Doa Mualaf Jodik Liwoso Mantan Misionaris: Jika Islam Benar Dekatkanlah   

Mualaf Jodik Liwoso sudah akrab dengan ajaran Islam sejak kecil

Dok Istimewa
Mualaf Jodik. Mualaf Jodik Liwoso sudah akrab dengan ajaran Islam sejak kecil
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisah Jodik Liwoso yang kini menjadi dai tidak terlepas dari pengalaman masa kecilnya yang pernah bersentuhan dengan Islam. Jodik berasal dari Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

Baca Juga

Kisahnya bermula ketika kedua orang tuanya migrasi ke Maluku Utara. Saat itu pada 1994, Jodik masih duduk di sekolah dasar.

Jodik dan orang tuanya memiliki latar belakang non Muslim. Namun saat migrasi ke Maluku, dia menetap di lingkungan mayoritas Muslim.

Jodik pun berkenalan dengan Imam, seoramg ustadz yang mengajar mengaji anak-anak di desanya. Karena Jodik bergaul dengan teman-teman Muslim, dia pun sering ikut serta mengaji bersama hingga selesai iqra satu.

Ustadz Imam kemudian menanyakan latar belakang Jodik yang tertarik untuk belajar mengaji. Setelah mengetahui dirinya seorang non Muslim, Ustadz Imam pun memberanikan diri untuk menemui kedua orang tuanya untuk mengasuh Jodik yang tertarik Islam untuk mendidiknya.

Seketika kedua orang tuanya dengan tegas menolaknya. Setelah penolakan dari kedua orang tua, Jodik pun berhenti belajar mengaji.

“Alhamdulillah pada waktu itu sudah bisa iqra’ satu dan setelah dites  pak Imam (Ustadz), beliau kaget karena melihat saya orang baru. Jadi ditanya asal usul saya, hingga beliau ke rumah minta izin untuk mengurus saya masuk Islam tapi orang tua saya menolaknya," ujar Jodik dalam kisah yang diunggah di youtube Mualaf Center Aya Sofia.

Setelah beberapa tahun, pada 1999, kerusuhan terjadi di Maluku. Jodik kemudian pulang ke kampung halaman orang tuanya di Manado.

Dia pun meneruskan sekolah SMP dan SMA di kota tersebut. Karena hampir kehilangan nyawa akibat kerusuhan Sara di Maluku, orang tuanya pun semakin ketat dalam mendidik agamanya.

Jodik diperintahkan untuk mendalami teologi dan kitab sucinya untuk menjadi pemuka agama. Dia pun terus menambah ilmu agama non Muslimnya hingga perguruan tinggi.

Namun hidayah akan sampau kepada siapa pun. Di saat Jodik semakin menekuni agamanya, ajaran Islam sejak kecil semakin terbayang jelas dalam ingatannya.

Selain iqra, sejak kecil Jodik telah menghafal surat pendek seperti al Fatihah, An naas, Al Falaq, dan al Ikhlas. Surat-surat Alquran itu masih terngiang jelas dalam benaknya dan mengganggu pikirannya hingga pada 2007 beliau memutuskan untuk mengundurkan diri dari kampus dengan alasan cuti.

Setelah mengundurkan diri, dia tak memiliki kegiatan. Karena telah memiliki pemahaman yang cukup meski belum bergelar, Jodik ditawari mengajar sebagai guru agama di sekolah non Muslim.

Pengetahuannya yang mendalam tentang kitab suci agamanya dahulu sehingga kemudian dia menjadi penyebar agama. 

Jodik diusulkan untuk menjadi misionaris dan menjadi misionaris pada 2009 sampai 2010 yang berpusat Jakarta.

Baca juga: Dulu Panas Dengar Alquran, Mualaf Veronica Bersyahadat Justru Berkat Surat Al Fatihah 

Dia pernah berhasil memurtadkan seorang siswi Muslimah bernama Astuti yang kalah saat berdiskusi dengan beliau dan memutuskan untuk melakukan baptis. Dia kemudian menjadi penanggung jawab baptis tersebut dan mengirimkan pengajuan ke kantor pusat Jakarta.

Setelah itu dia mendapatkan SK secara resmi sebagai pemuka agama sekaligus sebagai guru agama.

“Saya sudah berhasil memurtadkan Astuti dan selanjutnya adalah Maimunah seorang siswi SMP murtad juga hingga keluarganya datang mencari saya," ujar dia.

Meskipun menjadi misionaris terbilang sukses tapi Jodik merasa ada sesuatu hal mengganjal dan menjadi beban di hatinya.    

 

Terlebih lagi saat mendekati bulan puasa dan melihat umat Islam melakukan tarawih yang selalu mengingatkannya tentang masa kecilnya dulu hingga sering membuatnya berkhayal kembali ke masa lalu di masa-masa itu.

Semakin dia berdoa maka Islam itu semakin dalam di hatinya. Hingga timbul rasa ingin masuk Islam.

Akhirnya dia mundur sebagai pemuka agama sekaligus dari guru dengan alasan ingin mengabdi di tempat ibadah saja.

Pada  2014, dia pun memutuskan untuk keluar dari profesinya itu dan bekerja di salah satu perusahaan Manado sebagai cleaning service. Hidayah Allah nyatanya juga datang kepada dia melalui mimpi tidurnya selama tiga hari berturut-turut dengan mimpi yang selalu sama, yakni sedang mengerjakan sholat.

“Kemudian mendekati bulan puasa saya bermimpi sholat. Dengan baju yang sama mimpi yang sama dan tidak ada bedanya selama tiga hari berturut-turut itu," ujar dia.

Jodik mengingat cara berwudhu dan surat pendek sembari berdoa. “Saya kembali berdoa, mengangkat tangan dan berdoa, ya Tuhan, kalau memang Islam agama yang benar maka dekatkanlah saya dengan Islam," ujar dia.

Kemudian dia membaca kitab suci agamanya dan mencari terjemahan Alquran untuk di pelajarinya. Dia mencari persamaan dan perbedaan antara ayat kitab sebelumnya dan ayat Alquran.

Dia mempelajari kedua kitab tersebut hingga khatam dan menemukan salah satu ayat dalam kotab agamanya yang menguatkan keimanannya untuk memeluk agama Islam.

Jodik kemudian mencari keberadaan anak ustadz imam yang masih menjalin komunikasi hingga saat itu. Karena keduanya memang berteman sejak kecil.

Jodik datang ke Mahawu tepatnya di Masjid Ibnul Amin untuk mengatakan bahwa dia ingin masuk Islam. Kemudian Ustadz Imam bilang jika harus dikhitan lebih dahulu tapi waktu itu dia tidak memiliki dana untuk khitan.

Ustaz Imam pun tidak mempermasalahkan soal dana. Karena hal terpenting adalah niatnya memeluk Islam bukan untuk mempermainkan agama.

Setelah khitan Juni 2015, Jodik kemudian bersyahadat. Namun ikrar syahadat yang diucapkannya diulang hingga tujuh kali karena kurang jelas.

Setelah masuk Islam tumbuh tekad besar pada dirinya dan berharap kepada Allah SWT agar dapat menjadi seorang dai. Semenjak itu dia bercita-cita ingin menjadi dai karena ingin mengembalikan orang yang sudah dimurtadkan itu.

Dia pun berniat untuk menikah dengan seseorang yang bisa membimbingnya untuk lebih bisa mendalami agama Islam dan meraih cita-citanya untuk meninggalkan gelarnya sebagai mantan seorang pemuka agama.

Setelah masuk Islam, Jodik memiliki nama Muslim sebagai Muhammad Sya’ban dan berprofesi sebagai dai Kristologi untuk berdakwah kepada para mualaf dan mualafah di Minahasa Utara. Kegiatannya saat tidak terlepas dari usaha sang istri untuk ikut serta mendampinginya berdakwah.

Sang istri berasal dari Kabupaten Kepulauan Sangihe, seorang guru agama Islam lulusan STAIN Manado. Setelah menikah saat itu Syaban dibina cukup keras oleh istrinya dan belajar Alquran selama satu tahun.

Setelah dirasa memiliki pengetahuan yang cukup tentang Islam. Dia pun mulai berceramah. "Jika ada yang undang ceramah dan khutbah ya silakan. Akhirnya saya diundang untuk khutbah di Masjid Tiban pada suatu majelis taklim yang terdapat mualaf atau mualafah," ujar dia.

Syaban akhirnya ditugaskan untuk menjadi penyuluh agama di Minahasa Utara, khususnya di Wori, Minahasa Utara. Dia mengikuti bimtek penceramah agama bersertifikat dan mendapatkan banyak materi-materi yang memang sangat diperlukan untuk berdakwah.    

 
Berita Terpopuler