Guru Lebanon Mogok, Banyak Murid Bolos Sekolah

Guru Lebanon melakukan pemogokan terbuka atas gaji mereka yang sangat rendah.

REUTERS/Mohamed Azakir
Siswa berada di pintu masuk sekolah negeri di Beirut, Lebanon, 23 Februari 2022. Guru Lebanon Mogok, Banyak Murid Bolos Sekolah
Rep: Mabruroh Red: Ani Nursalikah

IHRAM.CO.ID, BEIRUT -- Guru sekolah Claude Koteich, putri remajanya dan putranya yang berusia 10 tahun seharusnya sudah kembali ke kelas beberapa minggu yang lalu. Tetapi krisis di sektor pendidikan Lebanon telah membuat mereka bersantai di rumah pada Senin sore.

Baca Juga

Krisis keuangan tiga tahun Lebanon telah sangat mendevaluasi pound negara itu dan menguras kas negara. Hal ini semakin mendorong 80 persen penduduk Lebanon ke dalam kemiskinan dan menghancurkan layanan publik, termasuk air dan listrik.

Hal ini juga membuat sekolah umum ditutup sejauh ini, tahun ajaran ini, dengan para guru melakukan pemogokan terbuka atas gaji mereka yang sangat rendah. Administrasi sekolah khawatir mereka tidak akan dapat mengamankan bahan bakar untuk menjaga lampu dan pemanas selama musim dingin.

Claude Koteich (44 tahun) telah mengajar sastra Prancis di sekolah-sekolah umum Lebanon selama setengah hidupnya. “Kami dulu mendapatkan gaji yang cukup tinggi sehingga saya mampu menyekolahkan anak-anak saya di sekolah swasta,” katanya, dilansir dari Al Arabiya, Rabu (28/9/2022).

Tetapi sejak 2019, pound Lebanon telah kehilangan lebih dari 95 persen nilainya karena biaya lain meroket menyusul pencabutan subsidi bahan bakar oleh pemerintah dan lonjakan harga global. Dari gaji bulanan yang dulunya sekitar 3.000 dolar (Rp 45,5 juta), Koteich hanya mendapatkan 100 dolar (Rp 1,5 juta).

Rendahnya gaji yang dia dapat saat ini, memaksanya membuat pilihan sulit musim panas lalu, apakah akan memasukkan anak-anaknya kembali ke sekolah swasta yang mahal atau memindahkan mereka ke sistem pendidikan publik yang lumpuh karena perselisihan gaji. “Saya terjebak antara ya dan tidak – menunggu gaji kami berubah, atau jika menteri pendidikan ingin memenuhi tuntutan kami,” kata Koteich.

Pada September, hanya ada sedikit kemajuan dalam mengamankan gaji yang lebih tinggi mengingat kas negara yang semakin menipis. Pada saat yang sama, sekolah swasta anak-anaknya meminta uang sekolah sebagian besar dibayar tunai untuk menjamin mereka mampu membayar bahan bakar mahal dan kebutuhan impor lainnya.

Itu akan berjumlah biaya tahunan 500 dolar per siswa, ditambah 15 juta pound Lebanon, atau sekitar 400 dolar. "Saya menemukan jumlah yang sangat tinggi dan saya memutuskan keluar dari sekolah swasta itu," katanya.

Masih di rumah

Jadi saat mantan teman sekelas mereka mengenakan seragam sekolah swasta, Koteich dan kedua anaknya masih belum tahu pasti kapan mereka akan kembali ke kelas. Sistem pendidikan Lebanon telah lama sangat bergantung pada sekolah swasta.

Sekolah swasta menampung hampir 60 persen dari 1,25 juta siswa di negara itu, menurut Kementerian Pendidikan Tinggi. Namun, tekanan pada rumah tangga dari keruntuhan ekonomi Lebanon telah memaksa perubahan yang drastis. Sekitar 55 ribu siswa beralih dari sekolah swasta ke sekolah negeri pada tahun ajaran 2020-2021.

Tetapi pendidikan publik secara historis kekurangan dana, dengan pemerintah mengalokasikan kurang dari dua persen dari PDB untuk pendidikan pada 2020. Menurut Bank Dunia, ini salah satu tingkat terendah di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Dan tekanan gabungan beberapa tahun terakhir – dari masuknya pengungsi Suriah mulai tahun 2011 hingga pandemi Covid-19 dan ledakan pelabuhan yang merusak Beirut – telah mengepung sekolah-sekolah. “Kekhawatiran murid-murid saya di luar pendidikan – mereka mulai berpikir tentang bagaimana mereka bisa mencari nafkah. Usia ini seharusnya memikirkan pekerjaan rumah mereka,” kata Koteich.

Kepala badan anak-anak PBB UNICEF di Lebanon Edouard Beigbeder mengatakan sekitar sepertiga anak-anak di Lebanon, termasuk anak-anak Suriah tidak bersekolah. “Kami mengkhawatirkan jumlah peningkatan anak-anak yang dipekerjakan di Lebanon dan anak perempuan yang menikah dini,” kata Beigbeder.

Sebuah studi UNICEF tahun ini menemukan 38 persen rumah tangga telah mengurangi biaya pendidikan mereka dibandingkan dengan hanya 26 persen pada April 2021. Tren ini membuat kembali ke kelas semakin penting.

Beberapa berharap sekolah akan dibuka kembali pada bulan Oktober, meskipun belum ada indikasi seperti itu dari pemerintah. "Ada semacam perlombaan melawan waktu untuk memastikan minggu pertama Oktober, kami akan memiliki pembukaan yang tepat," kata Beigbeder.

 
Berita Terpopuler