Makanan Pemberian Non-Muslim, Apakah Halal dan Apa Sikap Kita?  

Makanan halal tidak dipengaruhi faktor pemberi selama terkonfirmasi kehalalannya

Republika/Thoudy Badai
Pramusaji menyiapkan kotak nasi (ilustrasi). Makanan halal tidak dipengaruhi oleh faktor pemberi selama terkonfirmasi
Rep: A Syalaby Ichsan Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejatinya, status kehalalan dan keharaman dalam makanan yang hendak dikonsumsi ditentukan oleh dua hal. Keduanya antara lain zat dan cara mendapatkan makanan tersebut. 

Baca Juga

Dalam Alquran, seluruh makanan dan minuman dihalalkan kecuali jika terdapat nash yang mengecualikan atau mengharamkan makanan tersebut secara zat. 

Tidak hanya itu, cara mendapatkan makanan dari rezeki yang kita peroleh pun menjadi syarat krusial lainnya. 

Dalam contoh hukum mengonsumsi makanan dari non-Muslim, boleh dilakukan asalkan zat di dalam makanan tersebut tidak tergolong zat-zat yang diharamkan. 

Selain itu, proses untuk menjadikan makanan itu pun harus dilalui dengan halal. Semisal, apabila makanan yang diberikan ke seorang Muslim itu adalah opor ayam, perlu dipastikan ayamnya ketika disembelih telah melalui proses halal dan Islam. Tak hanya itu, memasak opor ayam tersebut pun tak boleh sembarangan. 

Alat masak yang hendak diguna kan untuk memasak opor ayam tadi juga perlu dipastikan tidak bekas memasak makanan-makanan yang mengandung zat haram. 

Apalagi apabila alat masak tersebut sebelumnya tidak dicuci, sudah dipastikan zat haram dari makanan sebelumnya masih menempel. 

Apabila semua proses tersebut ditempuh secara halal, makanan tersebut dihukumi halal meski dimasak oleh non-Muslim. 

Dalam kitab I'anat at-Thalibin disebutkan, makanan yang dimasak secara halal oleh non-Muslim untuk seorang Muslim dapat dihukumi suci atau halal. 

Baca juga: Mualaf Lourdes Loyola, Sersan Amerika yang Seluruh Keluarga Intinya Ikut Masuk Islam

Ustadz Ahmad Sarwat dari Rumah Fiqih Indonesia menjelaskan, halal haram sebuah makanan dalam Islam diukur dari kaidah-kaidah dan syariat yang telah diatur. 

Dia sepakat bahwa penentuan hukum halal haramnya sebuah makanan ditentukan dari zat dan cara memperolehnya. Untuk itu, apabila kedua hal tadi dapat dipenuhi, sekalipun makanan yang dikonsumsi oleh seorang Muslim itu berasal dari orang yang non-Muslim, hukum memakannya halal dan boleh. 

Sementara untuk proses penyediaan makanan, dia menggarisbawahi, apabila makanan yang diberikan berupa daging, hal itu perlu dilihat dari berbagai aspek.

Dia mengatakan, beberapa ulama berpendapat, daging yang disembelih oleh non-Muslim yang beragama Yahudi dan Nasrani dihukumi halal bagi umat Islam. 

Dasarnya, yakni kedua agama tersebut merupakan agama Samawi. Sedangkan, bagi kebanyakan ulama, kata dia, tidak menjadikan penyebutan nama Allah SWT sebagai syarat sahnya penyembelihan. 

Kitab Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid karya Ibnu Rusyd menyebut, ada tiga syarat untuk menyembelih hewan. Pertama, membaca basmalah. Ini berdasarkan firman Allah SWT di dalam QS al-Anam ayat 121. 

 وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ "Dan, janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan."

Meski demikian, ada hadits Rasulullah SAW yang bersumber dari Hisyam dan diriwayatkan oleh Imam Malik. Bunyinya adalah: 

Rasulullah SAW ditanya, "Wahai Rasulullah, beberapa orang dusun datang kepada kami dengan membawa dua onggok daging yang kami tidak tahu apakah mereka sudah menyebut nama Allah padanya saat menyembelih atau belum. Beliau bersabda, "Sebutkanlah nama Allah padanya, kemudian baru makanlah."

Imam Malik berpendapat, ayat tadi menasakhkan (membatalkan) hadis ini. Ia pun bertafsir, hadits ini keluar pada zaman permulaan Islam.

Baca juga: 7 Daftar Kontroversi Panji Gumilang Pimpinan Al Zaytun yang tak Pernah Tersentuh

Namun, pendapat ini disanggah Imam Syafii karena menurut Imam Syafii, hadits ini keluar di Madinah sementara ayat Alquran tadi turun di Makkah. Untuk itu, Imam Syafii berpendapat, hukum membaca basmalah saat kurban adalah termasuk sunah muakad. 

Selain agama Samawi, daging-daging sembelihan terkadang disembelih dengan niat untuk dipersembahkan kepada dewa atau roh sesembahan lainnya. 

Ditambah, daging tersebut menjadi haram apabila hewan-hewan yang disembelih itu dikhususkan untuk sesajen dan makhluk halus. Hal tersebut jelas menjadi haram karena dalam Islam hal itu sama saja dengan perbuatan syirik dan menyekutukan Allah SWT. 

Secara umum, halal-haramnya makanan yang diberikan oleh non- Muslim berkutat pada dua hal tadi. Selebihnya, kehalalan dan keharaman makanan tersebut bersifat umum dan tidak dipengaruhi apakah sumbernya merupakan Muslim atau non-Muslim.   

 
Berita Terpopuler