Dahsyatnya Potensi Panas Bumi Indonesia dan Peran PGE

Pemanfaatan geotermal harus dimaksimalkan dalam pencapaian bauran energi 25 persen

ANTARA/Anis Efizudin
Pekerja menyelesaikan pekerjaan pada proyek sumur produksi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) PT Geo Dipa Energi di kawasan dataran tinggi Dieng Desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara. berdasarkan proyeksi Wood Mackenzie, Indonesia akan merajai pemanfaatan panas bumi di dunia dalam beberapa tahun ke depan. Sebab, pada 2026, kapasitas terpasang panas bumi Indonesia diprediksi mencapai 5.240 MW. Bahkan pada 2030, kapasitas terpasang geotermal di Indonesia bisa menembus 6.210 MW.
Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wilayah Indonesia dikenal menjadi salah satu negara dengan potensi geotermal atau panas bumi terbesar di dunia. Posisinya bahkan berada di peringkat kedua di dunia, di bawah Amerika Serikat.

Berdasarkan data Wood Mackenzie pada 2021, kapasitas terpasang sumber daya panas bumi di Indonesia mencapai 2.280 megawatt (MW). Jumlah itu menjadi yang terbesar kedua di dunia. Sementara itu, Amerika Serikat menempati posisi pertama dengan kapasitas terpasang sumber daya panas buminya yang mencapai 2.690 MW.

Namun demikian, berdasarkan proyeksi Wood Mackenzie, Indonesia akan merajai pemanfaatan panas bumi di dunia dalam beberapa tahun ke depan. Sebab, pada 2026, kapasitas terpasang panas bumi Indonesia diprediksi mencapai 5.240 MW. Bahkan pada 2030, kapasitas terpasang geotermal di Indonesia bisa menembus 6.210 MW.

Jumlah itu akan membuat Indonesia menempati posisi pertama di dunia, mengungguli Amerika Serikat yang pada 2026 kapasitas terpasangnya diprediksi mencapai 3.960 MW dan 4.160 MW pada 2030. Dari sisi lain, potensi pemanfaatan panas bumi di Indonesia boleh dibilang cukup merata. Sebab berdasarkan laporan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2021 hingga 2030 potensi pemanfaatan geotermal PLTP telah terbagi setiap pulau di Indonesia.

Pulau Sumatra menjadi daerah yang memiliki potensi terbesar dengan mencapai 9,67 gigawatt (GW). Selanjutnya di Jawa, memiliki potensi sebesar 8,10 GW. Sedangkan Sulawesi memiliki potensi sebesar 3,06 GW. Selanjutnya, Nusa Tenggara memiliki potensi 1,36 GW; Maluku memiliki potensi 1,15 GW; Bali 335 MW; Kalimantan 182 MW; dan Papua 75 MW.

Dalam hal ini Indonesia sangat diuntungkan dari sisi kondisi geografis, terutama terkait dengan pemanfaatan geotermal sebagai pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Besarnya potensi energi itu disebabkan oleh letak geografis Indonesia sekitar patahan ring of fire bumi.

Sementara itu, di tengah upaya pemerintah untuk menggenjot pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT), pengadopsian geotermal sebagai energi pembangkit listrik terbilang sangat penting bagi Indonesia.

Pengembangan pembangkit EBT merupakan program pemerintah sektor ketenagalistrikan dalam mengejar target bauran energi EBT 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2030. Hal ini sejalan dengan ambisi pemerintah mengejar target net zero emission (NZE) pada 2060.

Bahkan, pemerintah pun memasukkan panas bumi sebagai sumber energi terbarukan sebagai bagian tansisi energi sektor ketenagalistrikan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Penyediaan Tenaga Listrik.

Namun demikian, sejauh ini pemanfaatan geotermal di Indonesia tersebut masih relatif rendah. Hal itu tercermin dari, kapasitas terpasang PLTP yang hanya mencapai 2.276 MW. Alhasil, masih terdapat ruang untuk pemanfaatan geotermal sebagai sumber energi PLTP sebesar 21.424 MW.

 

Belum lama ini, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Darnel Ibrahim mengatakan, pemanfaatan geotermal harus dimaksimalkan dalam pencapaian bauran energi 25 persen pada 2025 dan Net Zero Emission pada 2060. Sebab menurutnya energi panas bumi memiliki banyak kelebihan.

"Salah satu yang utama adalah pasokannya stabil dan capacity factor-nya tinggi," ujarnya dikutip Selasa (7/2/2023).

Maka demikian, geotermal berpeluang menjadi pembangkit beban dasar atau base load yang selama ini ditopang oleh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

Hal senada juga sempat diungkapkan oleh Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute. Menurutnya, PLTP cenderung memiliki keunggulan karena tidak menghadapi masalah intermitensi. Dia menilai pengembangan panas bumi patut menjadi prioritas nasional dalam menyongsong pelaksanaan transisi energi.

Berdasarkan kajian Reforminer Institute, dari aspek skala, geotermal merupakan energi baru terbarukan (EBT) utama yang paling potensial untuk mengakomodasi tujuan kebijakan transisi energi menuju pembangunan berkelanjutan dan ekonomi bebas emisi.

“Dari aspek skala, panas bumi merupakan EBT utama yang paling potensial untuk dapat mengakomodasi tujuan kebijakan transisi energi menuju pembangunan berkelanjutan dan ekonomi bebas emisi,” tulis Reforminer Institute dalam kajiannya yang bertajuk Momentum Percepatan Pengembangan Panas Bumi Indonesia.

Dalam pemanfaatan geotermal sebagai energi, pembangkit listrik, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) memiliki peran yang sangat besar. Dimulai dari wilayah Kamojang, Jawa Barat, hingga saat ini PGE mengelola 13 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang tersebar enam area dengan kapasitas terpasang 672 MW yang dioperasikan sendiri.

Sementara itu, sebanyak 1.205 MW dikelola melalui Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract/JOC). Kapasitas terpasang panas bumi di wilayah kerja PGE berkontribusi sebesar sekitar 82 persen dari total kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia, dengan potensi emission avoidance CO2 sekitar 9,7 juta ton CO2 per tahun.

Selain itu, secara lebih detail, pemanfaatan yang dilakukan olehi PGE dari energi geotermal telah berhasil membuat 2.085.000 rumah di Indonesia teraliri listrik.

 Sejalan dengan langkah pemerintah dalam mempercepat pengembangan PLTP di Indonesia, PGE mengembangkan fasilitas dan infrastruktur untuk mengalirkan uap panas ke pembangkit listrik. Saat ini, PGE sedang menjalankan proyek pengembangan di tiga Wilayah Kerja Panas Bumi yaitu: Hululais, Lumut Balai (unit II) dan Sungai Penuh.

Presiden Direktur PT Pertamina Geotermal Energy Ahmad Yuniarto, mengatakan PGE siap untuk menjawab tantangan dalam mengembangkan pemanfaatan dari besarnya potensi geotermal di Indonesia.

Menurutnya dalam 10 tahun PGE menargetkan dapat meningkatkan kapasitas terpasang energi bersih yang bersumber dari panas bumi hingga dua kali lipat lebih dari yang saat ini dioperasikan oleh PGE. Adapun, PGE menargetkan dapat meningkatkan kapasitas terpasang yang dikelola langsung PGE menjadi 1.272MW pada 2027.

 

"Ini artinya pada 2030 PGE berpotensi untuk memberikan kontribusi potensi pengurangan emisi sebesar 9 juta ton CO2 per tahun, dan menargetkan menjadi tiga besar perusahaan produsen panas bumi di dunia,” kata Yuniarto.

 
Berita Terpopuler