Mengenal Ibnu Jubair, Sang Pengelana Asal Andalusia

Rihlah Ibnu Jubair adalah catatan perjalanannya yang paling kondang.

MgIt03
Ilustrasi Ibnu Jubair
Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, Bernama lengkap Abu al-Husain bin Muhammad bin Ahmad bin Jubair al-Kinani, musafir legendaris asal Andalusia ini lebih dikenal sebagai Ibnu Jubair. Sebagai seorang pengelana, ia memiliki sejumlah catatan perjalanan. Rihlah Ibnu Jubair adalah catatan perjalanannya yang paling kondang.

Baca Juga

Ibnu Jubair lahir pada 1145 M di Taifa Valencia, Andalusia. Ia adalah seorang keturunan Arab. Melalui puisi Arab yang dipelajarinya sejak kecil, tokoh Muslim ini sangat terpesona dengan gurun dan cerita perjalanan rom bongan peziarah.

Ketika meninggalkan Granada pada 15 Februari 1183, Ibnu Jubair berusia 38 tahun. Dia terlebih dahulu pergi ke Ceuta di Afrika Utara untuk berangkat ke Alexandria dengan naik perahu. Saat tiba di Kairo, Mesir, hal pertama yang dilakukannya adalah berdiri di hadapan makam sahabat Nabi Muhammad SAW.

Selanjutnya, Ibnu Jubair naik perahu melalui Sungai Nil menuju Kota Qus, Mesir. Kemudian, ia menunggangi unta ke pela buhan Laut Merah di Kota 'Aydhab, dekat perbatasan Mesir-Sudan. Dari sana, dia berlayar lagi melintasi Laut Merah ke Jeddah. Pada Agustus, dia pun tiba di Tanah Suci, Makkah.

Dalam perjalanan pulang, Ibnu Jubair bergabung dengan kafilah peziarah yang berhenti di Madinah. Dia bersama rombong an melintasi gurun Hijaz dan Najd ke arah Baghdad. Dia memuji udara dan air di ibu kota Abbasiyah ini. Namun, dia tidak suka dengan kesombongan orang-orangnya.

"Mereka benci orang asing, mereka suka mencemooh bawahan mereka, dan kisahkisah tentang orang lain mereka remehkan," tutur Ibnu Jubair seperti dikutip Daniel Gram matico dan Louis Warner dalam artikel mereka di laman aramcoworld.

Menurut Ibnu Jubair, orang-orang Abbasiyah seakan-akan menganggap Tuhan bukan pemilik bumi ini dan menganggap orang lain tidak akan pernah menyelamatkannya.

Kemudian, Ibnu Jubair melanjutkan per jalanan pulangnya melalui tanah subur Me sopotamia, melalui Mosul, lalu menembus Suriah, melalui Kota Aleppo. Di Suriah, dia singgah selama dua bulan di Damaskus, sebuah kota yang membuatnya terpesona. "Surga dari Timur," ujar Ibnu Jubair mengungkapkan kekagumannya.

Dia kemudian mengambil jalan menuju Akka, sebuah kota pelabuhan di Pantai Me diterania yang masih dikuasai tentara Salib. Saat itu, dia berniat melanjutkan perjalanan ke wilayah barat. Namun, saat menumpang sebuah kapal terjadi angin ribut yang mem buatnya terdampar di Selat Messina di Sisilia.

Di sana, ia tinggal selama hampir empat bulan, hidup di bawah keramahan Raja Wil liam II yang bisa berbahasa Arab. Ibnu Jubair merasa kagum dengan raja yang juga dikenal sebagai William the Good itu. Sebab, Raja William juga membawa orang-orang dari kalangan Muslim ke istananya.

"Dia memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap Muslim dan mengandalkan mereka untuk urusannya," tulis Ibnu Jubair. Ketika angin mulai mereda, dia kembali berlayar dan pulang ke Andalusia melalui pelabuhan Cartagena. Dia tiba di rumahnya di Granada pada April 1185 M. Di sanalah dia mulai menulis kisah pengelanaannya. Setibanya di kampung halaman, dia dengan sendirinya memiliki otoritas yang lebih sebagai cendekiawan dan musafir yang baru pulang dari Tanah Suci.

Ketika berusia 72 tahun, Ibnu Jubair melakukan perjalanan terakhirnya, melewati Makkah, Yerusalem, dan Mesir, lalu wafat di Alexandria, Mesir, pada 29 September 1217. Semasa hidupnya, Ibnu Jubair meninggalkan banyak puisi dan catatan perjalanan

 
Berita Terpopuler