Menunggu Jokowi Mencabut Status PPKM

Angka sero survei terbaru akan menjadi penentu keputusan Jokowi mencabut PPKM.

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Presiden Joko Widodo tiba untuk menyampaikan keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta. Jokowi mengatakan pemerintah berencana mencabut status PPKM sebagai tanda peralihan dari pandemi Covid-19 menjadi endemi. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Amri Amrullah, Fauziah Mursid, Antara

Baca Juga

Kasus Covid-19 baik itu kasus positif dan aktif di Indonesia terus mengalami tren penurunan. Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 pada Ahad (25/12/2022) misalnya, mencatat kasus aktif covid di Indonesia mengalami penurunan sebanyak 449 jiwa.

Penurunan jumlah kasus aktif Covid-19 atau orang yang dirawat itu seturut dengan rencana pemerintah yang akan menghentikan operasional Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta pada akhir 2022. Kepala BNPB dan Ketua Satgas Covid-19 Letjen TNI Suharyanto sudah meneken surat bernomor B-404.N/KA BNPB/PD.01.2/11/2022 terkait rencana penutupan RSDC Wisma Atlet.

Masyarakat pun kini menunggu keputusan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berancang-ancang mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Namun, seusai meresmikan pengembangan Stasiun Manggarai tahap satu pada Senin (26/12/2022) pagi, Jokowi mengatakan, masih menunggu hasil kajian dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebelum menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) mengenai penghentian PPKM.

“Belum, belum sampai. Untuk PSBB, PPKM belum sampai ke meja saya. Nanti kalau sudah selesai apalagi ini menyangkut sero survei, ini kajian-kajian yang harus saya minta harus detail, jangan sampai fail memutuskan sehingga sebaiknya kita sabar untuk menunggu,” ujar Jokowi.

Jokowi juga menyinggung kembali naiknya kasus Covid-19 di China. Merujuk kasus di China, Jokowi meminta jajaran terkait memberikan kajian yang komprehensif, khususnya hasil terkahir sero survei yang dilaksanakan Kemenkes.

Untuk mengantisipasi lonjakan kasus seperti yang tengah terjadi di Cina saat ini, Jokowi menyampaikan jika hasil sero survei nanti menunjukkan angka di atas 90 persen, maka artinya imunitas masyarakat Indonesia sudah baik.

“Asal nanti sero survei kita sudah di atas 90 (persen), ya kita artinya imunitas kita sudah baik. Ada apa pun dari mana pun ya nggak ada masalah,” kata dia.

Berdasarkan hasil sero survei terakhir yang dirilis Kemenkes pada Juli 2022, sebanyak 98,5 persen masyarakat di Indonesia telah memiliki antibodi SARS-CoV-2 yang membuat tubuh masyarakat memiliki imunitas terhadap Covid-19. Angka tersebut meningkat jika dibandingkan periode Desember 2021 yakni sebanyak 87,8 persen. 

Berdasarkan sero survei terakhir, kadar antibodi SARS-CoV-2 yang dimiliki masyarakat Indonesia itu meningkat lebih dari empat kali lipat. Jika pada Desember 2021 secara rata-rata masyarakat Indonesia memiliki 444,1 unit antibodi SARS-CoV-2 per mililiter (U/ml), dalam waktu satu semester setelahnya atau Juli 2022, secara rata-rata angka tersebut meningkat signifikan menjadi 2097 U/ml atau hampir lima kali lipatnya.

Dalam kondisi peningkatan kadar antibodi SARS-CoV-2 yang signifikan, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum menerima vaksin booster dibandingkan dengan para penerima vaksin lengkap yang terdiri dua dosis vaksin. Per awal November 2022, angka pemberian dosis vaksin ketiga di Tanah Air sayangnya baru menyentuh 27,8 persen penduduk.

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, kondisi global kasus Covid-19 di beberapa negara masih cukup tinggi, misalnya di China dan India. Oleh karena itu, Dicky mengatakan, Indonesia perlu terus meningkatkan capaian vaksinasi agar pengendalian Covid-19 di Tanah Air bisa dipertahankan secara berkelanjutan.

Dicky mengatakan, cakupan vaksinasi primer dan booster harus di atas 80--85 persen. Sedangkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut per Desember 2022 cakupan vaksinasi penuh, yakni dosis pertama dan kedua serta booster pertama belum mencapai 80 persen.

"Ini harus dikejar, karena ini akan membuat percaya diri kita lebih besar," katanya.

Baca juga : Soal Keppres Penghentian PPKM, Jokowi Masih Tunggu Hasil Kajian

 

Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah melakukan kajian yang matang sebelum memutuskan mencabut PPKM. Sebab, penularan Covid - 19 masih ada dan WHO belum melepas status pandemi secara umum.

"Di berbagai negara, kondisi Covid-19 itu memang berbeda-beda. Ada yang sudah relatif aman, ada juga yang masih terpapar. Masyarakatnya pun menyikapi dengan berbagai cara. Ada yang masih ketat dengan prokes, ada yang sudah longgar, bahkan ada yang sudah tidak memperhatikan lagi soal itu," ungkap Saleh, Kamis (22/12/2022).

Saleh juga mengimbau pemerintah tetap selektif dalam mengeluarkan kebijakan. Jika pemerintah memutuskan mencabut PPKM, Saleh meminta ada arahan dan imbauan yang diberikan kepada masyarakat.

"Kalau pun ada kebijakan PPKM harus dibarengi dengan arahan dan imbauan kepada masyarakat. Misalnya, masyarakat diminta tetap menjaga Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). PHBS ini diperlukan tidak hanya saat pandemi covid, tapi di setiap saat," jelas Saleh.

Baca juga : Obat Anti-Covid Buatan Iran Kantongi Sertifikat Paten Internasional

Menurut dia, imbauan terhadap PHBS bisa dilakukan di banyak tempat seperti kantor, kampus, pasar, hingga rumah ibadah. Saleh mengusulkan agar sebelum mencabut PPKM dilakukan sosialisasi hidup sehat lewat Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas).

"PHBS ada tindakan preventif penting yang biayanya ringan dan masih terjangkau. Apalagi anggaran kegiatan Germas sudah ada di Kemenkes. Tinggal dimodifikasi saja di Kementerian dan lembaga lain yang terkait," terangnya.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito juga mengingatkan perlunya kedisiplinan tinggi masyarakat jika kebijakan PPKM resmi diakhiri.

"Perubahan kebijakan tersebut memerlukan kedisiplinan masyarakat dalam menjaga kesehatannya secara lebih mandiri agar transisi dapat berjalan dengan baik dan Covid-19 tetap terkendali di Indonesia," ujar Wiku dikutip dari siaran Youtube BNPB, Jumat (23/12/2022).

Sebab, kata Wiku, kebijakan PPKM yang diterapkan selama pandemi Covid-19 sangat berpengaruh besar dalam menjaga pengendalian kasus Covid-19. Meskipun penerapan level PPKM fluktuatif mengacu kondisi kasus, tetapi selama ini berhasil membuat angka Covid-19 di Tanah Air kembali terkendali.

Karena itu, jika PPKM benar-benar berakhir, maka harus diikuti disiplin protokol kesehatan yang tinggi dari masing-masing individu.

"Meskipun saat ini Indonesia sudah mulai masuk ke dalam situasi endemi, namun kewaspadaan masyarakat secara global di masa ini harus tetap tinggi, karena WHO masih belum mencabut status pandemi," ujarnya.

 

Antisipasi Potensi Penularan Covid-19 Saat Libur Nataru di Yogya - (Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler