Digadang-gadang Jadi Cawapres, Yenny: Memangnya Mas Anies Sudah Pasti Bisa Nyalon?

"Belandanya masih jauh, santai dulu ngopi-ngopi wae," kata Yenny Wahid.

Alfian/Republika
Yenny Wahid merespons wacana dipasangkan dengan Anies Baswedan sebagai cawapres 2024. (ilustrasi)
Rep: Febrianto Adi Saputro, Nawir Arsyad Akbar, Fauziah Mursid Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny Wahid) menjawab kabar kemunculan namanya menjadi calon wakil presiden (cawapres) Anies Baswedan pada Pemilu 2024 mendatang. Ia pun mempertanyakan apakah memang Anies sudah pasti bisa mencalonkan diri sebagai calon presiden (capres).

Baca Juga

"Memangnya mas Anies Baswedan sudah pasti bisa nyalon belum tentu juga. Memangnya Pak Prabowo sudah pasti bisa nyalon belum tentu juga, ini semua masih jauh, Belandanya masih jauh, santai dulu ngopi-ngopi wae," ujar Yenny di UGM, Yogyakarta, Jumat (7/7/2023). 

Ia pun menganalogikan politik Indonesia seperti jualan barang. Suatu barang akan sulit terjual jika tidak ada perusahaan yang mau menjual barang tersebut.

"Kalau politik itu tidak bisa hanya kita yang menentukan, karena di Indonesia itu kaya jualan barang, barangnya ada, perusahaannya nggak ada, susah mau jualan, tapi ada juga PT-nya ada, barangnya dianggap nggak layak jual, akhirnya harus cari barang di luar itu," kata dia. 

Sejauh ini, menurutnya, partai yang memiliki calon presiden hanya dua partai, PDIP dan Partai Gerindra. Namun, Partai Gerindra masih dinilai sulit mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden lantaran tak memenuhi presidential threshold, sehingga masih harus menggandeng partai lain agar tercukupi. 

"Yang lengkap semua ada distribusi, ada ekspedisinya, semuanya produksinya sendiri itu PDIP, yang dua lagi kan belum, Pak Anies apalagi nggak punya dia PT, jadi ini semua belum pasti, kalau sudah belum pasti ya tunggu aja lah tinggal beberapa bulan lagi," ucapnya. 

Dirinya mengaku tak ngoyo meski namanya diusulkan oleh dua partai berbeda yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Nasdem. 

"Kalau kami sih diajari Gus Dur, posisi itu itu hanyalah alat, wasilah, bukan ghoyah bukan tujuan, kalau bukan tujuan ya nggak usah ngoyo-ngoyo banget. Saya nggak pernah ngoyo tahu-tahu namanya dinominasikan dua partai, PSI dan Nasdem, ya Alhamdulilah, nggak pernah gimana-gimana," kata Yenny.

Yenny mengatakan, dirinya saat ini tidak menjabat sebagai ketua umum partai maupun ormas. Dirinya juga bukan pejabat negara, juga bukan pengusaha. Namun ia merasa kemunculan namanya lantaran dianggap sebagai tokoh yang memiliki reputasi 

"Saya kan nggak punya apa-apa, yang saya punya satu, mungkin dianggap masih ada sedikit reputasi, itu pun karena nebeng bapaknya, kira-kira kan gitu, ini harus saya jaga," ucapnya.

 

 

Sebelumnya, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat, Andi Arief mengungkapkan sembilan nama yang pernah beredar menjadi kandidat cawapres untuk Anies. Kesembilan tersebut pernah dibahas oleh Koalisi Perubahan untuk Persatuan pada beberapa bulan lalu.

Nama-nama tersebut adalah Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno. Selanjutnya ada Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid.

Kemudian, mantan panglima TNI Andika Perkasa dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Dua nama terakhir adalah elite Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yakni Ahmad Heryawan dan Ahmad Syaikhu.

"Partai Demokrat sudah memaparkan nama-nama bakal cawapres itu beberapa bulan lalu, di kantor DPP PD (Partai Demokrat), kepada tim capres, atas permintaan tim capres. Sebagaimana tim capres meminta masukan kepada Partai Nasdem dan PKS," ujar Andi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (9/6/2023).

Meskipun nama AHY memiliki elektabilitas yang baik, tetapi nama-nama lain pun diperhitungkan oleh Partai Demokrat. AHY bahkan disebutnya memerintahkannya sebagai Kepala Bappilu Partai Demokrat untuk memperhitungkan alternatif nama-nama lain tersebut.

"Partai Demokrat tidak pernah memaksakan AHY sebagai bacawapres Anies Baswedan. Silakan ditanyakan kepada capres Anies Baswedan, Ketua Umum Partai Nasdem, dan Ketua Umum PKS. Bahkan, Partai Demokrat setuju untuk menyerahkan keputusan cawapres kepada capres sesuai dengan Piagam Koalisi," ujar Andi.

Ketua DPP Partai Nasdem, Sugeng Suparwoto menegaskan bahwa penunjukkan bakal cawapres diserahkan sepenuhnya kepada Anies Rasyid Baswedan. Hal tersebut sudah termaktub dalam piagam deklarasi Koalisi Perubahan untuk Persatuan bersama Partai Demokrat dan PKS.

"Itu Pak Anies nanti yang akan (umumkan), kok salah satunya? Kan sudah tinggal satu, di kantong beliau. Jadi sekali lagi mengumumkan kapan dan sebagainya itu adalah kita serahkan," ujar Sugeng di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (5/7/2023).

Ditanya terkait beredarnya nama Yenny Wahid hingga Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menjadi cawapres untuk Anies, ia mengatakan pertanyaan tersebut hanya mengarah-arahkan. Tegasnya sekali lagi, keputusan terkait cawapres ada di tangan Anies.

"Itu lah lagi-lagi mengarahkan, ini ingatnya, ini bukan basa-basi karena memang secara etik ya memang ya sudah kita serahkan ke Pak Anies. Saya menambahkan ya bahwa koalisi super solid antara kami Nasdem, Demokrat, dan PKS, itu saya bisa garansi," ujar Sugeng.

In Picture: Deklarasi Pemilu Akses Ramah Disabilitas

 

Pengamat Politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam memperkirakan sejumlah konsekuensi jika Anies memilih Yenny Wahid sebagai cawapresnya. Pertama, Anies harus memastikan basis dukungan dari Partai Demokrat dan PKS tetap dalam Koalisi Perubahan, lantaran dua partai itu selama ini telah mengusulkan nama cawapres dari kader masing-masing.

"Memilih Yenny dihadapkan pada sejumlah tantangan, pertama basis dukungan partai, di mana Partai Demokrat dan PKS telah memiliki usulan nama dari kader masing-masing, sedangkan kuota atau hak veto Nasdem sudah digunakan penunjukkan Anies sebagai Capres yang merepresentasikan wajah Nasdem," ujar Khoirul dalam keterangannya, Rabu (5/7/2023).

Khoirul melanjutkan, memilih Yenny juga dihadapkan pada tantangan masih terbatasnya tingkat elektabilitas personal Yenny yang masih belum kompetitif. Sehingga, menurutnya, mencawapreskan Yenny untuk mendampingi Anies kemungkinan basis dukungannya akan optimal di Jawa Timur saja.

"Namun melemah di provinsi-provinsi yang lain, terutama di luar Jawa," ujarnya.

Namun demikian, pemilihan Yenny ini juga memiliki keuntungan bagi Anies. Dalam konteks ini, Yenny dapat merepresentasikan elemen kekuatan Nahdlatul Ulama (NU) yang mewakili karakter Islam moderat dan nasionalisme-religius.

Hal ini menurut Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) ini bisa dimanfaatkan Anies untuk menepis tudingan kedekatan dengan Islam konservatif.

"Selain itu, Yenny juga mewakili elemen kekuatan politik perempuan, yang tampaknya tidak ada dalam radar pembacaan potensi cawapres di lingkaran Ganjar maupun Prabowo," ujarnya.

Pengamat Politik dari lembaga Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai sosok Yenny Wahid bukan pilihan tepat untuk menjadi cawapres Anies Baswedan. Dedi menyebut, sosok Yenny belum dapat mengimbangi Anies untuk meredam kekuatan lawan Anies baik Prabowo Subianto dan Ganjar Pranow.

"Yenny Wahid bukan pilihan bijak dan tepat, selain minim modal elektabilitas juga popularitas, terlebih untuk Anies yang sudah diafiliasikan sebagai tokoh religius, maka diperlukan cawapres yang bisa redam kekuatan rival, utamanya Prabowo," ujar Dedi dalam keterangannya, Rabu (5/7/2023).

Selain itu, kata Dedi, pemilihan Yenny sebagai cawapres untuk Anies akan menemui sejumlah rintangan dari partai koalisi khususnya PKS dan Demokrat. Hal ini karena masing-masing partai ini sudah mengajukan nama-nama cawapres dari kadernya sendiri.

"Jadi Demokrat dan PKS potensial menolak bahkan secara ekstrim dibanding Yenni, jauh lebih berani usung kader PKS, semisal Salim Assegaf atau Ahmad Heryawan, tetapi situasi itu tentu sulit sehingga peluang terbesar ya adalah menolak Yenny," ujarnya.

Karenanya, jika Anies atau Nasdem memaksakan memilih Yenny akan berdampak terhadap keutuhan koalisi. "Penolakan murni karena faktor Yenni, bukan karena ia dari luar koalisi, dan tentu saja jika dipaksakan bukan tidak mungkin koalisi akan pecah, dan itu akan mengancam ambang batas pengusungan," ujarnya.

Pengamat dari lembaga Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno juga menilai, keutuhan Koalisi Perubahan saat ini diuji dengan sikap PKS dan Demokrat. Hal ini jika Anies mengusung nama lain di luar nama kader-kader yang diusulkan dua partai tersebut.

"Bagi Demokrat sampai saat ini kan belum klir kalau bukan AHY yang menjadi pendamping Anies, apakah mereka akan tetap berada di poros perubahan atau tidak. Tapi kalau melihat statemen-statemn elit Demokrat bilang siapapun yang dipilih Anies, Demokrat akan tetap tegak lurus berada di koalisi perubahan, tinggal kita uji, apakah iman politiknya Demokrat tetap atau berubah," ujarnya.

"Jangan jangan justru sebaliknya Demokrat yang selama ini merasa solid, kalau Yenny wakilnya dan AHY tidak dipilih justru akan angkat kaki itu tergantung Demokrat," tambahnya.

 

 

 

9 Cawapres Anies Usulan Demokrat - (Infografis Republika)

 
Berita Terpopuler