25 Persen Peserta Didik di Indonesia Disebut Alami Perundungan

Bentuk perundungan yang dialami peserta didik beragam.

Kemendikbudristek
Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim.
Rep: Ronggo Astungkoro Red: Irfan Fitrat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hasil Asesmen Nasional (AN) 2021 atau Rapor Pendidikan tahun 2022 disebut menunjukkan sekitar 25 persen peserta didik di Indonesia mengalami perundungan (bullying). Karena itu, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menekankan urgensi mengatasi perundungan di satuan pendidikan.

Baca Juga

Menurut Nadiem, berdasarkan hasil AN, bentuk perundungan yang dialami 25 peserta didik itu beragam. Baik perundungan secara fisik, verbal, sosial/relasional, ataupun perundungan secara daring (cyberbullying).

“Salah satu upaya yang tengah kami lakukan untuk mengatasi perundungan di satuan pendidikan adalah menerapkan program Roots Indonesia. Sebagai sebuah gerakan, tentunya upaya ini harus kita lakukan bersama. Pendidikan yang maju berawal dari sekolah yang bebas dari kekerasan,” kata Nadiem.

Sejak 2021, dalam program Roots, disebut telah dilakukan pendampingan terhadap 7.369 sekolah jenjang SMP dan SMA/SMK di 489 kabupaten/kota di 34 provinsi. Diberikan pelatihan juga terhadap 13.754 fasilitator guru antiperundungan di tingkat SMP dan SMA/SMK.

“Berdasarkan data hasil monitoring program Roots tahun 2021, telah terbentuk 43.442 siswa agen perubahan antiperundungan, yang berperan untuk menyebarkan pesan dan perilaku baik di lingkungan sekolah,” kata Nadiem.

Untuk memperluas gerakan dan dampak manfaat dari program Roots, menurut Nadiem, tahun ini Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek kembali memulai rangkaian program Roots. Kegiatan diawali dengan sosialisasi kepada jajaran Dinas Pendidikan tingkat provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia.

 

 

Nadiem mengatakan, setiap elemen memiliki peran masing-masing dalam upaya mengatasi perundungan. Pemerintah daerah, kata dia, dapat mendukung sekolah yang menerapkan program Roots. 

Adapun warga sekolah disebut harus berkolaborasi mencegah dan menangani tindak perundungan atau kekerasan. Orang tua pun berperan dalam menciptakan lingkungan rumah yang aman dan mendorong anak-anak menjadi agen perubahan.

“Dan masyarakat sekitar harus bergotong royong melindungi anak dari kekerasan,” ujar Nadiem. 

Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Suharti, menekankan peran krusial Dinas Pendidikan dalam mendukung pelaksanaan program Roots Indonesia 2023. Peran tersebut, antara lain memastikan keikutsertaan satuan pendidikan terpilih untuk mengikuti bimbingan teknis dan memfasilitasi penggunaan dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) untuk pelaksanaan program Roots Indonesia.

“Serta mengawal dan memastikan satuan pendidikan sasaran menerapkan program Roots Indonesia setelah mengikuti bimtek (bimbingan teknis) kepada fasilitator guru,” kata Suharti.

Menurut Suharti, Dinas Pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota juga diharapkan dapat mengembangkan program Roots Indonesia di daerah masing-masing agar terus berjalan berkelanjutan, dan menyebarluaskannya ke satuan pendidikan lainnya.

“Semoga kita dapat bersama menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, berkebinekaan, dan aman bagi semua. Mari bersama atasi perundungan,” kata Suharti.

 
Berita Terpopuler