Bandingkan Muhammadiyah dengan Malaysia, Thomas Djamaluddin: Wujudul Hilal Kriteria Usang

Thomas Djamaluddin ajak Muhammadiyah menuju ke kesatuan umat Islam Indonesia..

Republika/Putra M. Akbar
Wujudul Hilal Kriteria Usang, Thomas Djamaluddin Bandingkan Muhammadiyah dengan Malaysia. Foto: Thomas Djamaluddin
Rep: Nawir Arsyad Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA —  Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin mengatakan, dirinya memang menyebut kriteria wujudul hilal (WH) sebagai kriteria usang. Namun, kritik itu bukan untuk menghina atau merendahkan Muhammadiyah.

Baca Juga

“Tetapi, sekadar menunjukkan fakta bahwa kriteria WH sudah lama ditinggalkan oleh ormas atau negara lain,” kata Thomas dalam keterangannya kepada Republika, Jumat (19/5/2023). 

Dia mencontohkan, beberapa organisasi masyarakat, seperti Persis, lalu Malaysia dan banyak negara lain sudah lama meninggalkan metode tersebut. “Arab Saudi masih menggunakan kriteria WH untuk kalender Ummul Quro, tetapi sekadar sebagai kalender sipil, bukan kalender ibadah. Untuk penentuan waktu ibadah, Arab Saudi menggunakan rukyat murni,” kata dia.

Menurut Thomas, alasannya mengkritisi metode tersebut hanya sebatas ajakan kepada Muhammadiyah untuk menuju kesatuan umat dalam bingkai persatuan Indonesia. Apalagi, hal itu dia sebut sejalan dengan perintah QS 3:103 untuk tidak berpecah belah.

“Dan sesuai juga dengan nilai-nilai sila ketiga Pancasila “Persatuan Indonesia”. Terkait dengan kebebasan menjalankan ibadah pada Pasal 29 UUD, konteksnya peribadahan yang berbeda agama seperti juga diajarkan dalam QS 109:1-6,” ujar dia.

Dia menjelaskan, dalam konteks kebebasan dalam menjalankan ibadah dalam suatu agama, masih dimungkinkan untuk saling mengingatkan. Khususnya, dengan perintah amar makruf nahi munkar atau menyuruh yang baik dan mencegah yang keliru.

Sebab itu, dia menekankan, perdebatan yang ada di media sosial Facebook awalnya tidak bisa disebut diskusi. Thomas mengatakan, Facebook sebagai awal mula percekcokan tidak bisa menjadi media diskusi mengingat fungsinya hanya sebagai media pertemanan.

“Kasus komentar APH di Facebook, di luar kendali saya. Apalagi, saat itu (21-22 April 2023, Red) saya sedang persiapan Idul Fitri dan mudik, jadi tidak membuka Facebook. Di dalamnya juga banyak komentar yang tidak saya ketahui yang sudah dihapus pemilik akun Aflahal,” kata dia.

Dalam penjelasannya, debat di Facebook beberapa waktu lalu yang menyeret dia berbeda dengan ajang diskusi yang memiliki moderator. Karena itu, semua orang di dalam forum daring itu dia sebut bebas menyatakan pendapat, suka maupun tidak.

“Karena tujuan media sosial saya untuk edukasi publik. Kadang diskusi tidak terhindarkan. Saya sebagai pemilik akun tidak bertindak sebagai moderator. Semua diskusi mengalir begitu saja di antara pengguna Facebook,” tutur dia. 

 

Sebelummya, pada acara silaturahmi menjelang Idul Fitri pada 18 April 2023, PP Muhammadiyah menjelaskan menggunakan metode hisab karena untuk kemudahan dan kepraktisan. Ketua PP Muhammadiyah Prof Syamsul Anwar menyebutkan bahwa kemudahan dalam Alquran menjadi sebuah prinsip Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran.

“Salah satu yang memberi kemudahan dalam kehidupan kita adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam penentuan awal bulan baru pun kita menggunakan kemudahan oleh ilmu pengetahuan tidak perlu bersusah-susah mengeluarkan biaya besar untuk menentukan masuk bulan baru seperti bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Kita cukup melakukan dengan perhitungan,” ungkapnya.

Selain itu Prof Syamsul Anwar mengungkapkan alasan kenapa dalam perhitungan hisab hakiki wujudul hilal menggunakan nol derajat, karena Indonesia berada di zona daerah timur bumi GMT +7 yang artinya 7 jam mendahului GMT. “Jika kita terlalu tinggi maka kita akan terlambat memasuki bulan baru dan rendah di timur penting untuk penyatuan kalender Islam secara global,” pungkasnya.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir menyampaikan melalui hisab hakiki wujudul hilal prinsipnya pada keberadaan atau wujudnya. “Hilal nol derajat sampai berapa pun itulah yang dipakai oleh Muhammadiyah. Maka jangan ditanyakan berapa derajatnya untuk menentukan karena dari nol sampai sekian,” ungkapnya dalam

Bagi Muhammadiyah, tidak bisa melihat atau tidak tampak belum tentu bahwa hilal tidak ada. Hal ini bisa diibaratkan suatu benda tidak bisa terlihat karena terhalang oleh benda lain ataupun karena kendala cuaca dan kendala teknologi.

Kemudahan lainnya yaitu bisa dipastikan jauh sebelumnya seperti masyarakat mengikuti tanggal kalender.

“Maka Muhammadiyah mengusulkan agar kita lebih sama ke depannya dengan kalender global atau kalender internasional. Dengan hisab kita bisa menghitung 50 sampai 100 tahun ke depan,” ungkapnya.

 

 

 
Berita Terpopuler