Koalisi Perubahan Bisa Jadi Layu Sebelum Berkembang

Hingga kini belum juga ada kesepakatan resmi antara Nasdem, Demokrat, dan PKS.

Republika/Thoudy Badai
Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, bakal calon presiden (capres) yang dideklarasikan Nasdem. Namun hingga kini, Nasdem, PKS, dan Demokrat belum menandatangani kesepakatan Koalisi Perubahan. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah, Nawir Arsyad Akbar

Baca Juga

 Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrat hingga kini belum juga meneken kesepakatan resmi Koalisi Perubahan untuk Pemilu 2024. Nasdem yang telah lebih dulu mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (capres) belakangan malah berpikir realistis jika seandainya koalisi ini tak tewujud dan gagal mengusung Anies pada 2024.

Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro menilai, belum disepakatinya siapa pendamping Anies sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres), menjadi penyebab utamanya deadlock-nya pembicaraan koalisi. Selain itu, ia juga menduga, ada faktor eksternal yang berupaya menghambat pencalonan Anies.

"Pertama, deadlock soal cawapres Anies, memang karena mengemuka nama yang ada seperti, AHY, Ahmad Syaiku dan Khofifah. Di luar itu, persoalannya nama Anies sebagai capres di Koalisi Perubahan sudah final," kata Agung kepada wartawan, Rabu (25/1/2023).

"Bila cawapres tak menemui kata sepakat, Koalisi Perubahan bisa jadi layu sebelum berkembang," katanya.

Dan kondisi itu, menurut dia, memang diharapkan kubu lawan Koalisi Perubahan. Karena suka atau tidak, ia menegaskan, majunya Anies ini sedikit-banyak mengubah konstelasi politik koalisi selama ini.

"Artinya, upaya untuk menggembosi Koalisi Perubahan takkan pernah berhenti sampai kelak didaftarkan ke KPU. Karena Anies selama ini identik dengan narasi perubahan (change) ketimbang keberlanjutan (continuity)," katanya.

Agung menyoroti peristiwa pertemuan tertutup antara Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Eropa beberapa waktu yang lalu. Pertemuan itu bisa jadi bagian dari upaya penggembosan Koalisi Perubahan.

Koalisi Perubahan, menurut Agung, bisa bubar sebelum terealisasi jika Nasdem, PKS, dan Demokrat tidak menemukan kata sepakat. Namun, apabila PKS dan Demokrat akhirnya setuju dan ikhlas tidak memaksakan kadernya sebagai cawapres Anies, perlu ada insentif politik yang paling pas agar ketiga partai ini tetap bisa bersatu dalam Koalisi Perubahan.

"Hal itu juga perlu dipikirkan, agar nasib Koalisi Perubahan tetap mendapat tempat sendiri di masyarakat, yang masih mengharapkan perubahan sistem politik dan ekonomi di Indonesia," katanya mengungkapkan.

Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA menilai, Partai Nasdem telah mengambil langkah yang berani dengan mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal capres. Namun, langkah berani Nasdem itu, menurut Denny, mengandung risiko politik.

Denny mengatakan, masalah yang dihadapi Partai Nasdem seusai deklarasi sudah mulai terlihat. Salah satunya muncul desakan dari partai-partai koalisi baru mereka, Partai Demokrat dan PKS, agar Nasdem secepatnya mengibarkan isu-isu perubahan.

Namun, bagi Nasdem, desakan itu tidak mudah direalisasikan. Karena hingga kini, Nasdem masih menjadi bagian dari Kabinet Indonesia Maju. Kader Nasdem, yakni Siti Nurbaya, Johnny G Plate, dan Syahrul Yasin Limpo adalah menteri-menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sebaliknya, partai-partai yang ada dalam koalisi terdahulu juga tidak akan tinggal diam. Denny melihat, mereka akan mendesak Nasdem untuk membatalkan dukungannya kepada Anies atau hengkang dari pemerintahan.

"Mungkin sebulan depan, dua bulan atau tiga bulan ke depan, sebelum pendaftaran capres, dua tarikan ini yang akan keras sekali," kata Denny, Selasa (24/1/2023).

 

 

Kepala Badan Pembinaan Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi (BPOKK) Partai Demokrat, Herman Khaeron, memastikan bahwa pihaknya tak memaksakan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi bakal cawapres untuk Anies Baswedan. Jelasnya, pembahasan terkait hal tersebut tetap mengutamakan kesetaraan.

"Tidak ada paksa-memaksa, tidak paksa-memaksa semuanya dalam kesetaraan, equal partnership prinsip ketiga partai ini. Sehingga semua-semuanya boleh mengusulkan, boleh mendiskusikan, tidak ada memaksakan," ujar Herman di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (25/1/2023).

Komunikasi antara Partai Demokrat dan Partai Nasdem juga disebutnya masih solid. Meskipun Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali, mengungkapkan peluang alternatif koalisi untuk mengusung Anies sebagai calon presiden (capres).

"Saya tidak dalam komentar itu, karena tidak dalam konteks itu. Konteksnya kan kami sedang membicarakan tiga partai ini untuk menuju Koalisi Perubahan," ujar Herman.

Juru bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Kholid, tetap yakin dengan terealisasinya Koalisi Perubahan. "Tidak ada jalan buntu, Insya Allah ada jalan terbuka, butuh kesabaran dan kedisiplinan. Kami sih optimistis akan ada titik temu kesepakatan, tinggal selangkah lagi," ujar Kholid lewat pesan singkat, Rabu.

"Kami juga hormati pilihan Nasdem terkait poros alternatif. Karena setiap partai independen dengan sikapnya," katanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali, mengatakan bahwa partainya adalah satu-satunya pihak yang telah mendeklarasikan bakal capres, yakni Anies. Namun, pihaknya juga realistis dalam pengusungannya, mengingat Partai Nasdem belum memenuhi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.

"Politik itu dinamis, apa pun atau bagaimanapun dinamisnya politik itu, itu di atasnya tidak boleh mengalahkan kepentingan bangsa. Nah, itu yg sebenarnya Nasdem lihat, ketika kemudian ini terhambat dengan persyaratan yang tidak mungkin kita penuhi, tentunya kita harus punya alternatif-alternatif," ujar Ali kepada wartawan, Selasa (24/1/2023).

Ditanya lebih lanjut ihwal alternatif yang disampaikannya itu, apakah artinya Partai Nasdem membuka komunikasi dengan partai politik lain di luar Partai Demokrat dan PKS? Ali hanya meminta semua pihak untuk menunggu langkah tersebut.

"Tunggu saja dalam satu atau dua hari ini akan ada cerita ya, ada berita ya. Bisa jadi kita mengambil langkah-langkah lain," jawab Ali.

Berdasarkan hasil survei Algoritma Research and Consulting yang digelar 19-30 Desember 2022, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto menjadi tiga bakal capres dengan elektabilitas tertinggi. Anies mendapatkan angka keterpilihan tertinggi hanya jika Ganjar tidak maju sebagai capres. 

Direktur Riset dan Program Algoritma Fajar Nursahid mengatakan, pada daftar nama terbuka, sebanyak 25,1 persen responden memilih Ganjar. Responden yang memilih Anies sebanyak 18,7 persen. Adapun Prabowo beroleh elektabilitas 16,6 persen. 

Sedangkan dalam simulasi tunggal tiga nama calon, menurut Fajar, urutan elektabilitas tertinggi sama dengan daftar terbuka. Elektabilitas tertinggi diperoleh Ganjar sebesar 33 persen, lalu disusul Anies 27,8 persen, dan Prabowo 24,1 persen. 

Hasil berbeda baru tampak dalam simulasi tunggal dua nama calon. Simulasi pertama, Ganjar versus Anies. Ganjar menang dengan perolehan elektabilitas 41,3 persen dibandingkan Anies 37,5 persen. 

Simulasi kedua, Ganjar menghadapi Prabowo. Hasilnya, Ganjar menang 41,4 persen dibandingkan Prabowo 36,9 persen. 

Simulasi ketiga antara Anies dan Prabowo. Dalam simulasi ketiga ini, Anies menang dengan elektabilitas 40,6 persen dibandingkan Prabowo Subianto 36,7 persen. 

"Yang cukup kuat adalah Pak Ganjar dan Pak Anies. Pak Prabowo relatif belum," kata Fajar saat merilis hasil surveinya di salah satu hotel di Jakarta, Senin (23/1/2023). 

 

Elektabilitasn Bakal Capres per Desember 2022 - (Infografis Republika)

 

 
Berita Terpopuler