Anak-Anak Kita Nakal dan Susah Diatur, Ketahuilah Bisa Jadi Kita Mendurhakai Mereka

Mendidik anak agar tidak durhaka harus diimbangi dengan ketidakdurhakaan orang tua

Republika/Yogi Ardhi
Ilustrasi orang tua mendidik anak. Mendidik anak agar tidak durhaka harus diimbangi dengan ketidakdurhakaan orang tua
Red: Nashih Nashrullah

Oleh : Ustadz Yendri Junaidi, Lc MA, dosen STIT Diniyah Putri Rahmah El Yunusiyah Padang Panjang dan Ketua Bidang Fatwa dan Hukum MUI Kota Tanah Datar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pernahkah kita berpikir mengapa Allah SWT menciptakan langit dan bumi dalam enam hari (masa)? 

Baca Juga

Apa sulitnya bagi Dia untuk menciptakan alam semesta ini dalam sekejap mata atau bahkan lebih cepat dari itu? 

Mengapa untuk jadi sebuah pohon kelapa mesti melewati berbagai tahapan dulu? Bukankah semua bisa terjadi dengan ‘kun’ maka dia akan jadi? 

Di antara hikmahnya –wallahu a’lam- Dia ingin mengajarkan pada kita bahwa semua butuh proses. Tidak ada yang langsung jadi tiba-tiba, meski Dia mampu melakukannya.  

Dia adalah ‘Rabb’ yang akar katanya sama dengan ‘tarbiyah’ yang berarti menumbuhkan sesuatu secara bertahap. 

Tarbiyah adalah pendidikan. Murabbi adalah pendidik. Pendidikan itu butuh proses. Karena itu murabbi mesti sabar dalam menjalani proses. 

Ketika objek didik (anak kandung atau siswa) memperlihatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan tujuan akhir dari pendidikan, seperti kenakalan, melawan, suka mem-bully dan sebagainya, ini pertanda ada yang salah pada proses yang dilakukan. 

Ibarat seorang mekanik membuat sebuah mesin. Ketika dinyalakan mesin tidak berfungsi dengan baik. Ini boleh jadi karena ada bagian yang tidak terpasang dengan baik. Atau ada komponen yang tidak bekerja dengan semestinya.  

Tentu proses pendidikan manusia jauh lebih kompleks dan tidak bisa disamakan dengan proses pembuatan barang.   

Ada sebagian ustadz dan penceramah yang menyampaikan pada jamaah doa-doa khusus untuk menyikapi perilaku anak. 

Misalnya, kalau anak rewel baca dzikir ini. Agar anak patuh pada orang tua baca doa ini. Jika mau anak berakhlak mulia baca ayat ini. Dan seterusnya. 

Tentu ini sesuatu yang baik. Karena bagaimanapun hati manusia berada dalam kuasa Allah Swt; Dia yang membolak-balikkan sekehendak-Nya. Termasuk juga hati anak kita. 

Sehebat apapun usaha kita merubah perilakunya kalau Allah SWT tidak memberikan taufiq-Nya tidak akan berhasil. Jadi peran doa tidak bisa diabaikan. 

Namun yang dikhawatirkan adalah orang tua atau guru cenderung memilih cara instan yang mereka anggap bisa memberikan dampak pada anak secara cepat.  

Baca juga: Putuskan Bersyahadat, Mualaf JJC Skillz Artis Inggris: Islam Memberi Saya Kedamaian 

Akhirnya ketika anak terlihat rewel atau nakal orang tua langsung membaca ayat, doa atau dzikir yang diajarkan sang ustadz. 

Kemudian dia akan menunggu hasilnya. Kalau hasilnya tak kunjung tampak dia akan berdoa lagi dengan lebih sungguh-sungguh. Kalau perlu dia akan meminta doa dari orang yang dinilainya lebih saleh dan alim. 

Padahal masalah sesungguhnya adalah proses dan pola pendidikan yang ia lakukan selama ini salah sehingga muncullah sikap anak seperti itu. Dari sini dia semestinya mulai memperbaiki. 

Sebagai contoh. Anak yang suka melawan (kata orang Minang : mambaliak), itu karena orang tua suka memerintah, membentak, dan berbahasa kasar. Wajar kalau anak akhirnya suka melawan.    

Lalu ketika orang tua ingin memperbaiki perilaku negatif pada anaknya ini bisakah dengan cara berdoa saja? Atau membaca ayat-ayat dan dzikir-dzikir tertentu sementara sikap dan bahasanya pada anak tidak dia perbaiki? 

Disinilah briliannya Umar bin Khattab RA. Ketika ada seorang bapak mengadukan anaknya yang durhaka padanya, Umar tidak menyuruhnya membaca doa-doa tertentu. Dia teliti dulu akar permasalahannya.  

Umar memanggil sang anak. Ia bertanya, “Apakah benar engkau durhaka pada ayahmu?” 

“Benar wahai Amirul Mukminin,” jawab sang anak.  “Mengapa engkau lakukan itu?,” tanya Umar.  

“Wahai Amirul Mukminin, bukankah anak juga punya hak terhadap orang tua?,” kata sang anak. “Iya, benar," jawab Umar.  

“Ayahku tidak menunaikan kewajibannya terhadapku. Dia pilihkan ibuku (maksudnya ia menikah dengan) seorang wanita Zinjiy dari asal Majusi. Dia juga memberiku nama Khanfasa` (yang berarti kumbang). Dan ia tidak pernah mengajarkanku Alquran sama sekali.” Mendengar itu Umar berkata pada sang ayah:  

لقد عققته قبل أن يعقك “Engkau telah mendurhakainya sebelum ia mendurhakaimu.”

(Riwayat ini disebutkan Dr Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyat al-Awlad. Sanad riwayat ini bermasalah. Namun substansinya bisa diambil hikmahnya). 

Maka ketika anak rewel, melawan, punya kebiasaan buruk dan sebagainya, cari sumber masalahnya terlebih dahulu. Jangan-jangan kita telah mendurhakainya sehingga dia mendurhakai kita. 

 

والله تعالى أعلم وأحكم  

 
Berita Terpopuler