Seusai Gaduh Vonis PN Jakpus: Putusan Diabaikan KPU di Daerah, Hakim Bakal Diperiksa KY

KPU-KPU di daerah memutuskan tetap melanjutkan tahapan Pemilu 2024.

ANTARA/Abriawan Abhe
Warga menandatangani petisi harapan masyarakat pada sosialisasi tahapan Pemilu 2024 di Taman Sultan Hasanuddin, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Pemilu 2024 belakangan dibuat gaduh oleh isu penundaan pemilu. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Rizky Suryarandika

Baca Juga

Sejumlah KPU daerah terus mengerjakan tahapan-tahapan pelaksanaan Pemilu 2024. Mereka tidak terpengaruh dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan penundaan pemilu. 

KPU Provinsi Bali, misalnya, saat ini tengah melaksanakan tahapan pemutakhiran data pemilih atau pencocokan dan penelitian (coklit). "Kami saat ini sedang rapat koordinasi coklit," kata Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan kepada Republika, Senin (6/3/2023). 

Lidartawan menegaskan, langkah KPU Bali untuk tetap melaksanakan tahapan pemilu mengacu pada sikap resmi KPU RI, yang menyatakan persiapan pemilu jalan terus meski ada putusan PN Jakpus. Karena itu, Lidartawan mengaku kerja-kerja persiapan Pemilu 2024 tidak terpengaruh sama sekali oleh putusan kontroversial tersebut.

"Kami jalan terus melaksanakan tahapan pemilu seperti biasa. (Putusan PN Jakpus) tidak berpengaruh apa pun," kata Lidartawan. 

Hal serupa disampaikan Ketua KPU Bengkulu, Irwan Saputra. Jajarannya kini sedang melaksanakan tahapan coklit, tahapan perbaikan persyaratan dukungan bakal calon anggota DPD, dan tahapan seleksi calon anggota KPU provinsi.

"Saat ini tahapan Pemilu 2024 di Bengkulu terus berjalan," ujar Irwan kepada Republika

Irwan mengatakan, pihaknya tetap melaksanakan tahapan Pemilu 2024 juga karena mengikuti sikap resmi KPU RI. Karena itu, pihaknya tidak perlu menunggu proses hukum rampung untuk melaksanakan tahapan pemilu. Dia tegas menyatakan, kinerja KPU Bengkulu tidak terpengaruh oleh putusan PN Jakpus.

PN Jakpus pada Kamis (2/3/2023) membacakan putusan atas gugatan perdata yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima). Majelis hakim menyatakan KPU melakukan perbuatan melawan hukum (PMH). 

Majelis hakim menghukum KPU untuk menghentikan tahapan Pemilu 2024 yang tengah berjalan dan mengulang tahapan pemilu sedari awal dalam kurun waktu 2 tahun 4 bulan 7 hari sejak putusan dibacakan. Artinya, pemilu yang sejatinya digelar 14 Februari 2024 ditunda menjadi Juli 2025. 

Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa, "putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad)." 

Selang beberapa jam usai putusan kontroversial itu dibacakan, KPU RI langsung menyatakan bakal mengajukan banding. Terkait perintah mengulang atau menunda pemilu, KPU RI tidak mau menjalankannya. 

KPU RI tegas menyatakan akan tetap melaksanakan tahapan Pemilu 2024 dengan menggunakan landasan hukum Peraturan KPU Nomor 33 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu 2024. Sebab, beleid tersebut tidak dibatalkan dalam putusan PN Jakpus. 

"Dasar hukum tentang tahapan dan jadwal Pemilu 2024 masih sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat. Ini sebagai dasar bagi KPU melanjutkan penyelenggaraan tahapan Pemilu 2024," ujar Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari saat konferensi pers, Kamis (2/3/2023) malam.

Merespons polemik putusan PN Jakpus, Mahkamah Agung (MA) memandang hakim tak bisa disalahkan atas putusan yang dibuatnya dalam suatu perkara. 

"Hakim tidak bisa dipersalahkan secara kedinasan terkait produk putusannya karena putusan dianggap benar," kata Juru Bicara MA sekaligus Hakim Agung Kamar Pidana MA, Suharto kepada Republika, Jumat (3/3/2023). 

Suharto mengingatkan putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap karena masih di tingkap pengadilan pertama. Sehingga, sangat mungkin ada pihak yang mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. 

"Paling bijak ya kita tunggu proses bandingnya. Dengan adanya upaya hukum putusan hakim dapat dibatalkan oleh hakim tinggi," ujar Suharto. 

 

Komisi Yudisial (KY) pun berencana memeriksa ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Liliek Prisbawono Adi dalam perkara putusan penundaan Pemilu 2024. Pemeriksaan ini dalam kapasitas Liliek sebagai saksi. 

Kepala Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Joko Sasmito mengatakan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik akan dimulai dari panitera. Lalu KY bisa meminta keterangan Ketua PN Jakpus. Sedangkan Majelis Hakim yang mengadili perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu bakal diperiksa belakangan. 

"Diperiksa di luar majelis hakim bisa saja panitera atau yang lain, termasuk Ketua PN Jakpus. Setelah dianalisis dibawa ke panel baru diputuskan diperiksa untuk terlapor (majelis hakim). Versi di KY, terlapor itu terakhir," kata Joko dalam konferensi pers di kantor KY, Senin (6/3/2023). 

Joko menjelaskan sebab pemeriksaan terhadap majelis hakim dilakukan belakangan. Menurutnya, hal itu karena dasar adanya dugaan pelanggaran KEPPH mesti kuat dari bukti dan keterangan saksi. 

"Kalau dugaan sudah ditemukan, bisa ditindaklanjuti, baru diperiksa terlapor. Kalau sudah diperiksa tapi tidak terbukti ya kami enggak perlu periksa terlapor. Kalau sudah terbukti baru nanti akan ditentukan sanksinya," ujar Joko. 

Walau demikian, Joko menyatakan KY tetap punya kewenangan memanggil tiga hakim PN Jakpus pemutus perkara ini. Hanya saja, kapasitasnya dalam rangka sebatas klarifikasi atas putusan. 

"Sepanjang klarifikasi masih bisa panggil para majelis hakim. Tetapi periksa setelah ditentukan panel dugaan pelanggaran etik," ucap Joko. 

Sayangnya, Joko belum bisa memastikan kapan KY bakal memanggil trio hakim penunda Pemilu. Ia berdalih ada tahapan-tahapan awal yang mesti dijalani KY. 

"Terkait tahapan memang kalau penanganan hakim kapan diperiksa? Kapan diregister? Itu dalam tahap sekarang ada laporan, ditindak pendahuluan, diverifikasi pelapornya jelas enggak, karena ada laporan yang bukan kewenangan kita," ujar Joko. 

KY dipandang punya kewenangan yang memadai untuk menelusuri dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dari Majelis Hakim yang menyidangkan perkara perdata gugatan Partai Prima. KY bisa menelusuri alasan mengapa tiga hakim PN Jakpus bisa mengeluarkan putusan semacam itu.

Hal tersebut disampaikan oleh Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) M Nur Ramadhan dalam diskusi daring pada Ahad (5/3/2023). Ramadhan meminta KY menyerap kekhawatiran masyarakat atas putusan penundaan Pemilu.

"Putusan ini jadi pertanyaan besar dan jadi atensi publik terkait hakim di PN Jakpus, berangkat dari situ KY bisa pemeriksaan atau pendalaman melihat apa yang terjadi dalam pengambilan putusan tersebut dan kemudian terkait apa yang dilakukan PN Jakpus patut diduga ada sesuatu di balik itu," kata Ramadhan dalam diskusi itu.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhan mendorong inisiatif KY menyelidiki kecurigaan di balik putusan penundaan pemilu. Ia berharap KY tak terjebak dalam rentetan birokrasi dan mekanisme yang membuat pemeriksaan hakim pemutus perkara ini molor.

"Apa yang bisa dilakukan lembaga negara lain? KY harus bergerak dalam konteks penindakan untuk panggil minta klarifikasi tiga hakim pemutus perkara ini," ujar Kurnia.

 

Ilustrasi Jokowi dan Pemilu - (republika/mardiah)

 

 
Berita Terpopuler