Usai Bule Nakal Sering Viral, Polda Bali Ingatkan UU ITE Ancam Perekam dan Penyebar Video

Kapolda Bali menegaskan, masyarakat semestinya melaporkan wisatawan nakal.

Dok. Twitter
Tangkapan layar seorang bule telanjang saat berlangsungnya pertunjukan tari Bali di Puri Saraswati Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali. Polda Bali telah memeriksa bule tersebut.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, Belakangan aksi wisatawan asing atau bule nakal berulah di Bali viral di media sosial (medsos). Terbaru, seorang bule memamerkan kemaluannya saat berboncengan sepeda motor membuat heboh dunia maya setelah sebelumnya geger aksi seorang bule wanita bugil ikut menari dalam sebuah pertunjukan tari di Pulau Dewata.

Baca Juga

Namun, Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Bali Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra meminta agar masyarakat tidak sembarang dalam menyebarkan hingga memviralkan tindakan-tindakan nakal wisatawan mancanegara di medsos. Dalam konferensi pers di Rumah Jabatan Gubernur Bali Jaya Sabha Denpasar, Ahad (28/5/2023), disampaikan bahwa selain dapat merusak citra pariwisata Pulau Dewata, tindakan memviralkan aksi wisman itu dapat dikaitkan dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Berkaitan dengan peran serta masyarakat dan perilaku memviralkan kan ada UU ITE, itu akan kita proses jadi tidak sembarangan. Peran masyarakat adalah melaporkan untuk mencegah terjadinya perbuatan menyimpang yang diperbuat wisatawan," kata dia.

Jayan Danu menegaskan, masyarakat semestinya melaporkan tindakan nakal wisman. Bukan justru direkam dan diviralkan karena berpotensi diproses hukum apabila memenuhi unsur pelanggaran UU ITE.

Hal sama juga disampaikan Gubernur Bali Wayan Koster yang mengimbau agar tidak memfasilitasi tindakan nakal wisman selama berada di Pulau Dewata. Ia menegaskan bahwa tindakan memviralkan ini telah diproses kepolisian.

"Masyarakat Bali dilarang memfasilitasi wisatawan mancanegara yang melakukan aktivitas tidak sesuai dengan izin visa atau ketentuan perundang-undangan," kata dia.

Apabila masyarakat melihat atau mengetahui tindakan nakal atau tidak pantas dari wisatawan mancanegara, Koster meminta untuk langsung melaporkan perilaku itu kepada kepolisian, imigrasi, satpol pp, pecalang, atau dinas pariwisata. Meski demikian, Gubernur Bali Wayan Koster juga mengakui bahwa selama ini pihaknya bergerak cepat menindak wisman nakal setelah ulah mereka masuk pemberitaan.

"Kami langsung bergerak, yang dideportasi sesuai persyaratan perundang-undangan, juga ada pelanggaran seperti penyimpangan izin visa juga dilakukan proses hukum di Polda Bali, itu berjalan dan tentu bisa terkena hukum pidana," ujarnya.

Selanjutnya, Polda Bali bersama Pemprov Bali dan Kanwil Kemenkum HAM Bali akan memberlakukan kebijakan menyeluruh tentang tata kelola pariwisata Bali. Sehingga setiap tindakan nakal wisman dapat diselesaikan sekaligus bukan satu per satu.

 

 

Yang terbaru, kata Koster, wisatawan mancanegara bahkan dikabarkan menggunakan mata uang kripto sebagai alat transaksi pembayaran. Padahal, ia menegaskan, bahwa satu-satunya transaksi menggunakan mata uang rupiah.

"Masyarakat Bali berkewajiban melaporkan perilaku wisatawan mancanegara yang tidak pantas dan melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan izin visa kepada kepolisian setempat, imigrasi, Satpol PP, pecalang, dan dinas pariwisata," ujar Koster.

In Picture: Paguyuban Korban UU ITE Menuntut Revisi

Anggota Paguyuban Korban UU ITE (Paku ITE) melakukan aksi Revisi Total UU ITE saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Ahad (28/5/2023). Dalam aksinya mereka menuntut pemerintah segera merevisi UU ITE dan tolak RKUHP. - (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

 

Wayan Koster menyebut sudah ada 129 orang wisatawan mancanegara yang dideportasi sejak Januari hingga Mei 2023 akibat melakukan tindakan melanggar peraturan perundang-undangan dan kepariwisataan Bali.

"Terkait dengan berbagai pelanggaran yang terjadi, sudah dilakukan proses penindakan, ada yang dideportasi sampai sekarang mencapai 129 orang sejak Januari lalu, ini cukup banyak dan artinya kita sangat responsif," kata Koster.

Selain deportasi, orang nomor satu di Pemprov Bali itu menyebut ada tindakan lain yang dilakukan terhadap wisman yang melanggar peraturan dan menyimpang dari izin visa, yaitu upaya hukum berupa pidana. 

"Ada proses hukum pidana yang dilaksanakan sebanyak 15 orang, ini banyak juga dan 1.100 orang diproses karena pelanggaran lalu lintas," sebutnya. 

Menurut Wayan Koster, tindakan nakal wisatawan mancanegara yang muncul belakangan tak lepas dari konsekuensi kebijakan percepatan pemulihan pariwisata pasca-pandemi Covid-19, di mana banyak kelonggaran yang didapat wisatawan. Kelonggaran tersebut berupa penerapan visa on arrival kepada lebih dari 80 negara dan pembebasan visa, meski banyak mengandung sisi baik, namun ada pula kelemahannya sehingga penting untuk dievaluasi agar tidak membuat pariwisata Bali terkesan murah. 

"Berikutnya kami akan memberlakukan kebijakan menyeluruh tentang tata kelola kepariwisataan Bali dalam beberapa minggu yang akan datang supaya tidak terjadi penanganan kasus per kasus, tapi memberlakukan kebijakan secara menyeluruh," kata dia.

 

 

Akademisi yang juga Ketua Program Doktor Ilmu Pariwisata Universitas Udayana Prof Dr Nyoman Sunarta mengatakan, pengelolaan pariwisata Bali membutuhkan upaya-upaya proaktif. Sehingga persoalan yang sama tidak terus berulang.

"Ke depan, kita mestinya berpikirnya proaktif, jangan begitu ada masalah di bidang pariwisata kita panik dan reaktif. Mestinya sebelum ada masalah kita harus siapkan jurus-jurus penting," kata Prof Sunarta di Denpasar, belum lama ini.

Ia menyampaikan seperti halnya persoalan wisatawan mancanegara yang belakangan ini semakin banyak yang berulah dan juga daya dukung lingkungan terhadap pariwisata.

"Kami di akademisi sebenarnya sudah tahu apa yang akan terjadi 10 tahun ke depan, seperti yang terjadi terkait daya dukung sebenarnya sesuai dengan hasil riset-riset di perguruan tinggi. Contohnya saja kita sudah kekurangan air," ujarnya.

Menurut Sunarta ketika belum terjadi kita cenderung membiarkan dan ketika kekeringan benar-benar terjadi baru bertindak reaktif.

"Seharusnya kita mulai memikirkan apa yang akan terjadi ke depan dan harusnya persepsi berbagai pemangku kepentingan di bidang pariwisata itu sama. Termasuk soal goal pariwisata berkualitas (quality tourism)," ucapnya.

Menurut Sunarta, Bali harus berani memilih pariwisata massal (mass tourism) atau pariwisata berkualitas (quality tourims) yang akan dikembangkan ke depannya.

"Untuk pilihan ini tentu harus ada yang dikorbankan. Mass tourism itu kan lawannya quality tourism, ya kalau dipilih dua-duanya tidak mungkin. Harus dipilih sekarang termasuk kapan goal-nya," ujarnya.

Sunarta pun berharap adanya regenerative tourism, sehingga dampak positif dari pariwisata itu Bali merata kepada semua pemangku kepentingan termasuk untuk masyarakat lokal dan lingkungan alam serta jangan hanya dinikmati pelaku industri pariwisata semata.

 

Pariwisata Indonesia - (Republika)

 
Berita Terpopuler