Kronologi Sabu Diganti Tawas dan Terungkapnya Julukan 'Bos Besar' Teddy Minahasa

Saksi-saksi di persidangan mengungkap peran Teddy soal penukaran sabu dengan tawas.

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Terdakwa kasus peredaran narkotika Irjen Pol Teddy Minahasa (kanan) mengusap mukanya saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Kamis (23/2/2023). Sidang lanjutan itu beragendakan mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum yaitu mantan Kapolsek Kalibaru Kompol Kasranto dan Syamsul Ma
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Yusuf

Baca Juga

Syamsul Maarif ajudan mantan kapolres Bukitinggi AKBP Dody Prawiranagara sempat tidak percaya bosnya itu nekat berencana menjual barang bukti narkotika jenis sabu. Hal itu disampaikan Syamsul Maarif saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan terdakwa kasus penjualan barang bukti narkotika, Inspektur Jenderal Polisi Teddy Minahasa, di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (23/2/2023).

Syamsul menceritakan pada 22 Mei 2022, dirinya dipanggil ke sebuah kamar di Hotel Santika Bukittinggi oleh Dody setelah makan malam. Di kamar itu Dody menceritakan kepada Syamsul bahwa dia dipanggil Kapolda Sumatra Barat Teddy Minahasa memisahkan barang bukti narkotika jenis sabu untuk dijual.

Mendengar cerita tersebut, Syamsul mengaku kaget dan tidak percaya atasan bosnya itu, yakni Teddy Minahasa memerintahkan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang. Untuk itu, dia menyerahkan agar bosnya itu tidak melakukan perintah atasannya karena itu pebuatan yang dilarang.

"Saya awalnya kaget. Masa sih Bang (Dody), maka kemudian saya sarankan itu tidak dilakukan, karena ini rawan saya bilang," katanya. 

Perintah memisahkan barang bukti jenis sabu untuk dijual itu dengan kode "Mainkan Ya Mas!". Pesan Whatsapp ini ditunjukkan langsung Dody kepada ajudannya tersebut.

"Lalu diperlihatkan kepada saya isi percakapan Whatsapp antara Pak Teddy dan Pak Dody. Di situ saya baca mainkan ya Mas minim seperempat," katanya.

Pada kesempatan itu juga, Syamsul melihat jawaban dari Dody yang menyanggupinya. Kata sepakat itu dibalas dengan kode. "Siap sepuluh Jenderal," kata Syamsul menirukan perkataan Dody kepada majelis hakim.

Setelah diperlihatkan isi percakapan melalui Whatsapp antara Dody dan Teddy Minahasa Syamsul mengaku masih tak percaya. Karena itulah, dia meminta Dody sebagai bosnya untuk memastikan bahwa pesan Whatsapp itu benar-benar langsung dari Teddy Minahasa.

"Di situ saya bertanya. Bang ini betul? Saya masih maragukan itu," katanya.

Untuk menjawab keraguan Syamsul Ma'arif, Dody memperlihatkan foto profil Teddy Minahasa yang sedang hormat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Meski diperlihatkan foto profil Teddy Minahasa bersama Jokowi, dia tidak melihat urutan nomor.

"Foto profilnya Pak Teddy sedang hormat kepada Presiden Jokowi. Tapi tidak diperlihatkan nomornya, hanya profilnya, Yang Mulia."

Meski sudah diperlihatkan foto profilnya itu Syamsul mengaku tetap tidak percaya. "Astaga masa sih Bang, saya tidak percaya," katanya.

Mendengar Syamsul tidak percaya, Syamsul mengaku bosnya itu sedikit marah. Hal itu dikatakan intonasi suaranya berubah menjadi tinggi. 

"Memang ini nomor yang dipakai di grup (WA) kapolres," katanya.

Dalam percakapan via Whatsapp dengan foto profil Teddy sedang hormat kepada Presiden Jokowi itu, meminta Dodi untuk mencari tawas untuk mengganti narkotika jenis sabu yang akan dijual. Syamsul mengaku bereaksi bingung setelah melihat isi chat tentang tawas.

"Reaksi saya saya bertanya tawas itu apa Bang? Saudara Dody menjawab saya juga tidak tahu," ujarnya.

Karena sama-sama bingung, akhirnya kata Syamsul, mereka berdua membuka handphone dan Googling untuk mencari tahu tentang tawas. Setelah mengetahui apa itu tawas, Syamsul mengatakan, bosnya itu memerintahkan untuk mencari tawas.

"Coba kamu cari tawas itu," katanya, meniru perkataan Dody.

Syamsul kemudian mengaku membeli tawas di Tokopedia dengan harga satu kilogramnya Rp 150 ribu. Tawas ini dibelinya atas perintah Dody sebagai bosnya untuk ditukar dengan barang bukti narkoba hasil tangkapan Polres Bukit Tinggi.

"Saya beli dari Tokopedia, Yang Mulia, harganya kurang lebih 150 ribu," kata Syamsul.

Syamsul menceritakan, setelah tawas yang dipesan itu datang, dia langsung membawanya ke kamar pribadinya. Karena barang bukti narkotika jenis sabu sebanyak lima bungkus plastik yang akan dijual itu dimasukkan ke kamarnya atas perintah Dody Prawiranegara.

"Atas perintah Pak Dody, Yang Mulia. Berapa berat masing-masingnya? Saya tidak menghitung," katanya.

Jika ditaksir satu bungkus plastik berisi narkotika jenis sabu yang akan ditukar tawas itu beratnya satu kilogram. Jadi, sabu yang akan ditukar dengan tawas itu totalnya lima kilogram.

"Saya perkiraan satu bungkus satu kilogram," kata Syamsul.

 

In Picture: Pelimpahan Berkas Teddy Minahasa Terkait Kasus Narkoba

 

 

Dalam persidangan kemarin, hadir juga Kompol Kasranto mantan Kapolsek Kali Baru, Tanjung Priuk, Jakarta Utara yang juga berstatus tersangka dalam perkara ini. Sebagai saksi, Kasranto mengakui, julukan Bos Besar untuk Irjen Teddy Minahasa.

Julukan Teddy Minahasa sebagai Bos Besar sempat ditanya berulang-ulang oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jon Sarman Saragih. Pertanyaan berulang-ulang ini untuk memastikan siapa yang dimaksud Bos Basar yang tercantum dalam berita acara pemeriksaan (BAP) itu.

"Tadi Anda mengatakan dari Linda menanyakan bahwa itu punya Bos Besar, Disebut siapa Bos Besar itu, siapa namanya disebut," tanya Jon Sarman Saragih kepada Kasranto.

Dengan tegas Kasranto mengatakan. "Bu Linda yang mengatakan bahwa Bos Besar itu Pak Teddy," jawab Kasranto.

Tidak puas dengan jawaban Kasranto, Hakim Jon Sarman Saragih kembali bertanya untuk mempertegas. Jon mengatakan, bahwa nama Teddy itu banyak jadi harus dipertegas siapa Teddy dimaksud.

"Nama Teddy itu banyak siapa yang dimaksud?" cecar Jon Sarman Saragih.

"Teddy Minahasa yang mulia waktu itu Linda mengatakan bahwa barang ini milik Bos Besar Pak TM," katanya.

"Benar namanya Bos Besar itu disebut Teddy?" tanya Jon Sarman Saragih.

"Di BAP saya disebutkan yang mulia," jawab Kasranto.

Jon Sarman Saragih bertanya lagi, apakah Kasranto tahu Teddy Minahasa yang Dijuluki Bos Besar itu bertuga di mana. Kasranto menjawab demikian.

"Sebagai petugas polisi saya tahu sebagai Kapolda yang mulia," jawab Kasranto.

Untuk kembali memastikan bahwa Bos Besar itu adalah Teddy Minahasa, Jon Sarman Saragih bertanya lagi. Kali ini pertanyaanya dari mana asal sabu itu didatangkan

"Dari luar negerikah atau darimana?" tanya Jon Sarman Saragih.

Kasranto menjawab bahwa menurut Linda, Sabu itu milik seorang jenderal untuk dijual kembali kepada pembeli. Pembelian siapa Kasranto mengaku tidak tahu.

"Mas ini ada barang punya jenderal," cerita Kasranto.

Mendengar jawaban berubah lagi Jon Sarman Saragi bertanya julukan Teddy Minahasa yang disebut Linda itu Bos Besar atau Jenderal. 

"Coba ulang anda konsisten memberikan jawaban ya! Tadi pertama sodara mengatakan, ini punya Bos Besar di akhir-akhir sekarang punya Jendral yang mana yang benar," tanya Jon Sarman Saragih dengan nada tinggi.

Sedikit gemetaran, Kasranto menjelaskan bahwa Jenderal yang dimaksud itu adalah Teddy Minahasa yang kadang juga disebut Linda sebagai Bos Besar. 

"Yang benar gini, Bos Besar yang dimaksud itu Jenderal Teddy Minahasa di BAP saya sampaikan itu," katanya.

Jon Sarman Sargi masih tidak percaya dan bertanya lagi kepada Kasranto apakah benar disebutkan di dalam BAP itu jendralnya atau memahami sendiri Bos Besar itu adalah Teddy Minahasa. 

"Bos Besar Jenderal Teddy Minahasa," kata Kasranto.

Saat merespons surat dakwaan yang dibacakan tim jaksa penuntut umum (JPU) pada Kamis (2/2/2023), kuasa hukum terdakwa Irjen Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea menilai, perkara ini belum bisa disidangkan.  Alasannya menurut Hotman, masih banyak saksi-saksi yang belum diperiksa penyidik untuk mengungkap dugaan keterlibatan Teddy Minahasa.

"Kelemahan dari kasus ini dakwannya prematur, belum waktunya di sidangkan," kata Hotman kepada wartawan.

Hotman memastikan, semua pihak yang ikut menyaksikan penghancuran barang bukti narkotika di Polres Bukit Tinggi tidak diperiksa. Padahal pada saat penghancuran barang bukti disaksikan banyak orang terkasuk pejabat tinggi setempat.

"Orang yang menjadi saksi resemi saat penghancuran satupun tidak dipanggil sebagai saksi, padahal ada Kajari, Kepala Pengadilan Negeri Bukti Tinggi dan bahkan ada 75 media satupun tidak dipanggil," katanya.

Karena alasan itulah, Hotman langsung mengajukan eksepsi setelah JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Barat membacakan dakwaan.  "Hari ini kita akan eksepsi bahwa ini belum waktunya disidangkan, masih kabur, prematur," katanya.

Sebelum perkara ini sampai di persidangan, penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Teddy Minahasa sebagai tersangka setelah diduga memerintahkan anak buahnya untuk menyisihkan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu dari hasil pengungkapan kasus untuk diedarkan. Polres Bukit Tinggi awalnya hendak memusnahkan 40 kilogram sabu, tetapi Teddy Minahasa diduga memerintahkan untuk menukar sabu sebanyak lima kilogram dengan tawas.

Meski demikian, penggelapan barang bukti narkoba tersebut akhirnya terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya. Sebanyak 1,7 kilogram sabu telah berhasil diedarkan, sedangkan 3,3 kilogram sisanya berhasil disita oleh petugas.

 

 

 

Lingkaran Narkoba Teddy Minahasa - (Republika)

 
Berita Terpopuler