Dukung Demonstran, Keponakan Pemimpin Tertinggi Iran Dipenjara

Farideh Moradkhani menyerukan dukungan terhadap gelombang demonstrasi Iran.

Office of the Iranian Supreme Leader via AP
Dalam gambar yang dirilis oleh situs resmi kantor pemimpin tertinggi Iran ini, Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei berbicara selama pertemuan dengan sekelompok pasukan paramiliter Basij di Teheran, Iran, 26 November 2022. Keponakan pemimpin tertinggi Iran menyerukan orang-orang untuk menekan pemerintah mereka untuk memutuskan hubungan dengan Teheran. Farideh Moradkhani, yang pamannya adalah Ali Khamenei, mengeluarkan seruan itu dalam pernyataan video yang diedarkan setelah penangkapannya pada 23 November, dilaporkan oleh pemantau HAM HRANA yang berbasis di AS.
Rep: Kamran Dikarma Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Keponakan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, Farideh Moradkhani, telah dijatuhi hukuman tiga tahun penjara oleh pengadilan Iran. Vonis itu merupakan buntut atas tindakan Moradkhani yang secara terbuka menyuarakan dukungan terhadap gelombang demonstrasi di negara tersebut.

Baca Juga

Pengacara Moradkhani, Mohammad Hossein Aghasi, lewat akun Twitter-nya pada Jumat (9/12/2022) mengungkapkan, awalnya kliennya dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. “Setelah banding, hukuman penjara Moradkhani dikurangi menjadi tiga tahun,” kata Aghasi, dikutip laman Al Arabiya.

Aghasi mengatakan, Moradkhani diadili oleh Iran’s Special Clerical Court atau Pengadilan Ulama Khusus Iran, yakni pengadilan independen dari peradilan negara. Pengadilan tersebut bertugas melakukan penuntutan terhadap ulama yang dianggap melakukan pelanggaran hukum. Pengadilan itu hanya menjawab kepada pemimpin tertinggi Iran.

Menurut Aghasi, Pengadilan Ulama Khusus Iran tidak memiliki yurisdiksi terhadap kasus kliennya. Sebab Moradkhani bukan seorang ulama. Aghasi tak mengungkapkan, dakwaan apa yang dilayangkan kepada Moradkhani. Hingga berita ini ditulis, belum ada komentar dari otoritas Iran atau media pemerintah tentang hukuman yang dijatuhkan kepada Moradkhani.

Moradkhani ditangkap bulan lalu. Hal itu terjadi setelah dia secara terbuka mendukung gelombang unjuk rasa yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini.

Awal pekan ini, ibu Moradkhani, Badri Hosseini Khamenei, yang juga merupakan saudara perempuan Ayatollah Ali Khamenei, turut angkat bicara tentang krisis di Iran. Badri Hosseini meminta militer Iran bergabung dengan para pengunjuk rasa sebelum terlambat.

“Garda Revolusi (Iran) dan tentara bayaran Ali Khamenei harus meletakkan senjata mereka sesegera mungkin dan bergabung dengan rakyat sebelum terlambat,” kata Badri dalam surat yang diedarkan putranya di Prancis.

“Sebagai tugas kemanusiaan saya, berkali-kali saya membawa suara rakyat ke telinga saudara laki-laki saya Ali Khamenei beberapa dekade yang lalu. Namun, setelah saya melihat bahwa dia tidak mendengarkan dan melanjutkan cara (mantan Pemimpin Tertinggi Iran Ruhollah) Khomeini dalam menekan dan membunuh orang yang tidak bersalah, saya memutuskan hubungan saya dengannya,” tulis Badri dalam suratnya.

 

Saat ini Iran tengah dibekap krisis akibat gelombang unjuk rasa memprotes kematian Mahsa Amini, perempuan berusia 22 tahun. Pada 13 September lalu, dia ditangkap polisi moral Iran di Teheran. Penangkapan tersebut dilakukan karena hijab yang dikenakan Amini dianggap tak ideal. Di Iran memang terdapat peraturan berpakaian ketat untuk wanita, salah satunya harus mengenakan hijab saat berada di ruang publik.

Setelah ditangkap polisi moral, Amini ditahan. Ketika berada dalam tahanan, dia diduga mengalami penyiksaan. PBB mengaku menerima laporan bahwa Amini dipukuli di bagian kepala menggunakan pentungan. Selain itu, kepala Amini pun disebut dibenturkan ke kendaraan.

Setelah ditangkap dan ditahan, Amini memang tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit. Kepolisian Teheran mengklaim, saat berada di tahanan, Amini mendadak mengalami masalah jantung. Menurut keterangan keluarga, Amini dalam keadaan sehat sebelum ditangkap dan tidak pernah mengeluhkan sakit jantung. Amini dirawat dalam keadaan koma dan akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada 16 September lalu.

Kematian Amini dan dugaan penyiksaan yang dialaminya seketika memicu kemarahan publik. Warga Iran turun ke jalan dan menggelar demonstrasi untuk memprotes tindakan aparat terhadap Amini. Perempuan-perempuan Iran turut berpartisipasi dalam aksi tersebut. Mereka bahkan melakukan aksi pembakaran hijab sebagai bentuk protes.

 

 
Berita Terpopuler