Nadiem Akui Kena 'Getahnya', Namun Kebijakan PPDB Zonasi Harus Dilanjutkan karena Penting

PPDB zonasi harus terus dilanjutkan untuk menghapus kesenjangan antarpeserta didik.

Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah guru istirahat disela melakukan aksi di depan Kantor Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Jakarta, Kamis (27/7/2023). Aksi tersebut terkait PPDB Online 2023 yang dinilai melanggar kapasitas jumlah per rombongan belajar di Kota Bekasi melebihi ketentuan Permendikbud dan meminta agar PPDB harus transparan, jujur, akuntabel serta adil tanpa dipolitisasi.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Antara

Baca Juga

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) mengatakan, dia mendapatkan ‘getah’ dari kebijakan zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang bukan merupakan kebijakan yang dibuat olehnya. Tapi, menurut dia, kebijakan tersebut harus terus dilanjutkan untuk meniadakan kesenjangan. 

“Kita kena getahnya setiap tahun karena zonasi, tetapi kita semua merasa bahwa ini harus dilanjutkan karena penting,” ujar Nadiem dalam talkshow pada kegiatan BelajaRaya yang disiarkan di Youtube, dikutip Senin (31/7/2023). 

Dia mengatakan, kebijakan zonasi merupakan kebijakan yang dibuat oleh Muhadjir Effendy yang menjadi Mendikbud periode sebelumnya. Nadiem menyebutkan, ketika pertama kali menjabat sebagai Mendikbudristek, kebijakan tersebut dia rasa sudah pasti akan membuatnya repot. Tapi, bagaimanapun, kata dia, timnya menilai kebijakan itu adalah kebijakan yang sangat penting dan harus dilanjutkan. 

“Kebijakan zonasi itu bukan kebijakan saya, itu kebijakan (menteri) sebelumnya, Pak Muhadjir. Tapi itu kita sebagai satu tim merasa ini adalah suatu kebijakan yang sangat penting yang sudah pasti akan merepotkan saya,” jelas dia.

Menurut Nadiem, jika sistem zonasi tidak diterapkan, dipastikan kesenjangan dalam mengakses pendidikan tidak akan pernah tertutup. Di mana, anak-anak yang tidak mampu harus membayar di sekolah swasta karena mereka tidak dapat masuk ke sekolah negeri. Atas dasar itu, pihaknya melanjutkan kebijakan tersebut.   

“Itu salah satu contoh di mana continuity itu sangat penting. Jadi ada berbagai macam kebijakan yang sebelumnya ada yang kita dorong, kita lanjutkan, dan itu nggak masalah itu,” jelas dia.

Nadiem menuturkan, PPDB sistem zonasi memperhatikan kebutuhan peserta didik untuk dapat bersekolah di dekat rumahnya sehingga menciptakan gerakan gotong royong dalam membangun sekolah bersama-sama dengan tenaga kependidikan, komite sekolah, dan seluruh warga sekolah.

“Segala daya dorong yang selama ini telah Bapak (Menko PMK) lakukan untuk pendidikan Indonesia akan selalu tercatat dalam sejarah untuk kebaikan anak-anak Indonesia,” ujar Nadiem.

Dalam acara BelajarRaya 2023 di Posbloc, Jakarta, pada Sabtu (29/7/2023) lalu, Nadiem berdiskusi dengan Inisiator Semua Murid Semua Guru dan Najelaa Shihab tentang kebijakan zonasi. Nadiem mengatakan, kebijakan PPDB dengan sistem zonasi harus tetap dilanjutkan karena mampu mengatasi kesenjangan antarpeserta didik. 

Menurut Nadiem, dahulu, banyak orang tua peserta didik yang mendaftarkan anaknya masuk les agar bisa masuk ke sekolah favorit. Belum lagi, kata dia, ada juga peserta didik yang secara ekonomi tidak mampu, harus membayar sekolah swasta karena tidak lolos masuk sekolah negeri. 

"Nah, itu salah satu contoh di mana keberlanjutan itu sangat penting. Jadi ada berbagai macam kebijakan yang sebelumnya ada yang kita dorong yang kita lanjutkan dan itu enggak masalah," kata Nadiem.

 

 

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Warsito menyatakan bahwa pemerintah akan mengevaluasi penerapan zonasi dalam PPDB. Warsito, Jumat (21/7/2023) menyampaikan bahwa evaluasi yang komprehensif perlu dilakukan untuk menindaklanjuti keluhan dari masyarakat mengenai masalah regulasi dan penerapan sistem zonasi dalam PPDB.

Dia mengemukakan rencana pemerintah untuk mengevaluasi penerapan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB pada taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat. Selain itu, menurut dia, sosialisasi PPDB maksimal akan dilakukan pada Oktober untuk memudahkan pemerintah daerah menyampaikan perubahan mengenai peraturan PPDB.

Warsito mengatakan bahwa kementerian juga akan melakukan koordinasi dengan pihak terkait dua sampai tiga bulan sebelum pelaksanaan PPDB supaya pemerintah daerah bisa menyiapkan langkah untuk mencegah terjadinya kecurangan dalam proses penerimaan peserta didik baru.

"Pemerintah daerah diharapkan ikut proaktif dalam pelaksanaan PPDB," katanya.

Pekan lalu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI Muhadjir Effendy menegaskan, bahwa kecurangan yang muncul dalam pelaksanaan PPDB sistem zonasi bukan karena kesalahan sistemnya. Namun, pengawasan terhadap proses PPDB yang tidak berjalan dengan baik.

"Kalau kecurangan numpang kartu keluarga (KK) itu kan bukan salahnya sistem, tapi pengawasannya yang tidak jalan," kata Muhadjir, Sabtu (22/7/2023).

Menurut Muhadjir, untuk mencegah kecurangan, pemerintah daerah semestinya dapat mengantisipasi dengan merencanakan dan memetakan jumlah kursi di sekolah negeri, enam bulan sebelum pelaksanaan PPDB. Ia mencontohkan jumlah kursi saat PPDB SMP mendatang seharusnya sudah dapat dihitung berdasarkan jumlah siswa yang saat ini duduk di bangku kelas 6 SD di zona setempat.

"Paling tidak enam bulan sebelumnya. Tidak hanya mendadak karena intake-nya sudah jelas yang mau masuk SMP itu kan anak kelas 6 SD di zona itu yang harus diprioritaskan," ujar dia.

Muhadjir menilai sistem zonasi sejatinya lebih bagus dibandingkan kembali pada sistem lama yang telah melahirkan banyak masalah seperti pemalsuan nilai hingga jual-beli kursi.

"Nanti balik kompetisi bebas, siapa yang punya duit, sebagian memang karena pintar, sebagian karena punya jabatan. Kan dulu wakil rakyat banyak yang dapat kuota, punya kursi, punya hak memasukkan siapa saja di sekolah yang disebut favorit," kata dia.

Bahkan, menurut dia, belajar dari sistem lama guru juga ikut berlomba-lomba untuk dapat mengajar di sekolah negeri favorit. Muhadjir menuturkan pemberlakuan sistem zonasi memiliki semangat perbaikan, terutama untuk menghilangkan fenomena 'kastanisasi' sekolah negeri.

"Ada sekolah-sekolah tertentu yang diperebutkan habis-habisan sementara ada sekolah yang sama sekali tidak mendapatkan perhatian. Itu yang dulu kita hilangkan dengan basis zonasi," ujar dia.

Lebih lanjut, menurut Muhadjir, kebijakan itu juga bertujuan mewujudkan pemerataan kualitas pendidikan di berbagai daerah. Meski demikian, Muhadjir menyatakan tidak masalah apabila ada sebagian pihak yang menilai kebijakan zonasi perlu dievaluasi atau bahkan diganti.

"Kalau mau kembali ke sistem lama silakan. Kalau menurut saya perbaikilah sistem yang ada ini, silakan diubah kalau sudah tidak cocok dan memang seharusnya begitu, harus selalu ada evaluasi dan perbaikan," kata dia.

 

 

 

Anggota Komisi X DPR RI, Zainuddin Maliki, mengatakan, kekacauan PPDB di lapangan menunjukkan lemahnya pemerintah melakukan pengawasan. Karena itu, Zainuddin meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim, untuk memperbaiki hal tersebut. 

Menurut Zainuddin, sistem zonasi PPDB sebenarnya sudah relatif bagus. Pelanggaran yang terjadi di lapangan belakangan menggambarkan lemahnya pengawasan dan upaya pemahaman kepada masyarakat yang kurang. 

"Saya rasa tidak akan ada atau setidak-tidaknya pelanggaran akan berkurang kalau tujuan PPDB  itu disosialisasikan dengan baik,” ujar dia. 

Sementara itu, Endang Sri Rejeki, dosen Universitas Negeri Malang (UM), mengatakan, karut marut pelaksanaan PPDB tahun 2023 harus segera dicari solusinya agar tidak terulang di masa mendatang. Di antaranya adalah dengan membuat sekolah negeri baru. 

“Alternatif lain menegerikan lembaga swasta dengan persyaratan tertentu,” katanya.

Selain itu, menurut dia, hal itu dapat diperbaiki dengan membuat regulasi baru yang tetap berbasis zonasi. Misalnya tidak 100 persen berdasarkan zonasi dari jumlah pagu. Alternatif lain menegerikan lembaga  swasta dengan persyaratan tertentu. 

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai saat ini tidak ada pihak yang secara baik bertanggung jawab atas kekisruhan PPDB, mulai dari presiden, menteri, hingga pimpinan DPR. Semua pihak tersebut dinilai 'cuci tangan' dan melempar tanggung jawab atas persoalan tersebut.

“Tidak ada pihak yang secara gentle bertanggung jawab atas kekisruhan ini, lalu menawarkan solusi yang berkeadilan bagaimana supaya tidak terjadi lagi kekisruhan tahunan ini. Semua cuci tangan dan lempar tanggung jawab,” ujar Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, kepada Republika, Senin (31/7/2023). 

Menurut dia, hal itu juga dilakukan oleh para kepala daerah. Dia mengatakan, para kepala daerah tidak sadar dengan tanggung jawabnya untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada seluruh anak secara berkualitas dan berkeadilan. Atas nama penertiban administratif, ada 4.791 anak di Jawa Barat dan 208 anak di Kota Bogor yang namanya dicoret tidak boleh ikut PPDB.

“Bagaimana nasib mereka saat ini? Bagaimana pula nasib mayoritas anak bangsa yang sudah berjibaku daftar PPDB, tapi berujung pada kegagalan? Saya sebut mayoritas, karena sampai hari ini jumlah kursi yang disediakan di sekolah negeri terlalu minim dibanding total kebutuhan,” kata dia.

Atas dasar itu, JPPI mengatakan, PPDB bukanlah masalah teknis di lapangan atau di daerah. Persoalan yang muncul merupakan masalah sistemik yang dipicu oleh peraturan di level pusat, yaitu Permendikbud Nomor 1 tahun 2023 yang masih menggunakan ‘sistem seleksi’ dan pemerintah tidak menyediakan bangku sekolah sejumlah kebutuhan.

“Mau pakai sistem ap apun, tapi daya tampung tak tersedia, kekacauan pasti akan terjadi,” terang Ubaid.

 

 

 

Sengkarut PPDB Zonasi - (infografis Republika)

 

 

 

 
Berita Terpopuler