Promosi Makanan dan Minuman di Media Sosial Picu Tingginya Angka Obesitas

Angka obesitas trennya terus meningkat.

Republika/Thoudy Badai
Aneka minuman kemasan dipajang di rak supermarket. Minuman manis berkontribusi pada tingginya asupan gula masyarakat. Jika berlebih, itu dapat memicu obesitas.
Rep: Desy Susilawati Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Angka obesitas trennya makin meningkat dari tahun ke tahun. Penyebabnya beragam, salah satunya maraknya gerai makanan dan minuman yang tinggi garam, gula dan lemak, termasuk promosinya di media sosial.

UNV Overweight Prevention Specialist Unicef, Astrid C Padmita, menjelaskan pihaknya telah melakukan studi analis lanskap kelebihan berat badan dan obesitas berdasarkan data survei nasional Riset Kesehatan Dasar (riskesdas) 2018. Dari situ ditemukan bahwa satu dari lima anak usia sekolah (usia lima sampai 12 tahun), satu dari tujuh remaja (usia 13 sampai 18 tahun), satu dari tiga usia dewasa (usia lebih dari 18 tahun) mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.

"Sebenarnya, jika dilihat dari 2010, 2013, 2018, trennya selalu ada peningkatan," ungkapnya dalam acara bincang-bincang "The Hidden Crisis of Obesity" di Jakarta, Sabtu (4/3/2023).

Jika dibandingkan dengan target global, Indonesia dikategorikan negara dengan tingkatan obesitas semakin cepat. Ada target global dari WHO untuk tidak adanya peningkatan obesitas untuk usia dewasa, anak dan remaja. Namun, lanjut Astrid, di Indonesia sendiri masih sedikit kemungkinan untuk mencapai target World Health Assembly di 2025 karena tren obesitasnya semakin meningkat.

Faktor individu dan lingkungan
Menurut Astrid, tren obesitas meningkat karena secara garis besar ada dua faktor, yaitu faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor individu adalah gaya hidup dan biologis.

Sementara dari faktor lingkungan, ada obesogenik atau lingkungan yang mendukung masyarakat sampai akhirnya mengalami peningkatan berat badan dan akhirnya obesitas. Ini ditandai dengan semakin mudahnya akses kepada makanan dan minuman tidak sehat yang tinggi gula, garam, dan lemak. Semakin diinginkan makanan dan minuman tidak sehat itu, harganya juga semakin terjangkau.

"Terkait fenomena lingkungan obesogenik ini yang kita lihat sekarang ini semakin meningkat pertumbuhan gerai-gerai makanan cepat saji, makanan modern, mini market dan swalayan yang menjual makanan olahan yang gula, garam, dan lemaknya tinggi," paparnya.

Kemudian faktor lainnya adalah semakin gencarnya promosi dan pemasaran makanan minuman olahan tinggi gula, garam, dan lemak di berbagai tempat, ditempat umum, termasuk sekolah. Promosi gencar terutama terjadi di kanal media seperti media sosial.

Baca Juga

"Media sosial ini sulit dimonitor, terutama pada anak dan remaja," ujar Astrid.

Faktor lainnya, menurut Astrid, adalah ketersediaan air yang layak untuk diminum. Sebenarnya, jika sumber air yang layak diminum itu ada, maka masyarakat akan terdorong untuk meningkatkan pola hidup sehat. Ketersediaan air bersih mendorong masyarakat untuk sering konsumsi air putih serta menjadikannya alternatif untuk minuman manis itu.

"Karena semakin terbatasnya akses ketersedian air minum, jadi semakin mungkin juga orang memilih minuman manis," ujarnya.

Dari hasil studi lanskap itu, mereka melihat dari hasil survei nasional bahwa beberapa tahu lalu bahwa dua dari tiga populasi anak, remaja, dan dewasa, anak dan remaja konsumsi minuman manis satu kali atau lebih dalam sehari.

"Semakin sering mengonsumsi minuman manis maka semakin risiko meningkatkan berat badan berlebih, obesitas dan dikhawatirkan lagi terkena penyakit tidak menular seperti diabetes melitus," tambahnya.

Selain itu, semakin sulit atau terbatasnya masyarakat untuk melakukan aktivitas fisik atau olahraga. Data menunjukkan 1 dari 3 orang dewasa usia 20 tahun keatas kurang melakukan aktivitas fisik, 2 dari 3 remaja (10 sampai 14 tahun) kurang melakukan aktivitas fisik.

"Ini salah satu faktor mengapa semakin tinggi angka obesitas karena kurangnya aktivitas fisik," ujarnya.

 
Berita Terpopuler