Kisah Lain di Balik Kerusuhan Prancis 

Kerusuhan dan kejadian setelahnya mengungkap kemarahan banyak warga Prancis.

AP
Otoritas penegak hukum di Prancis pada Kamis (29/6/2023) menangkap 176 orang dalam kerusuhan yang pecah setelah kematian seorang remaja berusia 17 tahun.
Red: Ferry kisihandi

REPUBLIKA.CO.ID, MARSEILLE -- Amine Kessaci berusia 17 tahun saat jasad saudara laki-lakinya yang gosong ditemukan di bawah mobil yang terbakar. Saudara laki-lakinya itu adalah  pengedar narkoba sebelum akhirnya terbunuh di Marseille, Prancis.  

Kini ia berusia 19 tahun, tumbuh di perumahan Frais-Vallon, kompleks perumahan sosial di bagian utara Marseille, yang penuh geng dan kekerasan terkait narkoba. Jadi pengedar, kata dia, adalah pilihan pahit bagi anak-anak muda yang tumbuh di sana dan punya uang terbatas. 

‘’Tak ada pilihan lain. Tak ada perusahaan datang dan siap membayar lebih dari upah minimum. Di sini, orang jadi kasir supermarket, petugas kebersihan, atau penjaga keamanan. Tak bisa jadi hakim, pengacara, atau akuntan,’’ katanya seperti dilansir BBC, Rabu (5/7/2023),

Amine tak kaget dengan kerusuhan yang terjadi baru-baru ini dan memburuk di Marseille. Kerusuhan ini dipicu kematian remaja berusia 17 tahun, Nahel M yang ditembak mati polisi di Paris.’’Kami berada pada kekacauan yang sama, penderitaan, dan tak ada yang berubah.’’

Maka, ia mengerti kemarahan anak-anak muda pada aksi massa yang berujung kerusuhan itu. ‘’Saya tidak membenarkan kekerasan tetapi saya memahami mengapa itu terjadi,’’ katanya. Kerusuhan dan kejadian setelahnya mengungkap kemarahan banyak warga Prancis. 

Seorang laki-laki bernama Mourad, berbicara sarat amarah saat menyatakan banyak tikus di lingkungan tempat tinggalnya. ‘’Kami tak memiliki hak yang sama. Politisi menyampaikan ke media tak ada warga kelas dua tetapi kenyataannya tidak begitu.’’

Bagi Yazid Kherfi, yang menghabiskan waktu mengendarai mobil  minivan dari proyek perumahan ke perumahan lainnya dan berbicara dengan anak-anak muda agar menghindari jalan yang membawa ke kejahatan dan penjara, ada penyebab kunci kerusuhan. 

Kerusuhan itu, kata dia, merupakan luapan perasaan dari generasi yang merasa tak dicintai dan ditinggalkan begitu saja. Bagian belakang minivan Kherfi tertulis kutipan Martin Luther King,’’We must learn to live together as brothers or we will all perish together as fools.” 

Kherfi menyatakan, ia juga kerap mendengar dari anak-anak muda yang mengeluh, polisi berlaku keras karena warna kulit mereka. ‘’Orang berkulit putih dan Arab lebih banyak dihentikan dibandingkan mereka yang berkulit putih.’’

Sejumlah polisi rasis....

Polisi, menurut dia, tak dilatih dengan baik untuk bekerja di wilayah yang sulit. Sejumlah polisi rasis, ada juga yang suka melakukan kekerasan. Mereka ada. ‘’Saya tak mengatakan semua polisi seperti itu tetapi ada yang semacam itu,’’ katanya Rabu. 

Prancis memang telah lama mengagungkan prinsip liberty, equality, fraternity. Namun kenyataannya, warga sulit mendapatkan kondisi seperti slogan tersebut. 

Badan statistik pemerintah menemukan tingkat kematian imigra dari sub Sahara Afrika meningkat dua kali lipat di Prancis dan tiga kali lipat di Paris saat terjadi pandemic Covid-19. Dampak pandemi lebih banyak menghantam orang kulit hitam dan minoritas. 

Riset lainnya mengungkapkan, rasisme terjadi di tempat kerja.’’Padahal selama 40, 45 tahun telah diperingatkan mengenai diskriminasi,’’ kata Abel Boyi, ketua organisasi yang disebut “All Unique, All United” yang mengadvokasi anak-anak muda Prancis mengenal nilai-nilai Republik. 

Boyi yang berkulit hitam, menyatakan klaim tak membedakan warna kulit merupakan ‘’kemunafikan Prancis’’. Ia mengaku kerap membantu anak muda dengan kulit berwarna dan putih yang melamar kerja puluhan kali tetapi tak juga diterima. 

Biasanya, ini disebabkan nama keluarga yang terdengar asing, juga alamat rumah mereka yang dianggap berasal dari lingkungan yang tak bagus. Menurut Boyi, semua ini merupakan tantangan Pranci pada abad 21. 

 

 
Berita Terpopuler