Penampil di Hammersonic Usung Pesan Beragam, Mulai dari Viking Hingga Antiotoritarianisme

Di balik teriakan menyerupai geraman, beragam pesan berbeda dibawa musisi cadas.

Republika/Fitrian zamzami
Suasana hari kedua Festival Hammersonic di Ancol, Jakarta Utara, Ahad (19/3/2023)
Rep: Fitriyan Zamzami Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Barangkali sedikit saja penonton yang memahami mitologi Norse. Akan tetapi, saat vokalis Amon Amarth, Johan Hegg, meminta penonton duduk dan membuat gerakan mendayung kapal Viking sebelum memulai lagi "Put Your Back Into the Oar" seluruh barisan manut.

Penonton sontak duduk dan berpura-pura mendayung. Bangsa Viking terkenal dengan pasukan berperahu mereka yang melakukan penjarahan sepanjang abad ke-11.

"Terima kasih sudah membuat penampilan pertama kami di Indonesia tak bisa dilupakan," kata Hegg kepada penonton di Ancol, Jakarta Utara, Ahad (19/3/2023).

Baca Juga

Meski sudah tak muda lagi, para personel Amon Amarth ternyata tak meleset temponya. Didukung tata suara yang ciamik, musik keras yang mereka mainkan seperti memaksa penonton untuk mengangguk-anggukkan kepala.

Sepanjang penampilan, tak terbilang simbol-simbol Norse mereka tampilkan. Saat menyanyikan "Cry of the Blackbird", mungkin tanpa banyak diketahui penonton, Hegg mengacu pada Hugin dan Munin, dua burung gagak milik Odin, dewa tertinggi pantheon Norse.

Anggota band itu juga minum dari tanduk banteng, gaya khas Viking yang diikuti seruan "Skaal!". Sementara drum band tersebut ditutupi topeng Valkry raksasa.

Musiknya boleh sama-sama keras, temponya sama-sama kencang, tapi tersembunyi di balik teriakan menyerupai geraman, berbagai pesan berbeda dibawa musisi-musisi cadas yang tampil pada Hammersonic 2023 kali ini. Penonton sebelumnya juga dibuat terkesima dengan aksi ritual ala Gereja Kristen Ortodoks yang ditampilkan band black metal asal Polandia, Batushka.

Dimulai dengan sejenis ritual memercikkan air suci, band yang sedikit sekali bergerak saat tampil itu seperti menghipnotis penonton. Batushka, adalah panggilan untuk pendeta gereja Kristen Ortodoks di Polandia. Lirik mereka seluruhnya dituliskan dalam bahasa ritual.

Di sisi yang jauh berseberangan, ada band Swedia lainnya, Watain. Band ini membawa penampilan spektakuler saat tampil di Hammersonic. Namun, berkebalikan dengan Batushka, ritual itu mereka arahkan pada setan.

Sementara itu, band-band lain yang tampil tahun ini juga membawa pesan-pesan beragam. Dari sisi punk, ada the Workingclass Simphony dari Surakarta, Jawa Tengah, dan Black Flag dari Kalifornia, AS.

Meski jaraknya jauh secara geografis, keduanya membawa pesan-pesan sosial, utamanya antiotoritarianisme. Keberpihakan kepada rakyat kecil juga tergambar dalam lirik-lirik mereka.

Yang unik dari musik-musik cadas ini, terlepas dari perbedaan kultur asal dan ideologi yang dianut, mereka bisa bersama-sama dalam menikmati musik masing-masing.

"Di mana saudara-saudaraku!? Di mana saudari-saudariku!?" teriak Johan Hegg, seorang Viking dengan rambut dan jenggot pirang memutih ala Thor, ditimpali seruan ramai penonton dari Nusantara.

 
Berita Terpopuler