Baitul Maal, Sistem Lembaga Keuangan Peradaban Islam

Baitul Maal difungsikan sebagai tempat untuk menghimpun kelebihan jizyah dan kharaj.

MgIt03
Ilustrasi Umar bin Khattab mendirikan Baitul Maal, sebuah sistem keuangan yang mengatur pemasukan dan pengeluaran negara.
Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Semasa kepemimpinan Rasulullah, bila beliau mendapat amanah zakat ataupun sedekah dari umat Islam di pagi hari, selepas zuhur zakat dan sedekah itu sudah terbagi habis kepada kaum fakir miskin. Demikian juga dengan harta rampasan perang yang diperoleh kaum Muslim. Biasanya, setelah selesai peperangan, beliau sendiri yang membagikannya tanpa ada yang tersisa.

Baca Juga

Sistem yang diterapkan Rasulullah SAW ini kemudian diteruskan oleh Khalifah Abu Bakar Shiddiq RA hingga permulaan Khalifah Umar bin Khattab. Tetapi, dengan semakin luasnya kawasan yang dibebaskan dan daerah yang ditaklukkan, kekayaan dari rampasan perang juga bertambah, termasuk pemasukan dari kharaj dan jizyah (pajak). Semuanya masih diatur secara sangat sederhana.

Setiap negeri yang ditaklukkan, pihak Muslim mengadakan persetujuan dengan pihak yang ditaklukkan, berupa pembayaran jizyah sebesar dua dinar per kepala. Belum termasuk kharaj tanah yang harus dibayar para petani. Hasil kesepakatan yang didapatkan dari kharaj dan jizyah itu kemudian dibagikan untuk kepentingan umat Islam.

Meski sebagian hasil rampasan dan pemasukan dari kharaj dan jizyah ini sudah dikeluarkan untuk membiayai pembangunan berbagai fasilitas umum serta ketertiban hukum di daerah yang ditaklukan, kelebihan dari semua hasil pemasukan itu masih sangat besar. Kondisi tersebut memaksa Khalifah Umar bin Khattab RA untuk memikirkan suatu sistem moneter atau keuangan negara yang baru tumbuh itu.

Dalam beberapa sumber, dikisahkan bahwa sepulangnya dari menaklukkan Bahrain, Abu Hurairah RA menghadap Khalifah Umar dengan membawa uang 500 ribu dirham--jumlah yang sangat besar pada masa itu--sebagai hasil rampasan perang. Sejak saat itu, Umar membentuk lembaga keuangan khusus atau yang lebih dikenal dengan istilah Baitul Maal.

 

Pada tahap awal, keberadaan Baitul Maal difungsikan sebagai tempat untuk menghimpun kelebihan dari hasil rampasan perang serta pemasukan dari pembayaran jizyah dan kharaj. Dari dana yang terkumpul di Baitul Maal ini, Khalifah Umar mulai menerapkan sistem pemberian tunjangan kepada orang-orang Arab pedalaman yang selama ini menjadi tentara pasukan Islam.

Pemberian tunjangan ini dimaksudkan agar para tentara tersebut dapat mengkhususkan diri dalam berjihad di jalan Allah, mereka bebas sepenuhnya melaksanakan tugas dakwah. Tujuan lainnya agar tentara Muslim ini senantiasa siap melaksanakan tugas dalam menegakkan agama Islam dan siap melawan tentara Persia, Romawi, dan lainnya.

Bersamaan dengan diberlakukannya sistem ini, Umar mulai menerapkan pelarangan pembagian tanah kepada tentara di daerah yang sudah diduduki supaya mereka tidak mementingkan mengolah tanah daripada berjihad.

Tidak hanya tunjangan bagi orang-orang dari kalangan militer. Baitul Maal ini juga mengurusi tunjangan untuk masyarakat sipil. Dalam beberapa sumber, lembaga tersebut digambarkan layaknya sebuah kantor registrasi yang mencatat dan menghitung orang-orang dari kalangan militer dan sipil yang harus mendapat tunjangan.

Tunjangan ini digunakan oleh masyarakat, antara lain untuk kegiatan perniagaan, pertanian, ataupun pengembalaan hewan ternak. Sebagian besar mereka menerima tunjangan itu dan mengembangkannya dalam perdagangan. Karena itu, mereka yang mendapat tunjangan cepat sekali memperoleh kekayaan, yang dapat dihitung sampai ribuan dengan kelebihan berlipat ganda.

 Sistem lembaga keuangan yang diterapkan oleh Khalifah Umar bin Khattab ini diteruskan oleh kekhalifahan Islam yang berkuasa sesudah Umar. Di masa kekhalifahan Islam, dana Baitul Maal tersebut juga banyak dipergunakan untuk memerdekakan budak. Sehingga, Baitul Maal ini memiliki peran besar dalam menghapus sistem perbudakan di wilayah kekuasaan Islam.

 

 

Ketika dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah, kondisi Baitul Maal berubah. Jika pada masa sebelumnya Baitul Maal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan amanat rakyat, pada masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Maal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat.

Keadaan tersebut berlangsung sampai datangnya khalifah ke-8 Bani Umayyah, yakni Umar bin Abdul Aziz (memerintah 717-720 M). Umar berupaya untuk membersihkan Baitul Maal dari pemasukan harta yang tidak halal dan berusaha mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Umar membuat perhitungan dengan para amir (setingkat gubernur) agar mereka mengembalikan harta yang sebelumnya bersumber dari sesuatu yang tidak sah.

Kebijakan baru ini dimulai dari diri Umar sendiri yang mengembalikan harta milik pribadinya. Di antara harta itu, terdapat perkampungan Fadak, desa di sebelah utara Makkah, yang sejak Rasulullah SAW wafat dijadikan milik negara. Namun, pada masa khalifah ke-4 Bani Umayah (memerintah 684-685 M), harta tersebut dimasukkan sebagai milik pribadi khalifah dan mewariskannya kepada keturunannya.

Pada masa Umayyah, khususnya Umar bin Abdul Aziz ini, fungsi Baitul Maal terus meluas. Tidak hanya sekadar menyalurkan dana tunjangan, tetapi juga dikembangkan dan diberdayakan untuk menyalurkan pembiayaan demi keperluan pembangunan sarana dan prasarana umum. Bahkan, Baitul Maal juga dipakai untuk membiayai proyek penerjemahan buku-buku kekayaan intelektual Yunani kuno. Di sinilah gelombang intelektual Islam dimulai.

Di era Dinasti Abbasiyah di Baghdad, khalifah membangun Perpustakaan Al-Hikmah, sekolah-sekolah, dan perguruan tinggi, seperti Nizhomiyah. Baghdad kala itu sudah menjadi kota metropolitan. Pada saat yang sama, Barat masih gelap gulita.

Meski Khilafah Islamiyah hancur pada era imperialisme Barat, praktik lembaga keuangan Islam, seperti Baitul Maal, masih diteruskan umat Islam dalam kelompok-kelompok kecil, misalnya di masjid dan lembaga umat lainnya. Bahkan, pada pertengahan abad 19, praktik lembaga keuangan yang serupa Baitul Maal dikembangkan dalam skala yang lebih besar dan luas cakupannya, yakni berupa lembaga perbankan syariah.

 

 

 

 
Berita Terpopuler