Rusia-Ukraina Sama-Sama Ciptakan Hoaks dan Mitos Perang

Keduanya mengklaim kemenangan dan tetap diam tentang kekalahan

Prigozhin Press Service via AP
Bangsa di mana pun yang berperang membengkokkan kebenaran untuk meningkatkan moral di garis depan
Rep: Dwina Agustin Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, TALLINN -- Medan perang di Ukraina, kabut perang melanda tentara. Jauh dari pertempuran, racun terkait dan sama membingungkan mereka yang berusaha memahami kondisi yang terjadi dalam perang besar itu.

Disinformasi, misinformasi, dan informasi mengaburkan pemahaman warga sipil. Pejabat dari masing-masing pihak merancang plot licik yang disiapkan. Mereka mengklaim kemenangan yang tidak dapat dikonfirmasi dan tetap diam tentang kekalahan.

Semua ini bukan hal unik untuk konflik Rusia-Ukraina. Bangsa di mana pun yang berperang membengkokkan kebenaran untuk meningkatkan moral di garis depan dan menggalang dukungan dari sekutunya, serta berharap bisa membujuk para pencela untuk mengubah sikapnya.

Tapi perang darat terbesar di Eropa dalam beberapa dekade dan yang terbesar sejak awal era digital terjadi di ruang informasi yang sangat panas. Teknologi komunikasi modern cenderung memperbanyak kebingungan karena penipuan dan kepalsuan menjangkau khalayak secara instan.

"Pemerintah Rusia sedang mencoba untuk menggambarkan versi realitas tertentu, tetapi itu juga dipompa keluar oleh pemerintah Ukraina dan mengadvokasi perjuangan Ukraina," ujar analis di Carnegie Foundation for International Peace Andrew Weiss.

Menurut Weiss, masyarakat saat ini juga memiliki pandangan dan menggunakan informasi dengan sangat efektif. Upaya ini untuk mencoba membentuk semua pandangan tentang perang dan dampaknya.

Bahkan sebelum perang dimulai, kebingungan dan kontradiksi merajalela. Rusia, meski mengerahkan puluhan ribu tentara di perbatasan, mengklaim tidak berniat menyerang. Sedangkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy secara konsisten meremehkan kemungkinan perang.

Dalam sehari setelah perang dimulai pada 24 Februari 2022, disinformasi menyebar. Salah satu yang menarik perhatian kisah “Hantu Kiev” tentang seorang pilot pesawat tempur Ukraina yang menembak jatuh enam pesawat Rusia. Asal usul cerita tersebut tidak jelas, tetapi dengan cepat didukung oleh akun resmi Ukraina sebelum pihak berwenang mengakui bahwa itu adalah mitos.

Salah satu kasus disinformasi yang paling mencolok muncul di minggu kedua perang....

Baca Juga

Salah satu kasus disinformasi yang paling mencolok muncul di minggu kedua perang. Sebuah rumah sakit bersalin di kota Mariupol yang terkepung dibom dari udara.

Gambar-gambar yang diambil oleh seorang fotografer The Associated Press mengejutkan dunia, khususnya seorang perempuan hamil tua yang dibawa dengan tandu melewati reruntuhan. Serangan brutal itu terjadi di hadapan klaim Rusia bahwa itu hanya mengenai target militer dan menghindari fasilitas sipil.

Rusia dengan cepat meluncurkan kampanye multi-cabang dan kurang koheren untuk meredam kemarahan. Para diplomat, termasuk duta besar Rusia untuk PBB, mengecam pelaporan dan gambar yang dirilis AP sebagai palsu.

Seorang pasien yang diwawancarai setelah serangan itu dan perempuan di atas tandu adalah orang yang sama dan dia pernah menjadi aktor krisis. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov bahkan menuduh pejuang Ukraina berlindung di rumah sakit, menjadikannya target yang sah.

Pasien yang diwawancarai memperkeruh situasi dengan kemudian mengklaim bahwa tidak memberikan izin wartawan untuk mengutipnya. Dia mengatakan bahwa tidak mendengar suara pesawat terbang di atas rumah sakit sebelum ledakan, yang menunjukkan bahwa itu bisa saja dibom.

Pihak berwenang Rusia memanfaatkan pernyataan tersebut untuk mendukung klaimnya. Padahal wanita tersebut menegaskan bahwa serangan itu sendiri nyata.

Selain misinformasi taget serangan, kedua belah pihak mempermainkan yang lain dengan klaim rencana licik pihak lain. Kadang-kadang seseorang menuduh pihak lain sedang mempersiapkan serangan. Contoh saja ketika Ukraina mengklaim Rusia merencanakan serangan rudal ke sekutunya Belarusia untuk menyalahkan Ukraina dan menarik pasukan Belarusia ke dalam perang.

Rusia dan Ukraina sama-sama menimbulkan momok bencana nuklir. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Menteri Pertahanan Sergei Shoigu menarik perhatian dunia pada Oktober tahun lalu.  Mereka mengklaim bahwa Ukraina sedang mempersiapkan "bom kotor" atau bahan peledak konvensional yang menyebarkan bahan radioaktif.

Zelenskyy pada gilirannya telah berulang kali memperingatkan bahwa Rusia telah menanam bahan peledak untuk menimbulkan bencana di pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia. Padahal bukti yang menguatkan dari keduanya tidak ada.

 
Berita Terpopuler