Punya Niatan Meninggal di Tanah Suci Makkah Madinah, Apa Hukum dan Keistimewaannya?

Meninggal di Makkah dan Madinah mempunyai sejumlah keistimewaan

dok MCH
Ilustrasi Kompleks Baqi Madinah yang menjadi salah satu makam jamaah haji. Meninggal di Makkah dan Madinah mempunyai sejumlah keistimewaan
Rep: Andrian Saputra Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—  Petugas Haji Daerah Kerja Madinah mencatat hingga Rabu (31/5/2023) sudah ada lima orang jamaah calon haji yang meninggal dunia saat berada di Madinah. Mereka pun langsung dimakamkan di tanah suci. 

Baca Juga

Terlepas dari takdir Allah SWT, bolehkah seorang jamaah haji memasang niat atau berkeinginan wafat di tanah suci? Dan seperti apa keutamaan meninggal di tanah suci? 

Pendakwah yang juga ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) Jakarta, KH Rakhmad Zailani Kiki, mengatakan ada sebagian jamaah calon haji terutama yang berusia lanjut yang memiliki keyakinan berupa keinginan, niat, pergi haji untuk tidak kembali pulang alias ingin wafat di tanah suci. 

Mereka berkeyakinan bahwa wafat dan dikuburkan di tanah suci lebih mulia daripada wafat dan dikuburkan di Tanah Air, apalagi sedang menunaikan ibadah haji.  

Menurut Kiai Kiki, keyakinan ini bukan tanpa dasar. Keyakinan jamaah yang berniat wafat di tanah suci memiliki dalil yang kuat. Imam An-Nawawi di dalam kitab yang ditulisnya, Al-Majmu Syarah al-Muhadzdzab menjelaskan disunnahkannya berdoa agar diwafatkan di tanah suci. Imam An-Nawawi berkata: 

“Disunnahkan meminta kematian di tanah yang mulia (baladun syarif). Yang dimaksud dengan tanah yang mulia (baladun syarif) adalah Makkah dan Madinah.”  

"Karena disunnahkan, menurut saya, jamaah haji sudah perlu juga memasang niat untuk wafat di tanah suci sejak berada di Tanah Air. Apalagi jamaah haji haji yang wafat di tanah suci memiliki beberapa keutamaan," kata kiai Kiki kepada Republika.co.id pada Rabu (31/5/2023). 

Kiai Kiki menjelaskan di antara keutamaan wafat di tanah suci adalah pertama, akan mendapatkan pahala haji dan umroh sampai hari kiamat walaupun belum sempat melaksanakan ibadah haji dan umroh.  Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda yang artinya: 

من خرج حاجا فمات كتب له أجر الحاج إلى يوم القيامة ومن خرج معتمرا فمات كتب له أجر المعتمر إلى يوم القيامة ومن خرج غازيا فمات كتب له أجر الغازي إلى يوم القيامة

Baca juga:  

http://republika.co.id/berita//rutr2y320/mualaf-lourdes-loyola-sersan-amerika-yang-seluruh-keluarga-intinya-ikut-masuk-islam

 http://republika.co.id/berita//rutr2y320/mualaf-lourdes-loyola-sersan-amerika-yang-seluruh-keluarga-intinya-ikut-masuk-islam

“Barangsiapa keluar untuk berhaji lalu meninggal dunia, maka dituliskan untuknya pahala haji hingga hari kiamat. Barangsiapa keluar untuk umrah lalu meninggal dunia, maka ditulis untuknya pahala umrah hingga hari kiamat. Dan barangsiapa keluar untuk berjihad lalu mati maka ditulis untuknya pahala jihad hingga hari kiamat." (HR Abu Ya’la)

Keutamaan wafat di tanah suci yang kedua adalah akan mendapatkan syafaat dari Rasulullah SAW di hari kiamat nanti. Ini sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW.

من مات في احد الحرمين استوجب شفاعتي وكان يوم القيامة من الامنين “Barangsiapa meninggal di salah satu tanah haram, maka dia wajib mendapat syafaatku dan kelak dia termasuk orang-orang yang selamat," (HR Imam Thabrani). 

 

Di hadits yang lain, apabila jamaah haji meninggal di kota Madinah, dia akan mendapatkan syafaat dari Rasulullah SAW.  Rasulullah SAW bersabda: 

لَا يَصْبِرُ أَحَدٌ عَلَى لَأْوَائِهَا فَيَمُوتَ إِلَّا كُنْتُ لَهُ شَفِيعًا أَوْ شَهِيدًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا كَانَ مُسْلِمًا

“Tidaklah seseorang sabar terhadap kesusahannya (Madinah) kemudian dia mati, kecuali aku akan memberikan syafaat padanya, atau menjadi saksi baginya pada hari Kiamat, Jika dia seorang Muslim.” (HR  Imam Muslim). Pada riwayat dan redaksi yang berbeda, Rasulullah SAW  bersabda: 

مَنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَمُوتَ بِالْمَدِينَةِ فَلْيَمُتْ بِهَا فَإِنِّي أَشْفَعُ لِمَنْ يَمُوتُ بِهَا “Barangsiapa yang ingin mati di Madinah, maka matilah di sana. Sesungguhnya aku akan memberi syafaat bagi orang yang mati di sana.” (HR  Imam Ahmad dan Imam Tirmidzi)

Keutamaan wafat di tanah suci yang ketiga adalah tidak akan dihisab untuk masuk surga. Dalilnya adalah sebuah hadits yang Imam Al-Ghazali sebutkan dalam kitab Ihya Ulumiddin, Rasulullah SAW bersabda: 

ومن مات في أحدِ الحرميْنِ لم يُعْرَضْ ولم يُحاسبْ وقيل له ادخلِ الجنةَ “Barangsiapa meninggal di salah satu tanah haram, maka dia tidak akan terkena hisab dan kepadanya akan mendapatkan perkataan, masuklah ke surga,"

Sementara itu konsultan ibadah haji, KH Wazir Ali, menjelaskan mengenai ibadah haji dari jamaah haji yang meninggal sebelum melaksanakan wukuf, menurut kiai Wazir, hal tersebut menjadi tanggungan pemerintah untuk membadalkan haji jamaah yang meninggal dunia. 

Dia mengatakan apabila ada jamaah haji yang meninggal, maka pemerintah akan menunjuk orang yang akan bertugas untuk membadali haji jamaah haji yang meninggal tersebut.  

"Siapa saja yang harus dibadali kementerian (Pemerintah)? satu yang meninggal di Asrama Haji, dua yang meninggal di perjalanan, ketiga yang meninggal di tanah suci sebelum wukuf di Arafah, keempat yang menderita gangguan kejiwaan. Insya Allah bisa meraih haji mabrur jika pelaku badal sah secara fiqih dari sisi pelaksanaannya," kata kiai Wazir Ali. 

Baca juga: 7 Daftar Kontroversi Panji Gumilang Pimpinan Al Zaytun yang tak Pernah Tersentuh

Kiai Wazir mengatakan dalil keabsahan badal haji jamaah yang sudah wafat adalah sebagai berikut:  

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَمَاتَتْ قَبْلَ أَنْ تَحُجَّ أَفَأَحُجَّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ فَقَالَ اقْضُوا اللهَ الَّذِي لَهُ  فَإِنَّ اللهَ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan datang kepada Nabi Muhammad SAW, lalu berkata, “Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk berhaji, lalu dia meninggal dunia sebelum ia melaksanakan haji, apakah saya harus menghajikannya? Nabi  bersabda, “Ya hajikanlah untuknya, bagaimana pendapatmu seandainya ibumu memiliki tanggungan hutang, apakah kamu akan melunasinya? Dia menjawab, “Ya. Lalu Nabi Muhammad  SAW bersabda, “Tunaikanlah hutang (janji) kepada Allah ta'ala, karena sesungguhnya hutang kepada Allah ta'ala lebih berhak untuk dipenuhi.” Imam Nasa'i menuturkan hadits dari Ibnu Abbas RA juga:

عن ابن عباس رضى الله عنه  : أن امراة سألت رسول الله صلعم عن أبيها مات ولم يحج قال : حجى عن أبيك.

Dari Ibnu Abbas RA, bahwasanya ada seorang perempuan bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ayahnya yg meninggal,belum berhaji. "Badal hajikan bapakmu," demikian kata Rasulullah SAW. 

 

"Dari kedua hadis tersebut di atas, bisa disimpulkan membadali haji orang yang sudah meninggal itu dibolehkan. Kewajiban hajinya sudah tertunaikan," kata Kiai Wazir.     

 
Berita Terpopuler