Prancis Minta AS dan China Bayar Lebih untuk Kompensasi Perubahan Iklim

Saat ini sedang berlangsung COP27 yang membahas perubahan iklim.

AP/Olivia Zhang
Pada 28 November 2019, foto file, asap dan uap naik dari pabrik pengolahan batu bara di Hejin di Provinsi Shanxi, Tiongkok tengah. Badan Energi Internasional mengatakan pada hari Rabu bahwa emisi metana yang menghangatkan planet dari produksi minyak, gas dan batu bara secara signifikan lebih tinggi daripada yang diklaim pemerintah. Negara-negara dengan emisi tertinggi adalah China, Rusia,
Rep: Kamran Dikarma Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Presiden Prancis Emmanuel Macron mendesak Amerika Serikat (AS) dan China membayar bagian yang adil untuk membantu negara-negara miskin menangani perubahan iklim. Macron menilai, penggelontoran dana yang adil juga mesti diterapkan ke negara-negara kaya non-Eropa lainnya.

Baca Juga

“Kami membutuhkan AS dan China untuk meningkatkan pengurangan emisi serta bantuan keuangan,” kata Macron kepada juru kampanye iklim Prancis dan Afrika di sela-sela United Nations Climate Change Conference (COP27) yang digelar di Sharm el-Sheikh, Mesir, Senin (7/11/2022), dilaporkan Bloomberg. 

Dia menegaskan, orang-orang Eropa telah membayar bagian mereka. “Kami (Eropa) satu-satunya yang membayar,” kata Macron.

Dia menilai harus ada tekanan kepada negara-negara kaya lainnya untuk melakukan hal serupa. “Tekanan harus diberikan kepada negara-negara kaya non-Eropa, dengan memberitahu mereka, ‘Anda harus membayar bagian Anda yang adil’,” kata Macron.

Hampir 100 kepala negara dan pemerintahan menghadiri COP27 di Sharm el-Sheikh. Namun Presiden China Xi Jinping tidak berpartisipasi dalam konferensi tersebut. Sementara Presiden AS Joe Biden diagendakan hadir di sana akhir pekan ini. 

Peningkatan bantuan keuangan ke negara-negara miskin untuk menangani perubahan iklim telah menjadi salah satu isu utama dalam COP27. Isu utama lainnya adalah membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius. Terkait pendanaan ke negara-negara miskin, Wakil Sekretaris Eksekutif UN Framework Convention on Climate Change, Ovais Sarmad, telah sempat menyinggung hal tersebut dalam sebuah wawancara khusus dengan Anadolu Agency yang dipublikasikan Kamis (3/11/2022) pekan lalu.  

Dia menekankan, janji pendanaan iklim sebesar 100 miliar dolar AS dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang perlu dipenuhi. "Janji-janji itu telah dibuat dan perlu dipenuhi. Kami di PBB berusaha sangat keras untuk menyatukan pihak-pihak terkait guna menemukan sumber daya, dana yang dibutuhkan oleh negara-negara berkembang, untuk benar-benar memenuhi janji itu,” ucap Sarmad.

Dia menilai, dana tersebut sangat penting dalam strategi adaptasi menghadapi perubahan iklim. “Adaptasi adalah bagian yang sangat penting dalam mengatasi perubahan iklim karena mereka adalah negara-negara yang rentan, negara-negara di selatan global yang terkena dampak sangat parah oleh perubahan iklim,” katanya.

 
Berita Terpopuler