Sri Mulyani: Keuangan Eksklusif Jadi Tantangan Perekonomian ASEAN

Rendahnya inklusi keuangan ASEAN karena belum UMKM terlibat dalam keuangan formal.

Republika/Retno Wulandhari
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keynote speech dalam rangkaian ASEAN Finance Minister and Central Bank Governor Meetings di Kabupaten Badung, Bali, Rabu (29/3/2023).
Rep: Retno Wulandhari Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Kesulitan dalam mengakses keuangan atau keuangan eksklusif disebut menjadi salah satu tantangan dalam mendongkrak perekonomian negara-negara di kawasan ASEAN. Saat ini, beberaga negara ASEAN masih memiliki tingkat inklusi keuangan yang rendah. 

Baca Juga

"Penyebab rendahnya inklusi keuangan di ASEAN karena belum banyak pelaku usaha sektor UMKM yang terlibat dan berpartisipasi ke dalam layanan dan produk keuangan formal. Padahal UMKM merupakan sektor terbesar penopang perekonomian ASEAN," Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rangkaian ASEAN Finance Minister and Central Bank Governor Meetings di Kabupaten Badung, Bali, Rabu (29/3/2023). 

Sri Mulyani menambahkan, kesenjangan indeks inklusi keuangan yang tinggi di antara negara-negara ASEAN turut menjadi faktor pemberat perekonomian di kawasan. Menurut data Bank Dunia pada 2021, masih ada perbedaan yang mencolok pada indeks inklusi keuangan di antara anggota negara ASEAN.

Indeks inklusi terendah tercatat berada di level 33 persen, sedangkan level tertinggi di kisaran 98 persen. Adapun rata-rata indeks inklusi keuangan di ASEAN sebesar 41 persen. Hal ini disebabkan rendahnya akses publik ke layanan keuangan.

Sri Mulyani menekankan, keterlibatan UMKM sangat penting untuk meningkatkan indeks inklusi keuangan. "UMKM merupakan sektor terpenting dalam perekonomian kita, sehingga inklusi keuangan untuk UMKM adalah salah satu agenda prioritas di perekonomian ASEAN," kata dia.

 

 
Berita Terpopuler