Pelajar Muslim dan Imigran Jadi Sasaran Serangan Rasialisme di Berlin

Diskriminasi terhadap Muslim kini semakin tersebar luas di Jerman.

Foto : MgRol_94
Ilustrasi Islamofobia. Pelajar Muslim dan Imigran Jadi Sasaran Serangan Rasialisme di Berlin
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Sebuah kasus rasialis terhadap siswa sekolah di Berlin ramai diperbincangkan saat ini. Sebuah sekolah dengan kelas yang siswanya sebagian besar berlatar belakang Muslim dan imigran menjadi sasaran serangan rasisme tersebut.

Polisi Jerman mengumumkan penghinaan rasis ini dilakukan oleh sekelompok anak muda, yang merayakan ulang tahun di resor liburan Frauensee di negara bagian Brandenburg, tempat para siswa yang menjadi korban berkemah.

"Sebanyak 28 orang yang terlibat dalam serangan itu telah diidentifikasi dan penyelidikan telah dilakukan terhadap mereka," kata polisi dalam keterangan mereka dikutip di TRT World, Kamis (11/5/2023).

Para siswa langsung menghentikan kegiatan kemah mereka karena bahaya rasis dan kembali ke rumah lebih awal dari yang direncanakan. Pihak keamanan dipanggil, karena penyerang mencoba memasuki kamp pada malam hari dan mengancam dengan menggedor pintu dan jendela. Akibatnya, para siswa kembali ke rumah mereka di bawah pengawasan polisi.

Senator Pendidikan Berlin Katharina Günther-Wunsch mengutuk serangan rasis itu. “Saya tidak akan dan tidak boleh mentoleransi serangan seperti itu. Hal pertama yang harus dilakukan sekarang adalah membantu siswa sebaik mungkin,” kata dia.

Jerman telah menyaksikan kebangkitan rasialisme dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini terjadi karena dipicu oleh propaganda kelompok dan partai sayap kanan, yang mencoba menyebarkan ketakutan terhadap para imigran.

Baca Juga

Awal tahun ini, lembaga penyiaran publik MDR melaporkan sebuah keluarga Muslim diserang oleh tujuh pria di kota Merseburg, Jerman Timur. Para tersangka, berusia antara 19 dan 33 tahun. Semula mereka menghina secara rasial keluarga Muslim itu, kemudian menyerang mereka secara fisik sambil mendorong kereta bayi di jalan.

Menurut polisi, orang yang lewat terlibat dan menggunakan cairan iritasi terhadap penyerang, yang melukai empat orang. Atas kejadian itu, keluarga yang menjadi korban disebut tidak memerlukan perawatan medis.

Pihak kepolisian lantas disebut meluncurkan penyelidikan kriminal karena tujuh penyerang telah diketahui namanya. Menurut penelitian yang diterbitkan Dewan Pakar Integrasi dan Migrasi (SVR) Oktober tahun lalu, diskriminasi terhadap Muslim kini semakin tersebar luas di Jerman.

Hampir 48 persen responden mengatakan mereka percaya Islam tidak sesuai dengan masyarakat Jerman. Di sisi lain, 29 persen menyarankan untuk membatasi praktik Islam di negara tersebut.

Melukai tubuh, menghina, menghasut kebencian, vandalisme atau penggunaan simbol terlarang, adalah bentuk lain dari kejahatan terhadap umat Islam. Pada kuartal ketiga tahun 2022, Jerman melaporkan 120 kejahatan anti-Muslim.Insiden ini menyebabkan 10 orang terluka dan beberapa masjid rusak. Namun, tidak ada tersangka yang ditangkap atas kejahatan Islamofobia. Menurut sebuah studi oleh Mediendienst Integration, pihak berwenang atau polisi melakukan terlalu sedikit upaya untuk mencegah rasisme dan anti-semitisme.

Badan Anti-Diskriminasi Federal mengatakan telah menerima lebih dari 5.600 permintaan konsultasi pada 2021, dengan 37 persen tentang diskriminasi rasial. Selain itu, 32 persen laporan yang mereka terima berisi tentang diskriminasi berdasarkan kecacatan.

Sebuah laporan oleh Pusat Riset Integrasi dan Migrasi Jerman (DeZIM-Institut) mengkaji berbagai aspek masalah rasisme Jerman. Laporan tersebut menunjukkan kesadaran rasial dalam masyarakat Jerman berbeda antarkategori.

Misalnya, sementara sekitar 60 persen populasi setuju bahwa rasisme terhadap Yahudi dan orang kulit berwarna ada di Jerman, tetapi hanya 44,5 persen yang percaya rasisme anti-Muslim ada. Penelitian ini juga menunjukkan masyarakat Jerman tidak percaya rasisme adalah masalah sosial yang meluas. 33 persen responden menganggap mereka yang terkena rasisme terlalu sensitif, sementara 52 persen menganggap mereka penakut.

"Lebih dari separuh responden menganggap mengkritik rasialisme adalah bentuk penindasan terhadap kebebasan berekspresi mereka," kata laporan tersebut.

Popularitas partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) meningkat setelah secara terbuka memprotes Islam dan pengungsi di negara tersebut. Kelompok sayap kanan melakukan setidaknya 1.138 tindakan kekerasan di negara itu tahun lalu. Menurut angka resmi, sedikitnya 478 orang terluka dalam serangan tersebut.

 
Berita Terpopuler