Dunia Hadapi Ketegangan di Bawah Masa Jabatan Ketiga Xi Jinping

China menggunakan kekuatan ekonomi untuk meningkatkan pengaruhnya di luar negeri.

AP/Andy Wong
Dunia menghadapi prospek ketegangan yang lebih besar dengan China terkait perdagangan, keamanan dan hak asasi manusia setelah Xi Jinping memperpanjang masa jabatan selama tiga periode.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Dunia menghadapi prospek ketegangan yang lebih besar dengan China terkait perdagangan, keamanan dan hak asasi manusia setelah Xi Jinping memperpanjang masa jabatan selama tiga periode. Xi telah memperketat kendali di dalam negeri dan mencoba menggunakan kekuatan ekonomi China untuk meningkatkan pengaruhnya di luar negeri.  

Washington menuduh Beijing berusaha merusak aliansi, keamanan global, dan aturan ekonomi AS. Sementara para aktivis mengatakan, pemerintahan Xi ingin menangkis kritik terhadap pelanggaran dengan mengubah definisi hak asasi manusia PBB.

"Xi mengatakan sistem dunia rusak dan China memiliki jawaban. Xi Jinping berbicara tentang gaya China sebagai model universal tatanan dunia, yang kembali ke jenis konflik Perang Dingin," kata William Callahan dari London School of Economics.  

Pada kongres Partai Komunis yang ditutup pada Sabtu (22/10/2022), Xi tidak memberikan tanda-tanda rencana untuk mengubah strategi nol-Covid-19 yang  yang telah membuat publik China frustasi dan mengganggu bisnis serta perdagangan. Xi menyerukan lebih banyak kemandirian dalam teknologi, pengembangan militer yang lebih cepat dan perlindungan kepentingan inti Beijing di luar negeri. Xi juga menyerukan peremajaan besar bangsa China dengan menghidupkan kembali peran Partai Komunis yang berkuasa sebagai pemimpin ekonomi, sosial, dan budaya.

“Pelukan Xi terhadap ortodoksi Marxis-Leninis harus menghentikan semua angan-angan bahwa China (di bawah pemerintahan) Xi mungkin secara damai meliberalisasi politik dan ekonominya,” ujar Presiden Masyarakat Asia dan mantan perdana menteri Australia, Kevin Rudd.  

Callahan mengatakan, pemerintah Xi telah memenjarakan para pembangkang, meningkatkan sensor internet dan menghancurkan gerakan pro-demokrasi di Hong Kong. Pemerintahan Xi juga mendorong inisiatif dengan melakukan pelacakan terhadap individu yang melanggar kebijakan nol-Covid-19. Kebijakan ini juga telah membatasi pergerakan puluhan juta warga China.

"Ini menunjukkan bagaimana Xi Jinping ingin masyarakat China bekerja. Itu harus di bawah pengawasan dan kontrol terus-menerus. Ini menjadi jauh lebih otoriter dan terkadang totaliter," kata Callahan.  

Xi mengatakan, keamanan eksternal dan internal adalah dasar peremajaan nasional. Dalam pidatonya, dia menyebutkan kata keamanan sebanyak 26 kali. Dia juga mengatakan, China akan bekerja lebih cepat untuk memodernisasi sayap militer partai, Tentara Pembebasan Rakyat, dan meningkatkan kemampuan strategis militer.  

China telah memiliki pengeluaran militer tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat dan berusaha memperluas jangkauannya dengan mengembangkan rudal balistik, kapal selam, dan teknologi lainnya. Xi menolak untuk meninggalkan penggunaan kekuatan agar dapat menyatukan wilayah Taiwan dengan daratan.  Xi juga menyerukan peningkatan keamanan untuk pasokan energi, makanan, dan barang-barang industri.  

"Partai tersebut juga melihat keamanan ideologis sebagai prioritas, yang mengarah pada lebih banyak sensor internet," ujar Callahan.


Baca Juga

Callahan mengatakan, Beijing semakin menggunakan kekuatan ekonominya sebagai mitra dagang terbesar bagi semua negara tetangganya. China memblokir impor anggur, daging, dan barang-barang lainnya dari Australia setelah pemerintahnya menyerukan penyelidikan tentang asal usul Covid-19.

Selain itu, Beijing gagal membujuk 10 pemerintahan pulau Pasifik untuk menandatangani pakta keamanan tahun ini, tetapi membuat terobosan dengan beberapa negara. Dalam hal ini petugas polisi dari Kepulauan Solomon sedang dilatih di China.  

"Beijing menginginkan sistem keamanan yang berpusat di China. Beijing ingin menjadi pemimpin dunia, dan menjadi pemimpin dalam politik keamanan global," ujar Callahan.

Para diplomat China memiliki diplomasi prajurit serigala, dan bertindak lebih konfrontatif. Belum lama ini, diplomat China di Manchester, Inggris, memukuli seorang pengunjuk rasa setelah menyeretnya ke halaman konsulat.

"Para diplomat telah memajukan semangat juang,” kata seorang wakil menteri luar negeri, Ma Zhaoxu.  

Ma mengatakan, korps diplomatik akan "meningkatkan keterampilan bertarungnya. Mereka selalu berdiri di garis depan menjaga kepentingan nasional dan martabat nasional.



 
Berita Terpopuler