Jelang Right Issue, BTN Cetak Laba Melonjak Rp 2,49 Triliun per Oktober 2022

Analis menilai rights issue BTN menarik karena didukung fundamental perusahaan baik

Republika/Prayogi
Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo (tengah) bersama jajaran direksi. Menjelang rights issue PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mencatatkan laba bersih Rp 2,49 triliun per Oktober 2022. Adapun realisasi ini tumbuh 44,43 persen dibandingkan Oktober 2021 sebesar Rp 1,72 triliun.
Rep: Novita Intan Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang rights issue PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mencatatkan laba bersih Rp 2,49 triliun per Oktober 2022. Adapun realisasi ini tumbuh 44,43 persen dibandingkan Oktober 2021 sebesar Rp 1,72 triliun.

Berdasarkan laporan keuangan bulanan BTN, Selasa (29/11/2022) pencapaian tersebut ditopang oleh pendapatan sebesar 29,81 persen menjadi Rp 12,66 triliun.Hal ini didukung oleh penurunan beban bunga sebesar 22,14 persen menjadi Rp 8,39 triliun, dibandingkan setahun sebelumnya Rp 10,78 triliun.

Padahal, periode yang sama dana pihak ketiga meningkat 1,92 persen menjadi Rp 314,65 triliun. Hal ini mencerminkan adanya perbaikan struktur dana pihak ketiga, sehingga biaya dana bisa ditekan.

Sementara itu pendapatan bunga naik sebesar 2,54 persen menjadi Rp 21,05 triliun. Kenaikan pendapatan bunga ditopang peningkatan kredit dan pembiayaan syariah sebesar 8,04 persen menjadi Rp 293,66 triliun.

Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo mengatakan saat ini perseroan sedang memproses penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau right issue dengan jadwal selesai pada Desember 2022. Adapun target dana rights issue sebesar Rp 4,13 triliun, termasuk Rp 2,48 triliun penyertaan modal negara.

Analis MNC Sekuritas Tirta Gilang Widi Citradi menilai rights issue BBTN menarik karena didukung fundamental perusahaan yang semakin membaik. Perbaikan yang jelas terlihat pada perbaikan biaya dana.

“BBTN punya kinerja yang solid sebagai salah satu bekal untuk mensukseskan rights issue,” ujarnya dalam riset MNC Securities.

Adapun kombinasi penguatan struktur dana murah yang dilakukan oleh BBTN dan alokasi aset dengan imbal hasil yang menarik serta manajemen risiko yang prudent akan menjadi pendorong peningkatan net interest margin. Selain kinerja yang solid serta strategi bisnis yang menitikberatkan pada risk adjusted return yang baik, Tirta juga menilai yang tak kalah penting dari aksi korporasi BBTN adalah dana right issue akan memperkuat permodalan perseroan.

“Setelah right issue dilakukan, maka tier-1 capital BBTN bisa mencapai lebih dari 15 persen dan CAR BBTN bisa mencapai 20,6 persen. Ini akan membawa BBTN dari sisi permodalan bisa setara dengan bank-bank KBMI IV” ucapnya.

“Jangan lupa juga suntikan dana segar ini bisa semakin menyehatkan BBTN dari sisi likuiditas. Dengan kenaikan GWM serta suku bunga acuan, maka bank-bank akan cenderung berkompetisi untuk mendapatkan funding dengan cara menaikkan suku bunga deposito. Namun kalau right issue berhasil kan BBTN tidak perlu sampai harus agresif menaikkan suku bunga dan dananya bisa digunakan untuk ekspansi di core bisnis BBTN yakni KPR jadi NIM BBTN bisa semakin naik” katanya.

Dampak positif setelah right issue diharapkan membuat kinerja BBTN akan semakin mirip dengan bank-bank KBMI IV. Melihat harga saham bank-bank KBMI IV yang menguat sepanjang tahun ini, Tirta memandang saham BBTN sudah masuk kategori saham undervalued alias salah harga.

Tirta mematok target price BBTN seharga 2.300 per saham. Adanya target price tersebut artinya ada potensi upside sebesar 50 persen dari harga penutupan kemarin Rp 1.530 per saham.

Sementara itu, Analis Bahana Sekuritas Yusuf Ade Winoto dan Nathania Giovanna memberikan rekomendasi beli untuk saham BBTN dengan target harga 12 bulan pada Rp 1.950. Target harga dari Bahana tersebut setara dengan 0,75x nilai buku (price to book value) atau di bawah 1x nilai buku.

Menurut Yusuf dan Nathania permintaan KPR BTN akan tetap kuat, yang didorong oleh fokus pemerintah dalam penyaluran subsidi perumahan. Ini kemudian akan tetap menjaga tingkat pertumbuhan pendapatan perusahaan.

Periode 2016 sampai 2021, subsidi pemerintah ke sektor perumahan terus meningkat dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk compounded annual growth rate sebesar 41,2 persen. Pada 2022, anggaran subsidi meningkat 13,1 persen menjadi Rp 25,53 triliun, dan 2023 indikatif anggaran subsidi perumahan meningkat 16,8 persen menjadi Rp 29,53 triliun.

Selain itu, BBTN juga bisa mengamankan porsi terbesar dari KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) karena memiliki hubungan yang kuat dengan pengembang, khususnya pengembang perumahan murah. Adapun faktor lainnya yakni pengalaman panjang bisnis KPR, proses bisnis yang mapan dan mencapai skala ekonomi yang tinggi serta nasabah yang besar dan setia.

Riset Bahana juga menyatakan, BBTN juga diuntungkan oleh tren yang kuat dari permintaan KPR.  Hal ini tercermin dari rasio KPR terhadap produk domestik bruto meningkat secara bertahap, dari 2,5 persen pada 2011 menjadi 3,5 persen pada 2021.

 

“Industri perbankan KPR juga terus meningkat secara konsisten dengan CAGR 11,6 persen pada periode 2011-2021.  Selain itu, BTN berhasil mendongkrak pangsa pasar di industri KPR, dari 24,6 persen pada 2011 menjadi 37,4 persen pada 2021,” ucapnya.

 
Berita Terpopuler