Mengapa Mobil Listrik tidak Laku Dijual?

Mobil listrik masih sepi peminat dan penjualannya masih rendah di Indonesia.

Reuters
Seorang pekerja membersihkan mobil listrik Hyundai IONIQ 5 saat Indonesia International Motor Show di Jakarta, Indonesia, 16 Februari 2023.
Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menyebutkan keterbatasan model electronic vehicle (EV) atau kendaraan listrik menjadi salah satu alasan mobil listrik masih sepi peminat dan penjualannya masih rendah di Indonesia.

"Pilihannya enggak banyak cuma dua merek, misalnya cuma Wuling sama Hyundai. Warnanya sih banyak tapi modelnya enggak banyak jadi ini yang kita coba kita handle," kata Deputi Bidang Koordinaasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin dalam media briefing di Jakarta, Rabu (31/5/2023).

Rachmat menuturkan masalah yang paling fundamental dalam membangun industri EV adalah isu permintaan. Saat ini, Indonesia belum memiliki EV dengan harga yang terjangkau. EV jauh lebih mahal dari kendaraan berbahan bakar minyak dengan kualitas setara bahkan perbedaannya bisa mencapai 30-40 persen.

Selain menghadapi masalah permintaan, tantangan suplai juga menjadi isu yang harus dihadapi pemerintah agar EV bisa diadopsi. Kapasitas EV domestik masih rendah dengan kapasitas produksi 29.000 mobil, 2.480 bus dan 1,42 juta sepeda motor per tahun. Belum lagi investor memerlukan dukungan pasar berupa kerangka hukum dan insentif untuk mendorong investasi.

Kendati demikian, Rachmat optimistis penjualan kendaraan listrik bisa lebih banyak lantaran kepemilikan kendaraan di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga. Padahal, industri otomotif memiliki peran signifikan terhadap perekonomian Indonesia sebagai pusat manufaktur.

"Kepemilikan mobil di Indonesia masih rendah, mungkin 1/5 nya dari Malaysia. Malaysia dengan penduduk sekitar 32 juta penjualannya sekitar 720 ribu. Jadi kita masih mempunyai pasar ke depan dengan ekonomi yang lebih luas lagi," ucapnya.

Optimisme pemerintah mengenai peralihan menuju kendaraan listrik turut dilatarbelakangi oleh penghematan biaya operasional EV yang lebih rendah dibandingkan kendaraan konvensional.

"Saya sudah pakai dari 2021, biaya transportasi saya fuel cost turun bisa 80 persen. Karena ada kebaikan pajak, saya bayar pajak 2, mobil ICE saya sama dengan mobil saya 1/10 nya misalnya untuk EV. Ibaratnya kalau udah nyoba enak dan ini kita yakin," sebut dia.

Isu peningkatan kesadaran mengenai isu lingkungan juga disebutnya akan menjadi faktor yang mendorong minat konsumen terhadap EV. Termasuk juga tren global yang akan menyediakan model EV sesuai dengan pasar Indonesia.

Baca Juga

Penjualan mobil listrik sempat naik setelah....

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, setelah implementasi program Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN-DTP), terjadi kenaikan penjualan cukup signifikan pada industri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) Roda empat.

"Pada periode April, terjadi kenaikan penjualan mobil listrik sebesar 1.345 unit. Meningkat sebesar 44 persen dibandingkan penjualan periode maret sebesar 928 unit," ujar Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Rabu (10/5/2023).

Demi mendukung akselerasi mobil listrik dan bus listrik, pemerintah meluncurkan program insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN-DTP) atas pembelian kendaraan listrik roda empat dan bus. Pemberian insentif diberikan dengan persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen bagi mobil listrik dan TKDN minimal 20 persen untuk bus listrik.

Kebijakan tersebut dituangkan pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023.

 

 
Berita Terpopuler