Sotong, Hewan Laut yang Bisa Lolos Uji Kognitif Seperti Manusia

Sotong memiliki kemampuan untuk menunggu demi mendapatkan makanan yang lebih disukai.

ANTARA/Saiful Bahri
Warga memilih udang yang akan dibeli di Pantai Desa Tanjung, Pamekasan, Jawa Timur, Ahad (28/3/2021). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan secara nilai, komoditas udang, tuna, cakalang, cumi, sotong, gurita, rajungan, dan kepiting akan menjadi produk unggulan dan prioritas di 2021.
Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun lalu, uji kecerdasan sefalopoda memperkuat betapa pentingnya bagi manusia untuk tidak meremehkan kecerdasan hewan. Hewan laut sotong diberi tes marshmallow versi baru.

Baca Juga

Tes marshmallow, atau eksperimen marshmallow Stanford, cukup mudah. Dilansir dari Sciencealert, Selasa (29/11/2022) gambaran tes marshmallow adalah seorang anak ditempatkan di sebuah ruangan dengan marshmallow. 

Mereka diberi tahu jika mereka dapat mengatur untuk tidak memakan marshmallow selama 15 menit, mereka akan mendapatkan marshmallow kedua, dan diizinkan untuk memakan keduanya.

Kemampuan menunda kepuasan ini menunjukkan kemampuan kognitif seperti perencanaan masa depan. Tes ini awalnya dilakukan untuk mempelajari bagaimana kognisi manusia berkembang. Khususnya, pada usia berapa manusia cukup pintar untuk menunda kepuasan jika itu berarti hasil yang lebih baik nantinya.

Karena sangat sederhana, tes ini dapat disesuaikan untuk hewan. Manusia bisa melatih untuk memahami bahwa makanan yang lebih baik akan datang jika hewan kecil itu tidak langsung memakan makanan di depan mereka.

Beberapa primata dapat menunda kepuasan, bersama dengan anjing, meskipun tidak konsisten. Burung dari keluarga burung gagak (corvid) juga telah lulus uji marshmallow.

Pada tahun 2020, sotong juga lolos uji versi marshmallow. Para ilmuwan menunjukkan bahwa sotong biasa (Sepia officinalis) dapat menahan diri untuk tidak makan daging kepiting di pagi hari setelah mereka mengetahui bahwa makan malam akan menjadi sesuatu yang lebih mereka sukai yakni udang.

Namun, seperti yang ditunjukkan oleh tim peneliti yang dipimpin oleh ahli ekologi perilaku Alexandra Schnell dari University of Cambridge, dalam kasus ini sulit untuk menentukan apakah perubahan perilaku mencari makan ini sebagai respons terhadap ketersediaan mangsa atau diatur oleh kemampuan untuk melakukan pengendalian diri. 

 

 

Tes lanjutan

Jadi mereka merancang tes lain, untuk enam sotong biasa. Sotong ditempatkan di tangki khusus dengan dua ruang tertutup yang memiliki pintu transparan sehingga hewan dapat melihat ke dalam. Di kamar ada makanan yakni sepotong udang raja mentah yang kurang disukai di satu kamar. Di kamar lainnya ada udang rumput hidup yang jauh lebih menarik.

Pintunya juga memiliki simbol yang telah dilatih untuk dikenali oleh sotong. Sebuah lingkaran berarti pintu akan langsung terbuka. Segitiga berarti pintu akan terbuka setelah selang waktu antara 10 dan 130 detik. Simbol kotak, hanya digunakan dalam kondisi kontrol, berarti pintu tetap tertutup tanpa batas.

Dalam kondisi pengujian, udang raja diletakkan di belakang pintu yang terbuka. Sedangkan udang hidup hanya bisa diakses setelah ditunda. 

Sementara itu, pada kelompok kontrol, udang tetap tidak dapat diakses di balik pintu bersimbol persegi yang tidak mau terbuka. Para peneliti menemukan bahwa semua sotong dalam kondisi pengujian memutuskan untuk menunggu makanan pilihan mereka (udang hidup), tetapi tidak repot melakukannya pada kelompok kontrol, di mana mereka tidak dapat mengaksesnya.

 

“Sotong dalam penelitian ini semuanya dapat menunggu hadiah yang lebih baik dan mentolerir penundaan hingga 50-130 detik, yang sebanding dengan apa yang kita lihat pada vertebrata berotak besar seperti simpanse, burung gagak, dan burung beo,” kata Schnell kembali pada tahun 2021.

 
Berita Terpopuler