Tantrum Balita Bisa Menjadi-jadi Kalau Salah Pendekatan, Empat Cara Ini Lebih Manjur

Begitu mencapai usia empat tahun, anak sudah lebih jarang tantrum.

Republika/Yogi Ardhi
Anak balita sedang tantrum (ilustrasi). Orang tua perlu memahami penyebab anak tantrum dan tidak melulu memberikan gawai untuk menenangkannya.
Rep: Umi Nur Fadhilah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- National Health Service (NHS) di Inggris mencatat bahwa balita cenderung mulai menunjukkan rasa frustrasinya sejak sekitar 18 bulan. Hal itu disebabkan karena mereka ingin mengekspresikan diri, tetapi masih belum piawai melakukannya.

Kabar baiknya, ledakan emosi semacam ini menjadi lebih jarang terjadi pada saat anak sudah mencapai usia empat tahun. Anda mungkin menganggap amukan balita sebagai hal yang konyol, apalagi jika masalahnya "hanya" tentang keinginan memakai satu kaus tertentu atau tidak mau memakan pasta bentuk tertentu.

Baca Juga

Jangan menafikan perasaan anak

Sekecil apapun masalahnya, dokter anak berpengalaman, Cathryn Tobin, memperingatkan agar ayah dan ibu tidak menempuh pendekatan yang salah dalam menangani ledakan emosi anak ini agar tidak memperburuk situasi. Jangan katakan pada si kecil bahwa "itu bukan masalah besar, berhenti merengek".

Cobalah untuk merespons kekesalan balita Anda dengan serius. Pahami bahwa emosi yang dirasakan si kecil nyata dan penting untuk diekspresikannya.

"Apa rasanya kalau Anda sedang kesal tentang sesuatu lalu Anda disuruh 'berhenti mengeluh karena itu masalah sepele'," kata Tobin, dilansir The Sun, Rabu (15/3/2023).

Jangan dikte perasaannya

Tobin menyebut orang tua sering kali tanpa sadar menafikan pengalaman balitanya. Ketika melakukan hal seperti itu, orang tua sama saja mengajarkan bahwa balita tidak perlu memercayai perasaan mereka.

Sebaliknya, hindari mengatakan nasihat "jangan marah" atau "tidak perlu kesal".

Jangan berbohong

Tobin menyarankan orang tua agar tidak berbohong dengan harapan menghindari ledakan emosi. Dia mencontohkan, Anda memberi tahu anak bahwa suntikan tidak sakit agar mereka duduk dengan tenang.

"Lebih baik mengatakan yang sebenarnya dan menawarkan strategi koping," kata Tobin.

Apa yang sebaiknya dilakukan?

Anda mungkin tergoda untuk mendudukkan anak Anda di depan TV atau memberi mereka iPad saat mereka mengancam akan mengamuk. Penelitian telah menemukan bahwa meskipun melakukan hal itu dapat meredakan situasi saat ini, itu tidak akan mengajari anak Anda cara mengatur emosinya dalam jangka panjang.

 

Inilah yang dapat Anda lakukan sebagai gantinya:

1. Jangan abaikan anak Anda. Tanggapi rengekannya dengan cinta. Nasihat ini memang lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, tetapi penting untuk diterapkan.

2. Minta anak untuk menyebutkan emosinya setelah mereka tenang. Anda dapat membantu mereka mengenali emosinya jika mereka masih kecil.

3. Berikan pengertian bahwa tidak apa-apa untuk merasakan perasaan itu.

4. Beri mereka buku untuk dibaca. Tobin meyakini buku dapat membantu anak-anak dengan tenang melupakan amukan mereka.

Untuk membantu memvalidasi perasaan balita Anda, Tobin menyarankan contoh, "Tidak apa-apa marah, tetapi tidak boleh melempar balok."

National Health Service juga menawarkan beberapa pedoman untuk mengatasi amarah, termasuk tidak menyerah ketika Anda memutuskan untuk mencoba solusi tertentu karena mungkin perlu waktu untuk berhasil. Usahakan untuk tidak bereaksi berlebihan atau merasa kesal pada anak Anda. Namun, jika Anda kerap merasakan anak menunjukkan perilaku itu, maka berbicaralah dengan profesional.

 
Berita Terpopuler