Benarkah Tidak Ada Larangan Korupsi dalam Alquran? 5 Ayat Ini Bantahannya 

Korupsi dalam Alquran dilarang dalam berbagai ayatnya

Rep: Muhyiddin Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, AKARTA – Muncul anggapan keliru di sejumlah kalangan bahwa Alquran tak menyatakan secara tegas larangan korupsi. Benarkah demikian?

Baca Juga

Mantan Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus, Hj Umma Farida, menjelaskan dalam Alquran ditemukan beberapa istilah yang mendekati terminologi korupsi pada masa sekarang.  

Dalam tulisannya yang berjudul “Anti Korupsi Dalam Alquran” di situs resmi STAIN Kudus, Umma Farida mengungkapkan empat istilah yang mendekati korupsi dalam Alquran.

Pertama, as-suht dalam surat Al Maidah ayat 42. Allah SWT berfirman dalam surat Al Maidah sebagai berikut:

سَمّٰعُوْنَ لِلْكَذِبِ اَكّٰلُوْنَ لِلسُّحْتِۗ فَاِنْ جَاۤءُوْكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ اَوْ  اَعْرِضْ عَنْهُمْ ۚوَاِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَّضُرُّوْكَ شَيْـًٔا ۗ وَاِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ

Artinya: “Mereka sangat suka mendengar berita bohong, banyak memakan (makanan) yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (Muhammad untuk meminta putusan), maka berilah putusan di antara mereka atau berpalinglah dari mereka, dan jika engkau berpaling dari mereka maka mereka tidak akan membahayakanmu sedikit pun. Tetapi jika engkau memutuskan (perkara mereka), maka putuskanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.” (QS Al Maidah ayat 42)

Al-Qurthubi menafsirkan makna as-suht yaitu seseorang yang membantu meluluskan keperluan rekannya, lalu orang yang ditolong tersebut memberikan hadiah dan diterima pihak yang ‘meluluskan’ itu.

Secara lebih tegas, asy-Sya’rawi, seorang ulama Mesir, mendefinisikan as-suht sebagai segala bentuk upaya yang dilakukan bukan dengan cara yang halal seperti suap, riba, mencuri, menjambret, merampas, serta segala jenis perjudian dan taruhan.

Baca juga: Mualaf Theresa Corbin, Terpikat dengan Konsep Islam yang Sempurna Tentang Tuhan

Kedua, ghulul dalam surat Ali Imran. Allah SWT berfirman:

وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّ  ۗوَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ  الْقِيٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ

Artinya: “Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi.” (QS Ali Imran ayat 161).

Pada mulanya istilah ghulul ini dimaknai hanya terbatas pada tindakan pengambilan, penggelapan atau berlaku curang dan khianat terhadap harta rampasan perang, karena lazimnya para sarjana tafsir banyak yang mengkaitkan ayat ini dengan peristiwa yang terjadi ketika perang Uhud. 

 

Namun seiring dengan perkembangan pemikiran kini, ghulul dimaknai secara lebih luas menjadi tindakan pengkhianatan terhadap harta-harta lainnya, termasuk di antaranya penggelapan terhadap harta publik

Ketiga, ghasb (perampasan) dalam surat Al Kahfi Allah SWT berfirman:

اَمَّا السَّفِيْنَةُ فَكَانَتْ لِمَسٰكِيْنَ يَعْمَلُوْنَ فِى الْبَحْرِ فَاَرَدْتُّ اَنْ اَعِييْبَهَاۗ وَكَانَ وَرَاۤءَهُمْ مَّلِكٌ يَّأْخُذُ كُلَّ سَفِيْنَةٍ غَصْبًا 

Artinya: “Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut; aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu.” (QS Al Kahfi ayat 79)

Istilah ghasb ini dimaknai dengan merampas, mengambil harta atau menguasai hak orang lain tanpa izin pemiliknya. Orang yang melakukan korupsi sama halnya dengan mengambil harta dan menguasai sesuatu yang sebenarnya bukan menjadi haknya.

Keempat, khianat dalam surat Al Anfal. Syams al-Azim Abadi menjelaskan bahwa orang yang berkhianat adalah orang yang diberi kepercayaan untuk mengurus sesuatu (barang) tetapi sesuatu itu diambilnya, kemudian ia mengaku kalau barang itu hilang atau ia mengingkari sesuatu itu ada padanya.

Sebagai bangsa yang bermartabat seharusnya kita mampu mencegah dan menekan semaksimal mungkin penyakit korupsi ini. Alquran juga menyetarakan orang-orang yang melakukan korupsi dengan orang-orang yang telah mengkhianati Allah SWT dan Rasululullah SAW. Allah SWT berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَخُوْنُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ وَتَخُوْنُوْٓا اَمٰنٰتِكُكُمْ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS Al Anfal ayat 27).

Baca juga: 7 Daftar Kontroversi Panji Gumilang Pimpinan Al Zaytun yang tak Pernah Tersentuh

 

Kelima, sariqah (pencurian) dalam surat Al Maidah. Allah SWT berfirman:

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْٓا اَيْدِيَهُمَا جَزَاۤءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَالًا ممِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ 

Artinya: “Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS Al Maidah ayat 38)

Umma Farida menjelaskan, batas minimal harta yang dicuri dan layak mendapat hukuman potong tangan dalam Islam adalah seperempat dinar. 

Jika satu dinar diasumsikan sama dengan satu gram emas, dan harga emas sekarang sekitar Rp 380 ribu, maka seperempatnya kurang lebih Rp 95 ribu.

“Sungguh tidak seberapa dibanding dengan banyaknya uang dan harta yang telah dicuri oleh para koruptor di negeri ini. Di sini, tampak jelas bahwa larangan yang ditekankan oleh Alquran sangatlah tegas dan ketat,” jelas dia.

 

 
Berita Terpopuler