Tindakannya Meresahkan, Pelaku Prank Terorisme Sushi Akhirnya Ditangkap

Terorisme sushi meresahkan penggemar kuliner di Jepang beberapa bulan belakangan.

EPA/STEPHEN MORRISON
Sepiring sushi bergulir di ban berjalan (conveyor belt) di salah satu restoran di Jepang. Prank terorisme sushi yang marak di media sosial sejak akhir tahun lalu telah meresahkan pengusaha restoran maupun penggemar sushi.
Rep: Santi Sopia Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Maraknya perilaku iseng atau prank yang dijuluki "terorisme sushi" telah menuai kekhawatiran. Prank itu membuat banyak konsumen menjadi ragu berkunjung ke sushi conveyor belt, restoran populer di Jepang yang memiliki konsep ban berjalan.

Kini, kepolisian telah menangkap oknum terorisme sushi. Serangkaian video viral yang menunjukkan perilaku tidak higienis yang diperagakan pelaku mulai bermunculan di media sosial sejak akhir tahun lalu.

Tindakan itu juga telah memicu kemarahan, mengingat negara Jepang terkenal dengan standar kebersihannya yang tinggi. Tindakan prank terorisme sushi juga telah membahayakan industri "kaitenzushi" bernilai miliaran dolar di negara tersebut.

Salah satu contoh perilaku jorok terorisme sushi ditunjukan seorang remaja yang menyeka air liurnya di atas sepiring sushi. Sebelumnya, dia menjilat tepi cangkir dan meletakkannya kembali di rak.

Teror lain menunjukkan makanan yang disemprot oleh pembersih tangan. Akibat dari hal itu, jaringan sushi conveyor belt dan perusahaan induknya mengalami nilai saham yang merosot.

Baca Juga

Jaringan restoran terus berupaya mengembalikan kepercayaan pelanggan yang terpengaruh dengan video-video jorok tersebut. Polisi di prefektur Aichi telaakhirnya menangkap dua pria, masing-masing berusia 21 dan 19 tahun, bersama dengan seorang gadis berusia 15 tahun sehubungan dengan teror tersebut.

"Salah satu dari mereka menjilati botol kecap," kata polisi, dikutip dari Today, Senin (13/3/2023).

Menurut kepolisian, insiden itu terjadi pada 3 Februari di cabang Kaitenzushi, yakni atau restoran sushi conveyor belt yang dijalankan rantai Kura Sushi di pusat kota Nagoya. Kura Sushi menyatakan akan melakukan upaya untuk melindungi industri sushi conveyor belt yang telah berakar di budaya Jepang selama beberapa dekade.

Penangkapan ini diharapkan akan berfungsi sebagai katalis untuk pengakuan publik yang luas atas "kejahatan" perilaku mengganggu tersebut. Prank teror sushi dianggap telah mengguncang fondasi sistem yang dibangun restoran sushi berdasarkan hubungan kepercayaan dengan pelanggan.

"Kami sangat berharap tidak ada lagi kejahatan serupa lainnya di masa mendatang," demikian pernyataan Kura Sushi.

Sementara itu, ada rantai restoran yang akan mengganti konsep sushi conveyor belt dengan versi lebih modern. Choshimaru, yang memiliki banyak lokasi di dalam dan sekitar Ibu Kota Jepang, Tokyo, misalnya, akan mengganti sistem ban berjalan secara bertahap pada akhir April.

Sebagai gantinya, pelanggan bisa memesan menu makanan menggunakan sistem panel sentuh. Langkah itu, disebut sebagai penanggulangan terhadap risiko adanya perilaku mengganggu belum lama ini yang telah menyebabkan kerusakan serius pada industri restoran sushi.

 
Berita Terpopuler