Psikolog Ungkap Faktor Penyebab Remaja Berani Melakukan Hubungan Seksual

Banyak faktor yang membuat anak berani melakukan hubungan seksual di usia remaja.

Antara/Basri Marzuki
Seorang remaja putri membawa peraga kampanye pada Kick Off Gerakan Pencegahan Perkawinan Anak di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (30/1/2020). Kasus seks bebas di kalangan remaja merupakan masalah besar menurut psikolog.
Rep: Desy Susilawati Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melihat data statistik, praktisi psikolog keluarga, Nuzulia Rahma Tristinarum, mengungkapkan bahwa kasus remaja yang telah melakukan hubungan seksual termasuk besar. Jumlah pelakunya cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Menurut Nuzulia, banyak faktor yang membuat anak berani melakukan hubungan seksual di usia remaja, seperti remaja putri berusia 15 tahun yang tersangkut kasus hukum bersama kekasihnya.  Pengetahuan yang kurang mengenai dampak seks bebas disinyalir menjadi salah satu penyebabnya.

Baca Juga

Selain itu, ada juga remaja yang melakukan seks bebas akibat masalah mental dalam hal ekonomi. Mereka ingin mendapatkan uang dengan instan.

Faktor lainnya adalah kurang pengawasan dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Nuzulia menyebut ketidakharmonisan dalam keluarga juga turut andil yang membuat kasus remaja yang telah melakukan seksual menjadi tinggi.

Tak hanya itu, kurangnya kasih sayang orang tua dalam bentuk quality time dan komunikasi dua arah menyebabkan anak sering mencari kasih sayang di luar rumah. Nuzulia mengatakan, anak yang memiliki kemarahan dan dendam pada orang tertentu atau ketidakpuasan pada situasi tertentu juga lebih mudah melakukan hubungan seksual di usia remaja.

"Misalnya marah pada orang tuanya, marah pada kondisi keluarganya," ungkap perempuan yang akrab disapa Lia ini kepada Republika.co.id, Sabtu (15/4/2023).

Lia menyebut anak remaja melakukan hubungan seksual sebelum waktunya dan di luar nikah juga karena tidak memiliki nilai spiritual. Lalu, bagaimana sebaiknya cara memberikan pendidikan seksualitas Ia mengatakan edukasi bisa dilakukan secara rutin agar informasi yang masuk pada otak anak bisa semakin kuat.

"Dengan adanya edukasi, diharapkan anak memahami bahaya seks bebas," ujarnya.

Selain edukasi, perlu adanya pendampingan yang rutin dari guru bimbingan konseling di sekolah. Misalnya dengan membuat program konseling rutin.

Selain itu, perlu adanya sistem konsekuensi yang jelas dari pihak sekolah terkait siswa yang melakukan seks bebas. Dan konsekuensi ini sebaiknya disosialisasikan pada anak anak.

Konsekuensi yang disosialisasikan ini adalah sebagai sistem kontrol dari sekolah. Tak hanya itu, menurut Lia, juga perlu adanya program keagamaan yang menarik untuk menanamkan nilai spiritual pada anak.

 
Berita Terpopuler