11 Orang Dikabarkan Meninggal dalam Bentrokan di Sinakma-Wamena Papua

Kericuhan ini diduga berawal dari berita hoaks yang menyebar ke masyarakat.

Antara/Jafkhairi
Garis Polisi (ilustrasi)
Rep: Bambang Noroyono Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, WAMENA -- Sebelas warga dikabarkan meninggal dunia dalam bentrok aparat keamanan Tentara Nasional Indonesia (TNI)-Polri dengan warga di Sinakma, Wamena, Jayawijaya, Papua Pegunungan. Belasan lainnya juga masih dalam kondisi luka-luka dan dalam perawatan di sejumlah fasilitas medis.

Baca Juga

Kerusuhan yang terjadi pada Kamis (23/2/2023) waktu setempat itu juga berujung pada aksi mengungsi ratusan warga pendatang ke pusat-pusat keamanan TNI dan Polri.

“Kabar terakhir yang diterima, itu sembilan yang meninggal, warga asli Papua. Dan dua atau tiga yang meninggal dari pendatang,” kata pegiat hak asasi manusia (HAM) di Wamena, Theo Hasegem, saat dihubungi Republika, dari Jakarta, Jumat (24/2/2023).

Theo mengatakan, kerusuhan mematikan tersebut sebetulnya berawal dari kesalahpahaman atas informasi yang tak benar di masyarakat. “Pemicunya itu berawal dari berita-berita hoaks yang terjadi di masyarakat,” kata Theo menjelaskan. 

Menurut Theo, kerusuhan itu berawal pangkal adanya warga pendatang yang menawarkan barang-barang dan makanan kepada salah-satu keluarga asli Papua di Sinakma. Namun, interaksi jual-beli itu berujung pada tuduhan terhadap si penjual sebagai penculik anak-anak.

Kesalahpahaman tersebut berujung pada pengumpulan massa. Sejumlah warga asli Papua mencoba melakukan ‘penghakiman’ sendiri terhadap si penjual yang merupakan warga pendatang. Akan tetapi, aksi ‘main hakim’ sendiri itu diantisipasi oleh pihak keamanan.

“Yang pendatang itu ditangkap pihak keamanan. Apakah dia penculik atau tidak, itu dalam penyelidikan,” ujar Theo.

Akan tetapi, Theo menyebut, respons warga asli di Sinakma tak terima dengan cara aparat keamanan yang dinilai menyelamatkan tertuduh penculik. “Karena sebenarnya warga itu minta akan diselesaikan saja di atas (adat). Keluarga minta diselesaikan kekeluargaan,” kata Theo.

Lalu, permintaan itu tak dipenuhi aparat keamanan. Pihak kepolisian bersama militer mengamankan si penjual dengan mobil antirusuh untuk penyelamatan ke kantor penyelidikan.

Warga lokal yang tak terima, memaksa agar si tertuduh penculik anak tersebut dikeluarkan dari mobil keamanan. “Karena tidak mungkin toh itu. Lalu warga marah, dan melempari pihak keamanan,” kata Theo.

Warga asli yang berkerumun semakin banyak di lokasi kejadian, kata Theo, pun direspons dengan pengerahan personel keamanan tambahan untuk meredakan situasi. Namun, semakin banyak warga yang berkerumun, dan personel keamanan diyakini mengundang aksi-aksi sepihak.

Dari warga, kata Theo, ada juga yang memicu situasi semakin panas dengan menyerang petugas, dan warga-warga pendatang. Alhasil kata Theo, sekitar belasan ruko-ruko milik para pendatang di kawasan pasar itu juga turut menjadi sasaran.

Dari data yang dihimpun kelompoknya, Theo mengatakan, sedikitnya ada delapan kios-kios yang dibakar. Pihak keamanan yang juga menjadi sasaran utama, pun kata Theo tak diam. Dengan senjata dan pentungan, usaha untuk membubarkan warga yang mengamuk, berujung pada bentrokan yang membuat sembilan warga asli meninggal dunia. “Beberapa ada yang meninggal dunia karena ditembak,” ujar Theo.  

Sampai saat ini (24/2/2023), sejumlah pemalangan jalan-jalan menuju Sinakma, dalam blokir dan pemalangan para warga setempat. Dan kepolisian, bersama-sama TNI, serta tokoh-tokoh adat, kata Theo juga turut melakukan turun ke jalan mengantisipasi bentrokan berlanjut. Pun para tokoh-tokoh adat lokal, ikut membantu warga-warga pendatang, dan warga asli Papua, untuk saling percaya, dan tak saling pasang sikap curiga. Meskipun kata Theo, di Polres, dan Kodim, serta di tempat-tempat peribadatan, sejak tadi malam (23/2/2023), membludak para pengungsi. 

“Situasinya (rusuh) memang hanya di Sinakma. Tidak sampai ke tempat-tempat lain. Tetapi, informasi-informasi yang sensitif di sini, juga diketahui oleh masyarakat. Warga pendatang takut, dan orang-orang asli Papua, juga ada yang takut,” kata Theo.

Sebagai tokoh asli di Papua, kata Theo, tak ingin bentrokan-bentrokan yang memakan korban jiwa kembali berlanjut. “Saya bersama-sama teman-teman lain di sini, dengan tokoh-tokoh di sini, masih terus memantau situasi yang terjadi,” ujar Theo menambahkan.

Agus warga asal Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) yang merantau ke Wamena, kepada Repubika, pun mengatakan yang sama. Kata dia, kerusuhan di Sinakma memang tak menjalar kemana-mana. Akan tetapi membuat warga pendatang yang tinggal di kampung-kampung lainnya merasakan keresahan, karena rasa yang tak aman atas diri sendiri. “Siang ini, situasinya sudah aman. Warga-warga pendatang, masih ada yang mengungsi di Kodim di Polres. Tetapi sudah aman,” ujar Agus, Jumat (24/2/2023).

 

 

 
Berita Terpopuler