Garda Revolusi Iran Rilis Angka Kematian dalam Demonstrasi Mahsa Amini

Setidaknya lebih dari 300 orang sudah tercatat tewas selama aksi protes berlangsung.

AP/Vahid Salemi
Demonstran pro-pemerintah menghadiri rapat umum yang mengutuk protes anti-pemerintah baru-baru ini atas kematian Mahsa Amini, seorang wanita berusia 22 tahun yang telah ditahan oleh polisi moral negara, di Teheran, Iran, Minggu, 25 September 2022. Kepala Divisi Kedirgantaraan Garda Revolusi Iran Brigadir Jenderal Amirali Hajizadeh merilis angka kematian yang timbul sejak pecahnya aksi unjuk rasa memprotes kematian Mahsa Amini.
Rep: Kamran Dikarma Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kepala Divisi Kedirgantaraan Garda Revolusi Iran Brigadir Jenderal Amirali Hajizadeh merilis angka kematian yang timbul sejak pecahnya aksi unjuk rasa memprotes kematian Mahsa Amini. Dia menyebut, sejauh ini setidaknya lebih dari 300 orang sudah tercatat tewas selama aksi protes berlangsung.

Baca Juga

“Semua orang di negara ini telah terpengaruh oleh kematian wanita ini (Mahsa Amini). Saya tidak memiliki angka terbaru, tapi saya pikir kita memiliki mungkin lebih dari 300 martir dan orang tewas di negara ini, termasuk anak-anak, sejak insiden ini," kata Hajizadeh dalam sebuah video yang dipublikasikan Mehr News Agency, Selasa (29/11/2022).

Korban yang tercatat itu termasuk puluhan polisi, tentara, dan milisi yang tewas dalam bentrokan dengan massa pengunjuk rasa. Angka kematian yang dirilis Garda Revolusi Iran lebih kecil dibandingkan yang didokumentasikan organisasi Iran Human Rights (IHR). Menurut IHR, jumlah korban resmi terbaru setidaknya mendekati 416 jiwa.

Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock telah mendesak Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB untuk berbicara lebih lantang perihal krisis di Iran yang dipicu kematian Mahsa Amini. Berlin menilai, suara rakyat Iran perlu terwakilkan di lembaga HAM dunia tersebut.

“Para demonstran Iran tidak memiliki kursi di Dewan HAM (PBB) di Jenewa. Mereka tidak memiliki suara di PBB. Jadi Dewan (HAM PBB) dapat melantangkan suaranya untuk hak-hak rakyat Iran yang tak terpisahkan,” kata Baerbock menjelang pertemuan darurat Dewan HAM PBB untuk membahas krisis di Iran, 24 November lalu.

Dia mengungkapkan, hari demi hari dunia harus menyaksikan bagaimana rakyat Iran menjadi korban kekerasan brutal. Baerbock menegaskan, Jerman mendukung mereka yang menuntut haknya dengan berani dan bermartabat. “Hanya karena membuat tuntutan ini, mereka (rakyat Iran) dibunuh hingga ratusan orang, ditangkap hingga ribuan, dan ditindas hingga jutaan orang,” ujarnya.

Mahsa Amini, perempuan berusia 22 tahun, ditangkap polisi moral Iran di Teheran pada 13 September lalu. Penangkapan tersebut dilakukan karena hijab yang dikenakan Amini dianggap tak ideal. Di Iran memang terdapat peraturan berpakaian ketat untuk wanita, salah satunya harus mengenakan hijab saat berada di ruang publik.

 

Setelah ditangkap polisi moral, Amini ditahan. Ketika berada dalam tahanan, dia diduga mengalami penyiksaan. PBB mengaku menerima laporan bahwa Amini dipukuli di bagian kepala menggunakan pentungan. Selain itu, kepala Amini pun disebut dibenturkan ke kendaraan.

Setelah ditangkap dan ditahan, Amini memang tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit. Kepolisian Teheran mengklaim, saat berada di tahanan, Amini mendadak mengalami masalah jantung. Menurut keterangan keluarga, Amini dalam keadaan sehat sebelum ditangkap dan tidak pernah mengeluhkan sakit jantung. Amini dirawat dalam keadaan koma dan akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada 16 September lalu.

Kematian Amini dan dugaan penyiksaan yang dialaminya seketika memicu kemarahan publik. Warga Iran turun ke jalan dan menggelar demonstrasi untuk memprotes tindakan aparat terhadap Amini. Perempuan-perempuan Iran turut berpartisipasi dalam aksi tersebut. Mereka bahkan melakukan aksi pembakaran hijab sebagai bentuk protes. 

 

 

 

 
Berita Terpopuler