AEKI: Kebun Tua Salah Satu Kendala Produksi Kopi di Sumatra Utara

Sumatra Utara terkenal sebagai daerah sentra kopi.

ANTARA/Adeng Bustomi
Biji kopi. Kebun kopi tergolong tua jika sudah berumur lebih dari 15-20 tahun.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Badan Pengurus Daerah (BPD) Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumatra Utara menyatakan bahwa usia kebun yang tergolong tua menjadi salah satu kendala produksi kopi di sana. Kebun kopi tergolong tua jika sudah berumur lebih dari 15-20 tahun.

"Kebun tua itu produktif, tetapi tidak maksimal," ujar Wakil Kepala Kompartemen Pemasaran dan Mutu BPD AEKI Sumut Fadli Hazmi kepada Antara di kantornya, Medan, Kamis (15/6/2023).

Sementara itu, kebun yang produktivitasnya maksimal berumur lebih dari lima tahun. Di Sumut, menurut Fadli, hampir semua wilayah penghasil kopi memiliki kebun tua mengingat jejak panjang provinsi tersebut di perkebunan kopi.

"Di Sumut banyak lahan tua karena merupakan sentra kopi," kata Fadli.

Persoalan itu bukan berarti tidak bisa ditangani. Namun, Fadil menyebut, hal tersebut perlu kerja sama semua pihak atau dalam hal ini petani, pengusaha, dan pemerintah.

Baca Juga

Pertukaran wawasan dan kemampuan dari para pemangku kepentingan disebut Fadli berpotensi menjadi solusi pemanfaatan kebun kopi tua. Pemerintah, misalnya, bisa memetakan di mana kebun-kebun tua dan menggandeng akademisi untuk menemukan cara bagaimana merawat lahan tersebut.

Berdasarkan pengamatan Fadli, petani kopi di beberapa wilayah sudah mulai mengembangkan kebun kopi baru. Contohnya di Simalungun, Mandailing Natal, dan Sipirok.

Saat ini, menurut Fadli, para petani di sana sudah menanam dan menghasilkan kopi. Mengingat usia lahan yang masih muda, Fadli memprediksi kebun tersebut masih dapat berkembang lebih jauh.

"Hasil maksimalnya sepertinya baru dirasakan pada dua sampai tiga tahun ke depan," ujar Fadli.

 
Berita Terpopuler