Nge-Vape Dekat Anak, Jangan Dikira Aman!

Rokok elektrik alias vape tidak aman bagi kesehatan.

www.freepik.com
Vape (ilustrasi). Paparan aerosol dari rokok elektrik juga akan menghambat kinerja makrofag dalam menangkal virus dan bakteri yang masuk ke paru-paru.
Rep: Gumanti Awaliyah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Paparan asap rokok elektrik sering kali dianggap tidak berbahaya dan tidak berdampak pada kesehatan. Dokter spesialis anak subspesialisasi pulmonologi respirologi Dimas Dwi Saputro menegaskan bahwa rokok elektrik alias vape sangat berbahaya karena bisa memicu pneumonia yang mengancam jiwa anak, bahkan orang dewasa.

Dokter Dimas menjelaskan, rokok elektrik mengeluarkan aerosol yang ukuran partikelnya di bawah 1 mikron atau ultrafine particle. Artinya, ketika aerosol terhirup, maka akan bisa menembus saluran alveoli yang berfungsi sebagai pertukaran oksigen dan karbondioksida pada paru-paru. Jika alveoli terganggu, bisa dipastikan pertukaran gas juga akan terhambat.

Selain itu, paparan aerosol dari rokok elektrik juga akan menghambat kinerja makrofag dalam menangkal virus dan bakteri yang masuk ke paru-paru. Ketika aerosol terhirup, makrofag hanya akan fokus menangkal aerosol tersebut, dan membuat pekerjaannya untuk menangkal virus dan bakteri lain tidak optimal.

"Kalau sudah begitu, maka tubuh akan semakin mudah terinfeksi penyakit," kata dr Dimas dalam seminar daring bertajuk "Hari Tanpa Tembakau Sedunia, disimak di Jakarta, Sabtu (27/5/2023).

Baca Juga

Dokter Dimas mencontohkan, ketika terkena virus, anak seharusnya hanya mengalami batuk pilek biasa. Akan tetapi, karena kerja makrofag tidak optimal, sakitnya bisa semakin parah sampai ke saluran napas bawah.

"Jadilah radang paru atau pneumonia. Intinya, semua titik respiratori pada saluran napas bisa terdampak oleh rokok elektrik," kata dr Dimas.

Berbicara soal dampak dari paparan asap rokok elektrik, dr Dimas kemudian merujuk pada sebuah studi berjudul "Secondhand nicotine vaping at home and respiratory symptoms in young adults". Studi kesehatan dari California, AS ini dikumpulkan dengan survei tahunan berulang dari 2014 (usia rata-rata 17,3 tahun) hingga 2019 (usia rata-rata 21,9 tahun).

Dari studi itu diketahui bahwa prevalensi perokok pasif vape meningkat dari 11,7 persen menjadi 15,6 persen selama periode tersebut. Tak hanya itu, peneliti juga mencatat prevalensi gejala bronkitis mencapai angka 19,4 persen hingga 26,0 persen, lalu prevalensi sesak napas 16,5 persen hingga 18,1.

Dokter Dimas menjelaskan studi tersebut melihat keterkaitan antara paparan orang yang terkena paparan asap vape dengan gejala bronkitis dan sesak napas. Dari situ tercermin rokok elektrik tidak aman.

"Jika Anda belum pernah merokok atau menggunakan produk tembakau atau produk rokok elektrik lainnya, jangan mulai menggunakan vape karena rokok elektrik akan merugikan kesehatan," ujar dr Dimas.

Dokter Dimas juga mengingatkan bahwa asap vape yang menempel di karpet, kain, perabotan, rambut, mainan, dan lainnya akan bisa bertahan hingga satu bulan. Karenanya, dia meminta orang tua atau dewasa untuk tidak pernah merokok atau vaping di dalam rumah atau mobil karena paparan asapnya bisa terhirup oleh anak dan membahayakan nyawa si kecil.

"Saya pernah baca satu studi yang meneliti bahwa ketika peserta berhenti merokok, kadar nikotin yang tertinggal di seprai, bantal, atau barang lain masih terdeteksi, bahkan tetap tinggi, meskipun orangnya sudah berhenti merokok selama satu bulan terakhir. Jadi memang dampaknya enggak main-main," kata dia.

 
Berita Terpopuler