Aliran Miliaran Rupiah Dana Kemenag untuk Al Zaytun, dan Nasib Para Santri

Kemenag berharap agar santri yang belajar di Al Zaytun tidak menjadi korban.

Republika/Lilis Sri Handayani
Pihak Alzaytun kembali mengerahkan anjing penjaganya dalam pengamanan menyambut massa unjuk rasa, di depan pintu masuk Ma
Rep: Arie Lukihardianti/Muhyidin/Antara Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Polemik Ponpes Al Zaytun belum selesai. Tim investigasi tengah menyelidiki apakah pondok pesantren yang berdiri sejak era orba itu masuk kategori sesat atau tidak. 

Baca Juga

Namun Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tak menampik bahwa ada dana miliaran rupiah yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Agama untuk aktivitas pembelajaran di Ponpes Al-Zaytun. 

Emil tak menyebut angkanya secara rinci. "Di mana dana dari Kementerian Agama kurang lebih setiap tahun ada sekian miliar juga ke Al-Zaytun," katanya, kemarin. 

Ponpes Al Zaytun telah berdiri sejak 1993 silam. Ponpes ini dikaitkan dengan gerakan NII KW 9 yang dianggap telah menyimpang. 

Pengamat terorisme, Al Chaidar bahkan menyebut besarnya dana yang terkumpul dari para anggota NII KW 9 yang dipimpin oleh pendiri Ma'had Al Zaytun, Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, turut mengalir dan dinikmati oleh sejumlah jenderal dan pejabat era orde baru yang kini masih memiliki pengaruh besar. 

Kementerian Agama tidak mau terburu-buru untuk mengecap NII sebagai organisasi sesat atau terlarang seperti halnya HTI.  

 

 

Menurut Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) RI, Prof Kamaruddin Amin, perlu adanya investigasi yang mendalam untuk menyelesaikan masalah kontroversi seputar pesantren Al Zaytun yang dipimpin Panji Gumilang di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. 

 "Tentu membutuhkan investigasi yang menyeluruh terkait dengan Al Zaytun ini. Tapi perlu diperhatikan bahwa kita harus juga bijaksana membedakan antara person dari pimpinannya dan lembaga itu sendiri," ujar Prof Kamaruddin kepada Republika.co.id, Rabu (21/6/2023). 

Namun, menurut dia, hasil investigasi tersebut tidak boleh menimbulkan korban yang banyak. Dia mewanti-wanti agar santri yang belajar di Al Zaytun tidak menjadi korban. "Jangan sampai korbannya menjadi banyak, korabannya jadi santri. Ya kalau bisa santrinya jangan dikorbankan," ucap dia. 

Perlakuan khusus

Guru Besar pada Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar ini mengatakan, dari hasil kajian atau investigasi tersebut nantinya harus ada perlakuan khusus kepada pimpinan Al Zaytun. Sementara, santri dan lembaganya harus diamankan.  

"Mngkin perlu ada treatment tindakan kepada person yang melakukan, jika sudah diputuskan ini misalnya sebuah pelanggaran. Tapi santrinya harus diamankan, bahkan termasuk lembaganya mungkin ya. Itu tergantung kajiannya nanti," kata Kamaruddin. 

"Jadi kalau kajiannya menemukan bahwa ternyata hanya person, maka lembaganya harus diamankan, santrinya harus diamankan, jangan sampai merugikan banyak pihak," jelas dia. 

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan pemerintah hingga saat ini masih mempelajari kasus dugaan pelanggaran yang terjadi di Pondok Pesantren Al-Zaytun, Kabupaten Indramayu.

"Masih dipelajari karena itu kan fenomena yang baru. Kita enggak boleh sembarangan menyikapi tanpa mendalami. Kita sedang mendalami itu semua," kata Menko Polhukam Mahfud MD seusai mengisi kuliah umum dengan tema "Peran Undang-Undang Perampasan Aset untuk Mewujudkan Indonesia Bebas Korupsi" di Kampus Universitas Pasundan (Unpas) Kota Bandung, Kamis.

Terkait dugaan pelanggaran di pondok pesantren yang dipimpin oleh Panji Gumilang ini, Mahfud MD menuturkan hal tersebut juga masih didalami. "Masih didalami kalau ada pelanggaran, siapa pun (harus taat hukum) di seluruh Indonesia. Tapi apa betul ada pelanggaran atau tidak nanti kita dalami," katanya.

Menyikapi sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yang menyatakan syariat yang digunakan Pondok Pesantren Al-Zaytun sangat berbeda dengan ajaran Islam pada umumnya, baik shalat, puasa, maupun haji, Menko Polhukam Mahfud menuturkan hal tersebut akan didalami lebih lanjut.

"Kita dalami tidak sesuainya apa. Saya belum tahu apa ketidaksesuaiannya. Kan nanti ada urusannya. Kalau tidak sesuai dengan hukum, itu urusan dengan saya. Kalau menyangkut penyelenggaraan institusi, itu Kemenag. Kan gitu. Kita belum tahu masalahnya di mana sebenarnya," kata dia.

Pihaknya berharap Tim Investigasi yang dipimpin oleh MUI Jawa Barat, bisa bekerja dengan baik, sesuai dengan harapan banyak orang."Kita menunggu hasilnya," kata dia.

 
Berita Terpopuler