Dituding Jadi Kepanjangan Tangan Pihak yang Inginkan Pemilu Ditunda, Ini Kata Partai Prima

Gugatan ke PN Jakpus akibat buntunya upaya Partai Prima jadi peserta Pemilu 2024.

Republika/Putra M. Akbar
Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Agus Jabo Priyono menyampaikan konferensi pers di Jakarta, Jumat (3/3/2023). Prima mengeklaim materi gugatan partainya yang dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bukan merupakan sengketa pemilu melainkan menggugat KPU atas perkara perbuatan melawan hukum yang menghambat hak politik partainya serta meminta tahapan Pemilu 2024 diulang.
Rep: Nawir Arsyad Akbar, Febrianto Adi Saputro Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (Partai Prima), Agus Jabo Priyono menegaskan bahwa tujuannya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat adalah untuk menjadi partai politik peserta pemilihan umum (Pemilu) 2024. Bukan untuk menunda kontestasi nasional tersebut.

Baca Juga

"Hak kita dan kemudian permohonan kita itu diterima, apa salah kita? Itu hak kita gitu lho. Gimana caranya Prima bisa masuk Pemilu 2024, kalau kita obsesinya bukan itu (menunda Pemilu 2024)," ujar Agus di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (8/3/2023).

Gugatannya ke PN Jakarta Pusat juga merupakan buntunya upaya Partai Prima untuk menjadi partai politik peserta Pemilu 2024. Sebelum itu, pihaknya juga sudah melaporkan tak lolosnya Partai Prima ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

"Jadi harus dipahami adalah di PN ini adalah akibat dari proses panjang yang kita lakukan ke mana-mana dan buntu gitu lho. Terus kita mau ke mana? Ke mana kita mencari keadilan gitu," ujar Agus.

Karenanya, ia menolak cibiran banyak pihak yang menyebut bahwa Partai Prima adalah kepanjangan tangan dari pihak-pihak yang ingin menunda Pemilu 2024. Tegasnya, pihaknya hanya mencari keadilan untuk pesta demokrasi lima tahunan pada 14 Februari 2024.

"Kok kami disalahkan, kami hanya memohonkan proposal, permohonan kami ditolak oleh hakim atau diterima itu bukan urusan kami itu urusan pengadilan. Kami hanya itu, jangan ini dikontaminasikan dengan opini-opini," ujar Agus.

"Kalau kemudian ada ketidaksetujuan, lakukan upaya hukum, jangan bikin opini, memperkeruh suasana, memprovokasi masyarakat. Masih ada kesempatan banding, kesempatan ke MA," sambungnya.

Peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli mengatakan, merujuk aturan maka penundaan pemilu adalah tindakan yang melanggar konstitusi. Hal itu sama saja dengan tindakan makar.

"Apabila pemilu tidak dilaksanakan secara berkala lima tahun sekali, maka itu telah melanggar konstitusi, melanggar konstitusi merupakan bagian dari makar," ujar Lili dalam diskusi 'Masa depan Pemilu 2024 pasca-putusan PN Jakarta Pusat' di Jakarta, Selasa (7/3/2023).

Dia mengatakan, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mengabulkan tuntutan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) agar tahapan pemilu sekurang-kurangnya dilakukan dua tahun empat bulan dan tujuh hari atau jadwal pemilu 14 Februari 2024 digeser menjadi 21 Juli 2025, sama saja dengan menunda tahapan pemilu.

Sementara menunda pemilu, menurut dia, jelas bertentangan dengan konstitusi, yakni Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, bahkan aturan turunan lainnya seperti UU Pemilu dan Peraturan Mahkamah Agung. "Tuntutan yang dilakukan oleh Partai Prima ini sesungguhnya kalau mengacu pada konstitusi sudah melanggar aturan main konstitusi bahwa konstitusi mengatur bahwa pemilu dilakukan lima tahun sekali," ujar Lili.

 

 

 

 

Berbicara terpisah, Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), Hasyim Asy'ari memastikan akan segera mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 757/Pdt.G/2022/PN. Jkt Pst. Hasyim mengatakan banding akan diajukan KPU dalam 1-2 hari ke depan.

"Iya KPU akan banding, 1 atau 2 hari ini didaftarkan memori banding," kata Hasyim usai menghadiri diskusi bertajuk 'Tut Wuri Handayani: Mendorong dan Menemukan Keteladanan Politik Ala Anak Muda dalam Menyongsong Pemilu Tahun 2024' di Grha Sabha Pramana (GSP), Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman Rabu (8/3/2023).

Hasyim mengatakan, dalam perkara ini KPU merupakan pihak tergugat. Kalau KPU tidak banding, menurutnya sama dengan menyetujui putusan tersebut.

"Maka sebagai ekspresi bahwa KPU tidak setuju dengan subtansi putusan tersebut ya mekanisme hukumnya KPU harus melakukan upaya hukum banding," ujarnya.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Mahfud MD mendukung langkah KPU mengajukan banding atas putusan PN Jakarta Pusat tersebut. Menurutnya pemilu merupakan agenda konstitusional, sehingga tidak bisa ditunda dengan hukum biasa.

"Urusan hukumnya saya sependapat pemerintah sependapat dengan KPU agar naik banding sampai kasasi sampai apapun. Karena secara hukum adalah salah Pengadilan Negeri kok menunda pelaksanaan pemilu," ucap Mahfud.

 

 

Mahfud mengatakan, urusan sengketa pemilu menurut hukum jelas bahwa yang menyangkut administrasi persyaratan pendaftaran itu urusannya bawaslu dan PTUN. Pengadilan Negeri dinilai tak memiliki kewenangan untuk menunda pemilu.

"Pemerintah akan terus mengikuti jadwal pemilu yang telah ditetapkan bersama oleh KPU, DPR, dan Pemerintah, bahkan Bawaslu menyepakati 14 Februari 2024," tegasnya.

Menurut Mahfud, putusan PN Jakpus membahayakan bangsa dan negara. "Yang saya katakan berbahaya gini, jadwal pemilu adalah materi muatan mutlak konstitusi bukan undang-undang. Ada tiga pasal dalam konstitusi yang menyatakan 

"Presiden menjabat 5 tahun, pemilu diadakan 5 tahun sekali, presiden tidak bisa diberhentikan atau diperpanjang jabatannya," kata Mahfud.

Mahfud menjelaskan, masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan berakhir 21 Oktober 2024. Bersamaan dengan itu, masa jabatan menteri Kabinet Indonesia Maju juga akan berakhir.

"Kalau pemilu ditunda akan terjadi kekosongan pemerintahan," ujarnya 

Mahfud menuturkan, menurut Undang-Undang Dasar (UUD), kalau terjadi kekosongan presiden dan wakil presiden, maka bisa diganti oleh tiga menteri yang menjabat yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertahanan, dan Menteri Luar Negeri. Namun yang jadi soal, ketika masa jabatan presiden habis, jabatan ketiga menteri tersebut juga berakhir.

"Terus pakai apa? Amandemen? Amandemen kalau PDIP, Nasdem, Demokrat, kalau nggak hadir nggak bisa ambil keputusan. Menurut UUD harus dihadiri 2/3 anggota, kalau nggak hadir, nggak ada yang setuju, nggak ada keputusan. Di situ negara akan kacau, nggak ada pemerintahan, nggak ada yang ambil keputusan untuk mengendalikan negara ini," ucapnya.

Apalagi, ia menambahkan, kewenangan MPR tidak sama dengan MPR sebelum amandemen. Mahfud mengatakan, MPR saat ini tidak punya wewenang apa pun untuk menentukan pemerintah. 

"Pemerintah akan terus mengikuti jadwal pemilu yang telah ditetapkan bersama oleh KPU, DPR, dan Pemerintah, bahkan Bawaslu menyepakati 14 Februari 2024," tegasnya.

 

Poin Putusan PN Jakpus Terkait Penundaan Pemilu - (infografis Republika)

 

 
Berita Terpopuler