Diploma 4 Sering Dipandang Sebelah Mata, Pengamat: Gengsi Jadi Problem Utamanya
Lulusan D4 bergelar Sarjana Terapan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendidikan vokasi atau sarjana terapan dinilai bisa menjadi opsi terbaik bagi calon mahasiswa yang ingin langsung terjun ke dunia industri. Namun, pada kenyataannya, pendidikan vokasi masih kurang diminati di Indonesia.
Pengamat pendidikan dari Vox Populi Institute, Indra Charismiadji, mengatakan bahwa rendahnya minat pendidikan vokasi berakar dari masalah gengsi. Menurut dia, gengsi masyarakat Indonesia terhadap gelar begitu tinggi.
"Jadi ada pandangan kalau vokasi itu adalah untuk mereka yang miskin, dan mau cepet cari kerja. Problem utamanya dari gengsi itu tadi," kata Indra saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (11/7/2023).
Selain itu, menurut Indra, program vokasi yang ada di Indonesia juga sangat tidak jelas dan tidak terarah. Karena pada praktiknya, pendidikan vokasi tidak seutuhnya terhubung dengan industri atau dunia usaha secara langsung.
"Jadi walaupun sudah kuliah di vokasi tapi enggak ada jaminan penuh akan bekerja saat lulus. Beda sama dengan di Jerman dan Belanda yang lebih match dengan industri," jelas Indra.
Tidak adanya tidakseimbangan supply dan demand tenaga kerja juga membuat masalah ini semakin lebar. Menurut Indra, setiap tahunnnya ada 1,5 juta lulusan vokasi SMK dan 1,1 juta lulusan perguruan tinggi, termasuk perguruan tinggi vokasi. Artinya, setiap tahun ada sekitar 2,6 juta pencari kerja baru.
Sementara itu, menurut data bank dunia 2019, Indonesia hanya mampu menghasilkan sekitar 1,8 juta pekerjaan baru setiap tahunnya. Dan, tampaknya, pandemi Covid-19 makin menghambat pertumbuhan lapangan kerja di Indonesia.
"Jadi kalau bicara soal vokasi itu jangan hanya bicara supply, tapi demand juga, harus disiapin nanti kerja di mana. Bagaimana pemerintah menstimulasi mereka agar punya pekerjaan, ada perusahaan yang bisa menampung mereka," kata Indra.