Benarkah Ali Bin Abu Thalib Tidak Pernah Mengakui Kepemimpinan Abu Bakar?

Ali bin Abu Thalib berbait kepada Abu Bakar dan mengakui kepemimpinannya

MgIt03
Ilustrasi Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abu Thalib berbait kepada Abu Bakar dan mengakui kepemimpinannya
Rep: Hasanul Rizqa Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Muncul tuduhan dari sebagian kalangan bahwa Ali bin Abi Thalilb tidak pernah mengakui kepemiminan Abu Bakar alaihissalm?"

Baca Juga

Tahun ke-11 Hijriyah, umat Islam merasakan kesedihan yang teramat dalam. Sebab, Nabi Muhammad SAW telah wafat, tepatnya pada Senin, 12 Rabiul Awwal (ber tepatan dengan 9 Juni 632). Sebelumnya, kondisi fisik Baginda shalallahu 'alaihi wasallam memang terus menurun.

Beberapa hari menjelang wafat, beliau memang sempat menunjukkan tanda-tanda pulih. Oleh karena itu, seluruh warga Madinah dan akhirnya Jazirah Arabia terkejut bukan kepalang begitu mendengar Rasulullah SAW telah tiada. 

Kaum Muslimin jelas berduka, tetapi tak lantas berlarut-larut terbawa perasaan. Sebab, ada urusan yang tak kalah penting sepeninggalan Nabi SAW, yakni kepemimpinan umat. Sejarah mencatat, peralihan tonggak pemimpin berjalan dengan dinamika. Sebab, Rasul SAW tidak pernah mengatakan secara definitif siapa penerusnya kelak setelah beliau meninggal dunia.

Setelah hari wafat beliau, sejumlah orang Muslim di Madinah berkumpul di Saqifah (Balai) Bani Saidah. Mereka terdiri atas para pemuka golongan Anshar, khususnya dari Bani Aus dan Khazraj.

Muncul kesepakatan awal. Mereka hendak mengangkat Sa'd bin Ubadah sebagai pengganti Rasul SAW dalam memimpin umat. Nabi Muhammad SAW jelas meru pakan utusan Allah SWT yang terakhir (khatam al-anbiya). Oleh karena itu, rapat ini semata-mata memaklumkan penerus kepemimpinan, bukan kenabian."

Sa'd ada lah tokoh penting yang berasal dari Bani Khaz raj. Betapa pun demikian, tak semua ang go ta Suku Aus menyetujui permakluman ini. Kabar adanya rapat di Saqifah tersebut membuat penduduk Madinah dari ka langan Muhajirin (pendatang) cukup terkejut.

Baca juga: 6 Fakta Seputar Saddam Hussein yang Jarang Diketahui, Salah Satunya Anti Israel  

Apalagi, mereka umumnya masih fokus pada pemakaman jasad mulia Rasulullah SAW. Di tengah situasi demikian, tiga orang terkemuka dari golongan ini lantas bergerak menuju balai pertemuan itu. Mereka adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah bin Jarrah.

Sampai di sini, hampir-hampir terjadi perpecahan. Baik pihak Anshar maupun Mu hajirin sama-sama merasa berhak menjadi penerus kepemimpinan. Keadaan mulai mereda ketika Abu Bakar berinisiatif menyampaikan pidato. Ketokohan sahabat berjulukan ash-Shiddiq itu memang tak diragukan.

Dialah orang yang mendampingi Nabi SAW di dalam gua saat dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah di tengah pengejaran oleh kaum musyrikin pula. Hadirin di Saqifah pun menyimak dengan penuh perhatian.

Abu Bakar dalam pidatonya menegaskan adanya keutamaan dalam diri golongan Muhajirin dan Anshar. Mertua Nabi SAW itu kemudian menyimpulkan, pemim pin hendaknya berasal dari Muhajirin, sedangkan menterinya (wazir) dari Anshar. Situasi kembali menghangat.

Pemuka Bani Khazraj, Al-Habab bin Munzir, menegas kan keinginan kaum Anshar untuk me miliki tampuk pimpinan. Bahkan, Ibnu Mun zir sampai-sampai mengajak agar ma sing-masing golongan boleh memiliki pemimpin yang berbeda. Keadaan semakin tegang.

Mendengar itu, Basyir bin Saad bangkit. Tokoh Anshar dari Bani Aus ini meminta hadirin untuk tetap tenang. Ditegaskannya pula, kaum Anshar dalam membela Islam semata-mata didasari niat Lillahi Ta'ala dan ketaatan pada Nabi SAW.

Oleh ka rena itu, menurut dia, tidak layak mereka berebut jabatan dari kaum Muhajirin. Apalagi, Rasul SAW sendiri berasal dari Suku Quraisy. Lebih berhak bila kaumnya tampil untuk memimpin umat.

Ucapan ini ternyata menyentuh hati seluruh tokoh di balai pertemuan tersebut. Ketika nama Rasulullah SAW disebut-sebut, perasaan mereka campur aduk, sedih dan malu. Orang-orang yang tadinya berkeras ingin kaumnya mendapatkan jabatan, kini tertunduk.

Mengutip buku Ensiklopedi Tematis Dunia  inilah detik-detik munculnya khulafaur rasyidin. Sesudah para peserta ter kesima pidato Basyir bin Saad, Abu Bakar kemudian mengusulkan agar mereka seluruhnya berbaiat kepada salah satu dari dua tokoh ini: Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah.

Namun, keduanya secara serentak menolak usulan itu. Umar me rasa Abu Bakar lebih layak menjadi pemimpin. Hal yang sama diyakini Abu Ubai dah dan Basyir bin Saad. Akhirnya, seluruh hadirin menyatakan sumpah setia kepada Abu Bakar.

Peristiwa ini disebut sebagai Baiat Pertama. Adapun Baiat Kedua diseleng garakan di Masjid Nabawi dengan dihadiri se luruh penduduk Madinah. Ali bin Abi Thalib sempat terlambat menyatakan sumpah setia terhadap Abu Bakar.

Hal ini dilaku kannya untuk menenggang perasaan istri nya yang juga putri Rasul SAW, Fatimah. Suatu kali, Fatimah menanyakan harta warisan ayahnya, tetapi Abu Bakar men jawab, Setiap rasul tidak pernah meninggalkan warisan bagi keluarganya. Perempuan mulia itu ternyata kurang begitu senang.

 

Untuk menjaga perasaan istrinya itu, Ali menunda melakukan baiat hingga Fatimah wafat, yakni sekitar 15 bulan pasca-Rasulullah SAW wafat. Khilafah Abu Bakar, Umar, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Mereka merupakan para sahabat Nabi SAW yang mulia.  

 
Berita Terpopuler