PBB Desak China Jalani Rekomendasi dari Laporan Situasi HAM Xinjiang

China konsisten membantah laporan yang menyebut ada pelanggaran HAM di Xinjiang.

AP Photo/Ng Han Guan
Warga berbaris di dalam Pusat Layanan Pelatihan Pendidikan Keterampilan Kejuruan Kota Artux yang sebelumnya telah terungkap oleh dokumen yang bocor menjadi kamp indoktrinasi paksa di Taman Industri Kunshan di Artux di wilayah Xinjiang China barat, 3 Desember 2018. China telah menanggapi dengan marah ke laporan PBB tentang dugaan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah barat laut Xinjiang yang menargetkan Uyghur dan etnis minoritas Muslim lainnya.
Rep: Kamran Dikarma Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres mendesak China menjalani rekomendasi laporan yang dirilis Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Michelle Bachelet terkait kemungkinan terjadinya kejahatan kemanusiaan terhadap etnis Uighur di Xinjiang. Rekomendasi itu antara lain meminta Beijing menghormati HAM dan minoritas Uighur.

Baca Juga

Juru bicara Antonio Guterres, Stephane Dujarric, mengatakan, dia sangat prihatin membaca laporan yang disusun Michelle Bachelet. “Sekjen (PBB) sangat berharap pemerintah China akan menerima rekomendasi yang diajukan dalam penilaian Komisaris Tinggi PBB untuk HAM,” ujar Dujarric, Kamis (1/9/2022).

Michelle Bachelet, dalam laporan setebal 48 halaman yang dirilis pada Rabu (31/8/2022) lalu mengungkapkan, kejahatan kemanusiaan mungkin telah terjadi pada minoritas Uighur di Xinjiang. Laporan itu diterbitkan sesaat sebelum masa jabatan Bachelet sebagai Komisaris Tinggi untuk HAM resmi berakhir.

“Tingkat penahanan sewenang-wenang dan diskriminatif terhadap warga Uighur dan kelompok mayoritas Muslim lainnya dengan konteks (dalam) pembatasan dan perampasan hak-hak dasar secara lebih umum dapat merupakan kejahatan internasional, khususnya kejahatan terhadap kemanusiaan,” demikian bunyi salah satu kalimat dalam laporan tersebut.

Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM tak dapat mengonfirmasi tentang dugaan ditahannya lebih dari 1 juta warga Uighur di kamp-kamp interniran. Namun mereka menilai, sangat masuk akal untuk menyimpulkan bahwa pola penahanan sewenang-wenang skala besar terjadi setidaknya antara 2017 dan 2019.

Laporan Komisaris Tinggi PBB untuk HAM meminta China untuk membebaskan semua individu yang ditahan secara sewenang-wenang dan mengklarifikasi keberadaan mereka yang hilang. China telah mengecam laporan terkait dugaan pelanggaran terhadap etnis Uighur tersebut.

"Penilaian tersebut didasarkan pada praduga bersalah dan bergantung pada disinformasi dan kebohongan yang dibuat oleh pasukan anti-China sebagai sumber utamanya," kata juru bicara Misi China untuk PBB Liu Yuyin, Kamis lalu, dilaporkan China Global Television Network.

 

Sementara itu Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun mengatakan, negaranya telah berulang kali menyuarakan penentangan terhadap tuduhan kejahatan kemanusiaan di Xinjiang. Dia berpendapat, Komisaris Tinggi PBB untuk HAM seharusnya tidak ikut campur dalam urusan internal China. "Kita semua tahu, dengan sangat baik, bahwa apa yang disebut masalah Xinjiang adalah kebohongan yang sepenuhnya dibuat-buat dari motivasi politik dan tujuannya jelas adalah untuk merusak stabilitas China dan untuk menghalangi pembangunan China," kata Zhang.

China telah konsisten membantah laporan yang menyebut ada pelanggaran HAM sistematis di Xinjiang, termasuk penahanan lebih dari satu juta masyarakat Uighur. Namun Beijing tak menampik tentang adanya pusat-pusat pendidikan vokasi di sana. 

 

Beijing mengklaim, pusat itu sengaja didirikan untuk memberi pelatihan keterampilan dan keahlian kepada warga Uighur dan etnis minoritas lainnya. Dengan demikian, mereka dapat bekerja dan angka pengangguran di Xinjiang dapat berkurang.

 
Berita Terpopuler