Tiba-Tiba Umumkan Praxion Aman Dikonsumsi, BPOM Dipertanyakan

Penetapan Praxion aman dikonsumsi beberapa hari setelah pengumuman kasus baru GGAPA.

Republika/Putra M. Akbar
Pekerja memperlihatkan obat Sirup Praxion di Jakarta, Rabu (8/2/2023). Badan Pengawas Obat dan Makanan mengumumkan obat sirup Praxion dinyatakan aman dikonsumsi berdasarkan serangkaian pengujian yang telah dilakukan menggunakan tujuh sampel dengan hasil memenuhi syarat.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Nawir Arsyad Akbar

Baca Juga

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada Rabu (8/2/2023) mengumumkan, bahwa obat sirup Praxion aman dikonsumsi berdasarkan serangkaian pengujian yang telah dilakukan menggunakan tujuh sampel dengan hasil memenuhi syarat. Padahal sebelumnya, pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan ditemukan kasus gagal ginjal akut setealah pasien meminum obat penurun demam ini.

"Dari hasil pengujian tujuh sampel tersebut, hasilnya adalah memenuhi syarat. Artinya memenuhi ketentuan dan standar di farmakope Indonesia," kata Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM Togi Junice Hutadjulu di Jakarta, Rabu.

Togi menjelaskan, tujuh sampel yang diuji merupakan sampel sirup obat dan bahan baku, yang terdiri atas sampel sirop obat sisa pasien, sirup yang beredar di pasaran, sampel di tempat produksi dengan batch sama, sampel sirup dengan batch yang berdekatan dengan sirup obat pasien. Kemudian sampel bahan baku sorbitol, dan dua produk sirup lain yang menggunakan bahan baku dengan nomor batch sama.

Ia menegaskan, pengujian sampel di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN) BPOM telah memenuhi standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) sehingga dapat dipastikan akurasinya. Adapun pengujian dilakukan pada 2 dan 3 Februari 2023.

"Hasil pengujian dapat diyakini validitasnya untuk mendukung hasil pengawasan BPOM," ujarnya.

Pada Senin (6/2/2023), Juru Bicara Kementerian Kesehatan M Syahril mengonfirmasi dua penambahan kasus baru GGAPA di DKI Jakarta. Menurut dia, salah satu korban, anak berusia satu tahun meninggal setelah sebelumnya demam pada 25 Januari dan diberi obat sirup penurun demam.

“Dibeli dari apotek dengan merk Praxion,” kata Syahril dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Sehari setelah keterangan Kemenkes, PT Pharos Indonesia selaku produsen mengeluarkan pernyataan resmi bahwa mereka sudah melakukan penarikan produk secara sukarela atau voluntary recall terhadap obat sirup penurun demam, Praxion. Berdasarkan siaran pers resmi perusahaan yang diterima di Jakarta, Selasa (7/2/2023), PT Pharos Indonesia juga melakukan pemeriksaan ulang keamanan produk di laboratorium internal. Pengujian dilakukan sesuai dengan aturan farmakope Indonesia edisi VI suplemen II.

"Hasil pemeriksaan internal ini menunjukkan produk masih memenuhi spesifikasi farmakope Indonesia," kata Director of Corporate Communication PT Pharos Indonesia Ida Nurtika.

Kuasa hukum keluarga korban kasus gagal ginjal akut progresif Atipikal (GGAPA), Julius Ibrani mengkritisi BPOM yang mengumumkan obat sirup Praxion aman dikonsumsi. Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) itu mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan atas kejadian ini. 

Julius meyakini munculnya kasus baru gagal ginjal sebagaimana dikonfirmasi oleh Kemenkes. Di antaranya terdapat dua anak di wilayah DKI Jakarta yang menderita GGAPA yang penyebabnya diduga karena sirup Praxion. 

"Tim juga mendapat informasi baru tentang satu kasus baru di Solo. Korban diduga mengonsumsi Praxion dan saat ini mulai menunjukkan gejala," kata Julius, Rabu. 

Julius memandang kemunculan kasus baru GGAPA kian menguatkan dugaan memang benar terjadi pengabaian dari negara. Apalagi, Praxion yang diproduksi PT Pharos justru terdaftar sebagai obat yang aman dikonsumsi versi BPOM. 

"Hal tersebut membuktikan bahwa kasus ini belum selesai. Pernyataan menteri kesehatan pada November 2022 yang menutup kasus ini ternyata berbeda dengan realitas di lapangan," ujar Julius. 

Atas dasar itulah, kuasa hukum keluarga korban GGAPA mendesak Presiden Jokowi turun tangan. Julius mendorong Istana mengambilalih penanganan kasus GGAPA karena publik sudah tak percaya kinerja Menteri Kesehatan dan BPOM. 

"Langkah tercepat yang bisa dilakukan adalah dengan menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Evaluasi terhadap menteri kesehatan dan kepala BPOM juga mutlak harus dilakukan Presiden," ucap Julius. 

Selanjutnya, Julius meminta Pemerintah segera membentuk tim investigasi independen dengan mengikutsertakan unsur masyarakat, termasuk pula para korban. Lalu DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk memanggil seluruh pihak guna dimintai keterangan dan pertanggungjawabannya. 

"Ini demi mengungkap fakta di balik tragedi obat beracun serta mencari solusi cepat dan jangka panjang demi kepentingan terbaik korban," ujar Julius. 

Kuasa hukum keluarga korban kasus GGAPA yang lain, Awan Puryadi juga mempertanyakan BPOM yang mengumumkan obat sirup Praxion aman dikonsumsi.

"Apabila memang benar anak ini gagal ginjal akutnya itu dikarenakan Praxion lalu tiba-tiba Praxion dinyatakan aman, ini akan sangat berbahaya," kata Awan kepada Republika, Rabu. 

Awan meminta BPOM tak main-main dalam pengujian obat. Sebab hasil pengujiannya menyangkut nyawa masyarakat sebagai pengonsumsi obat. 

"Kalau nanti (BPOM) salah, masyarakat jadi korban dan nggak main-main, korbannya meninggal," kata Awan.

 

 

 

Seusai rapat dengan Komisi IX DPR, kemarin, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pihaknya langsung berkoordinasi dengan BPOM terkait kembali munculnya dua kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA). Termasuk meminta BPOM untuk mengimbau perusahaan obat untuk melakukan penarikan sukarela atau voluntary withdrawal.

"Kita sudah berkoordinasi dengan BPOM untuk mengimbau perusahaannya akan melakukan voluntary withdrawal. Kedua, kita juga sudah mengimbau kepada IDAI agar meresepkan obat-obat yang berisiko lebih rendah," ujar Budi usai rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Rabu.

Kemenkes pun masih menunggu hasil penelitian antara laboratorium BPOM dengan pembandingnya terkait ditemukannya dua kasus GGAPA. Sehingga, pihaknya belum dapat menetapkan kejadian luar biasa (KLB) terhadap penyakit tersebut.

"Ini yang kejadian kan satu dan masih perlu ditentukan lagi penyebabnya itu apa, karena ada perbedaan hasil dari dua laboratorium ini. Nah itu yang sekarang kita tunggu aja," ujar Budi.

Ia sendiri melihat ada keterlambatan perujukan terhadap satu anak yang masuk dalam kategori GGAPA. Karenanya, anak tersebut terlambat ditangani dengan obat yang tepat, yakni fomepizole.

"Ini sebenarnya agak telat, kita kan sudah tahu obatnya, ketemunya lebih dini harusnya bisa diobati, tapi karena prosesnya rujukannya terlampau lama, berjenjang naik, itu mengakibatkan agak terlambat. Kalau kita tahunya cepat itu kan bisa sebenarnya tahu," ujar Budi.

Kemenkes telah mengimbau semua dokter anak untuk segera merujuk pasien ke rumah sakit rujukan jika ditemukan gejala GGAPA. Imbauan tersebut sudah disampaikannya kepada Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

"Khusus untuk teman-teman dokter, mereka juga sudah kita minta agar benar-benar memastikan kalau ada gejala-gejala seperti yang dulu itu segera dirujuk saja, dirujuk langsung saja ke rumah sakit rujukan yang ditunjuk," ujar Budi.

Pakar keamanan dan ketahanan kesehatan global Griffith University Australia, Dicky Budiman menyatakan, temuan kasus baru gagal ginjal akut menjadi bukti lemahnya deteksi dini kesehatan. Menurut dia, ini alasan klasik dari dulu yang tidak pernah diperbaiki.

Dicky mengatakan, deteksi yang lemah berpotensi memicu temuan kasus baru lain yang serupa ataupun serupa dalam bentuk yang tidak sama sesuai dengan logika ilmiah. Terlebih kasus gagal ginjal akut berbicara terkait obat yang diedarkan secara bebas pada masyarakat.

Dengan adanya deteksi yang lemah, setiap kasus tidak bisa termonitoring dengan baik. Dia menilai hal tersebut sangat berbahaya, sebab satu kasus yang ditemukan bisa menggambarkan seperti apa fenomena gunung es yang sebenarnya ada dalam masyarakat.

Seharusnya, kata dia, kembali ditemukannya kasus gagal ginjal akut pada anak dijadikan sebagai pembelajaran berharga sekaligus momentum memperbaiki regulasi kesehatan yang masih lemah. Hal ini sangat penting dilakukan sebagai bentuk kepedulian pemerintah atas kualitas kesehatan masyarakat.

 

Gejala dan Cara Pencegahan Gagal Ginjal Akut pada Anak - (Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler