mortalitas lebih rendah. Pemberi kerja sendiri untung karena ibu lebih sehat, tidak sering izin mengantar anak sakit, bekerja juga antusias, dan loyal karena merasa mendapat dukungan dari perusahaan yang mendukung dia dalam menyusui," ujar dr Naomi.

 
Berita Terpopuler