Penerapan ASPD Dinilai tak Jawab Pemerataan Pendidikan

Masih diterapkannya ASPD di DIY merupakan bentuk dari tata kelola yang tidak sinkron.

Republika TV
Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal
Rep: Silvy Dian Setiawan Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat dan praktisi pendidikan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Nur Rizal menilai penerapan Asesmen Standarisasi Pendidikan Daerah (ASPD) di DIY tidak menjawab untuk pemerataan kualitas pendidikan. Begitu pun dengan meningkatkan kualitas pendidikan, mengingat ASPD masih diterapkan di Kota Pendidikan ini.

Baca Juga

"ASPD ini tidak menjawab sebenarnya, apakah itu bisa meningkatkan atau mempertahankan kualitas pendidikan. Tidak (menjawab)," kata Rizal kepada Republika, Rabu (14/6/2023).

Rizal menuturkan, jika digunakan hanya untuk mempertahankan kualitas pendidikan berdasarkan kemampuan kognitif tingkat rendah dalam hal ini hafalan dan pemahaman, ASPD dapat menjawab kebutuhan tersebut. Namun, berbeda jika ASPD diterapkan dengan tujuan untuk keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking).

"Kalau kemampuan mencipta, seperti inovasi, kemampuan untuk menganalisis, (ASPD) itu tidak menjawab karena nanti proses belajarnya hanya menyiapkan ASPD. Kalau untuk kognitif high order thinking yang sangat dibutuhkan di era ke depan, ya tidak menjawab ASPD itu," ungkapnya.

Rizal menuturkan, masih diterapkannya ASPD di DIY merupakan bentuk dari tata kelola yang tidak sinkron antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Ia menilai bahwa masih adanya ASPD juga menunjukkan paradigma pendidikan Kurikulum Merdeka Belajar tidak dipahami secara utuh oleh para pemegang kebijakan.

"Ini bisa terjadi karena kurangnya koordinasi dan komunikasi antar pemerintah pusat dengan pemda, sehingga dalam meluncurkan kurikulum itu belum mengajak bersama untuk melihat tantangan kedepan pendidikan bangsa ini. Koordinasi ini menunjukkan bahwa (adanya) ASPD ini kurangnya pemahaman yang sama dan utuh antara kepentingan pusat dan pemda, dalam hal ini Yogya," ucap Rizal.

"Ini masalah bagaimana aspirasi publik seluruh daerah Indonesia itu bisa ditampung terlebih dahulu, kemudian diolah dan menelurkan kurikulum baru yang memang siap untuk generasi atau tantangan pendidikan kedepan bagi Indonesia. Itu yang tampaknya tidak terjadi," katanya menambahkan.

 

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim sebelumnya mengkritik ASPD yang diterapkan di DIY. Nadiem menilai bahwa ASPD tidak sinkron dengan Kurikulum Merdeka Belajar, dan membebani siswa, sehingga ia meminta agar ASPD tersebut dihapus.

Rizal juga menekankan bahwa perlu adanya pembahasan lebih lanjut dengan lingkup nasional terkait arah pendidikan Indonesia dalam menghadapi tantangan ke depan. Pembahasan ini, katanya, tidak hanya di level kementerian dalam hal ini Kemendikbudristek, namun hingga level presiden.

Bahkan, Rizal juga menilai perlunya dibentuk badan terkait transformasi pendidikan Indonesia. "Perlu badan di bawah presiden, badan tentang transformasi pendidikan indonesia agar badan itu nanti yang bisa berembuk dengan lintas kementerian terkait untuk menyiapkan bagaimana kebijakan yang pas bagi Indonesia menghadapi tantangan kedepan, lalu bagaimana pelaksanaan kedepannya. Kebijakan itu terlaksana tentunya ada perubahan tata kelola, perubahan kebijakan di lintas kementerian," ungkapnya.

Sebelumnya, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY menyebut bahwa penerapan ASPD di DIY masih diperlukan. Kepala Disdikpora DIY, Didik Wardaya mengatakan, ada beberapa hal yang mendasari diperlukannya ASPD di DIY.

Pertama yakni ASPD diterapkan untuk memetakan kualitas pendidikan di DIY. "ASPD itu kita gunakan untuk memetakan kualitas pendidikan di Yogya sendiri, seluruh diy itu seperti apa, sehingga kita bisa melakukan strategi perbaikan," kata Didik.

Meski begitu, Didik menyebut bahwa ASPD tidak digunakan sebagai alat penentu kelulusan siswa. "Selain kita tentunya menggunakan apa yang ada di dalam rapor pendidikan yang dikeluarkan oleh Kemendikbudristek," ucap Didik.

Alasan kedua masih diperlukannya ASPD di DIY yakni digunakan sebagai salah satu komponen seleksi siswa untuk masuk ke jenjang pendidikan berikutnya. Sebab, kata Didik, jika komponen alat seleksi hanya menggunakan sistem zonasi, justru dinilai menjadi tidak adil bagi siswa.

 

"Kalau kita menggunakan zonasi, hanya menggunakan jarak yang dekat sekolah yang diterima terlebih dahulu, itu menjadi tidak adil. Karena letak geografis sekolah di DIY ini tidak merata, jadi ada yang orang dari lahir tinggalnya jauh dari sekolah, sampai kapanpun kalau (hanya menggunakan zonasi) ini akan sulit untuk diterima," jelasnya.

 
Berita Terpopuler