Di Balik Serangan Mematikan Bom Pakistan dan Apa Arti Sebagian Besar Korban Polisi?

Taliban Pakistan membantah di balik serangan bom mematikan masjid di Peshawar

Pakistan's Police Department
Petugas keamanan berkumpul untuk melakukan shalat jenazah petugas polisi yang tewas dalam serangan bom bunuh diri di dalam masjid, di Peshawar, Pakistan, Senin, (30/1/2023). (Departemen Kepolisian Pakistan via AP)
Rep: Mabruroh Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD – Ledakan bom di masjid markas kepolisian di Pakistan pada Senin (30/1/2023) merupakan yang serangan paling mematikan di negara itu dalam beberapa tahun terakhir.  Sebanyak 100 orang meninggal dunia dan 225 mengalami luka-luka. 

Baca Juga

Polisi kota yang berada di garis depan melawan militan percaya bahwa mereka menjadi sasaran untuk melemahkan semangat mereka. 

Hal ini karena dari 100 korban yang tewas, sebagian besar adalah anggota pasukan keamanan Pakistan yang sedang sholat. 

Ledakan bom bunuh diri ini terjadi dua bulan setelah Taliban Pakistan meninggalkan gencatan senjata. Sejak saat itu kekerasan meningkat, dengan seringnya serangan terhadap polisi dan tentara. 

Kelompok militan garis keras Tehrik-i-Taliban Pakistan (TTP) mengaku bertanggungjawab atas bom bunuh diri itu, namun sebagian dari kelompok itu juga membantah dan menyalahkan komandan faksi yang memisahkan diri. 

Dilansir dari BBC pada Kamis (2/2/2023) para pakar mempertanyakan penyangkalan tersebut dan mereka menduga bahwa  penyangkalan ini hanyalah taktik pengalih perhatian. 

Di masa lalu TTP menahan diri untuk tidak mengklaim beberapa serangan terhadap masjid, sekolah atau pasar. 

Mereka lebih memilih untuk menyatakan kekerasannya sebagai perang dengan pasukan keamanan dan bukan melawan rakyat Pakistan. 

TTP telah memerangi angkatan bersenjata dan polisi Pakistan selama bertahun-tahun, dengan banyak korban jiwa. 

Baca juga: Ketika Sayyidina Hasan Ditolak Dimakamkan Dekat Sang Kakek Muhammad SAW

Kelompok itu memiliki ideologi garis keras yang sama dengan Taliban Afghanistan, tetapi terpisah darinya. 

Di bagian atas daftar panjang tuntutannya, Taliban Pakistan ingin memaksakan interpretasinya atas hukum Syariah di barat laut Pakistan. 

Pada satu titik sekitar satu dekade yang lalu, TTP mengancam akan membuat Pakistan tidak stabil dari daerah yang dikuasainya di sepanjang perbatasan pegunungan dengan Afghanistan, yang telah menjadi sarang aktivitas militan selama beberapa dekade. 

Salah satu serangan paling terkenal dan dikutuk secara internasional dari semua serangan Taliban Pakistan terjadi pada Oktober 2012, ketika siswi Malala Yousafzai ditembak. Dia telah berkampanye untuk pendidikan anak perempuan. 

Serangan militer besar-besaran terjadi dua tahun kemudian setelah pembantaian sekolah Peshawar.  

Serangan yang tidak diklaim TTP itu menewaskan sebanyak 141 orang, kebanyakan dari korban adalah anak-anak. Ini sangat mengurangi pengaruh kelompok itu di Pakistan. 

Di tengah kemarahan publik, tentara menghancurkan pusat-pusat militan dan mendorong pemberontak melintasi perbatasan ke Afghanistan.

Kekerasan militan di dalam Pakistan jatuh, namun dalam beberapa tahun terakhir serangan oleh TTP dan lainnya telah meningkat lagi di barat laut Pakistan. 

Setelah Taliban merebut kembali kendali atas Afghanistan pada 2021, mantan PM Pakistan Imran Khan menawarkan kesempatan kepada militan yang bersembunyi di perbatasan untuk kembali ke rumah dan menetap jika mereka meletakkan senjata. 

Para militan kembali tetapi tidak setuju untuk menyerahkan senjata mereka dan disitulah masalah saat ini dimulai. Hal ini menyebabkan dialog yang dimulai oleh Imran Khan terhenti. 

Para pemimpin politik dan militer baru yang masuk setelah dia digulingkan tahun lalu tidak setuju dengan tuntutan militan dan berhenti berbicara dengan Taliban Pakistan. Akibatnya TTP mengakhiri gencatan senjata pada November dan melanjutkan serangan. 

Ashraf Ali, yang menjalankan organisasi donor darah, mengatakan orang-orang di Peshawar hidup dalam ketakutan. 

"Semua orang khawatir tentang apa yang akan terjadi selanjutnya karena itu adalah perjalanan panjang dari terorisme ke pariwisata di Peshawar dan sekarang lagi Peshawar sangat terpengaruh oleh terorisme,” ungkapnya. 

Baca juga: Ketika Sayyidina Hasan Ditolak Dimakamkan Dekat Sang Kakek Muhammad SAW

Pakistan mengatakan pasukannya siap menghadapi militan. Tapi polisi tetap tidak siap untuk melawan pemberontak yang sangat terlatih dan bersenjata lengkap. 

Serangan militan baru-baru ini termasuk menduduki kantor polisi, dalam beberapa kasus polisi tidak memberikan perlawanan. 

Publik menginginkan kekerasan berakhir untuk selamanya, dan para ahli sekarang menyerukan operasi militer habis-habisan untuk mengalahkan para militan, seperti yang terjadi pada 2014 silam. 

Tetapi orang-orang Pakistan sedih dan kritis terhadap upaya negara untuk menangani militansi, yang telah berlangsung selama dua dekade dalam sebuah siklus yang tampaknya terus berulang. 

Banyak yang berpikir masih ada unsur-unsur dalam keamanan Pakistan dan lembaga sipil yang bersikap lunak terhadap militan dan itulah alasan ancaman tersebut tidak ditangani dengan baik.    

 

Sumber: bbc

 

 
Berita Terpopuler