Ulama Irak Minta Pendukungnya Mundur

Pendukung al-Sadr lepaskan tembakan ke Zona Hijau yang dibalas pasukan keamanan Irak.

AP Photo/Murtadha Ridha
Pejuang dari Saraya Salam (Brigade Perdamaian) yang setia kepada ulama berpengaruh Syiah Irak Muqtada al-Sadr dikerahkan di Baghdad, Irak, Selasa, 30 Agustus 2022. Al-Sadr telah meminta para pendukungnya untuk mundur dari kuartal pemerintah ibukota. Para pendukungnya telah terlibat baku tembak dengan pasukan keamanan di sana dalam eskalasi serius dari krisis politik selama berbulan-bulan yang mencengkeram negara itu.
Rep: Lintar Satria Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Ulama Irak Muqtada al-Sadr meminta pendukungnya mundur dari Zona Hijau. Pendukung ulama syiah terkemuka itu menembakan roket peluncur granat ke Zona Hijau. Sementara terdengar suara tembakan senapan mesin di udara.

Baca Juga

Gejolak yang terjadi setelah al-Sadr mengumumkan mundur dari politik itu menambah kekacauan yang mencengkram Irak. Dalam pidatonya di televisi, Selasa (30/8/2022) al-Sadr memberi pendukungnya waktu satu jam untuk segera hengkang dari Zona Hijau.

Kerusuhan pecah Senin (29/8/2022) kemarin setelah ulama itu mengumumkan mundur dari politik. Pendukung al-Sadr melepaskan tembakan ke Zona Hijau, pasukan keamanan Irak membalas tembakan tersebut. Siaran langsung yang ditayangkan salah satu stasiun televisi memperlihatkan kekacauan yang ditimbulkan kerusuhan tersebut, setidaknya satu orang terluka dibawa dengan becak.

Dalam tayang itu terlihat gedung Kementerian Luar Negeri Irak. Dua petugas medis mengatakan hingga Selasa total korban tewas dalam kerusuhan ini mencapai 30 orang dan 400 lainnya terluka. Tetangga Irak, yakni Iran menutup perbatasannya dengan alasan keamanan.

Militer Irak mengatakan empat roket diluncurkan ke Zona Hijau. Selain kerusuhan di selatan, daerah lain di Irak  tampaknya tidak terpengaruh oleh kekerasan saat negara terus memompa minyak.

Ulama Syiah berpengaruh Muqtada al-Sadr, berpidato dari rumahnya, di Najaf, Irak, Selasa, 30 Agustus 2022. Al-Sadr meminta para pendukungnya untuk mundur pada Selasa dari markas pemerintah ibu kota, tempat mereka terlibat baku tembak dengan pasukan keamanan dalam eskalasi serius selama berbulan-bulan krisis politik yang mencengkeram bangsa. - (AP Photo/Anmar Khalil)

Pengunduran diri Al-Sadr yang tiba-tiba memicu kekerasan dan kekacauan di Irak tanpa jalan keluar. Ulama itu naik ke tampuk kekuasaan karena dapat mengendalikan dan memobilisasi masyarakat akar rumput. Tapi pengunduran dirinya memberi pesan implisit pada pendukungnya mereka bisa melakukan apa saja yang menurut mereka tepat.

Dua orang petugas keamanan mengatakan sebagai bentuk balas dendam atas kematian seorang loyalis al-Sadr yang tidak disebutkan namanya, milisi Sayara Salam menyerang Zona Hijau. Mereka bentrok dengan pasukan keamanan Irak di area yang dijaga ketat itu.

Para anggota milisi menggunakan berbagai senjata termasuk mortir dan roket peluncur granat. Semalam milisi itu juga merebut beberapa markas milisi Iran saingan mereka di provinsi selatan. Stasiun pemerintah Iran melaporkan "kerusuhan" dan "jam malam" di kota-kota Irak menjadi alasan perbatasan ditutup.

Pemerintah Iran juga meminta warganya untuk tidak bepergian ke Irak. Peziarah syiah di Iran juga diminta menghindari perjalanan ke Irak.

Pemerintah Irak mengalami kebuntuan sejak partai al-Sadr memenangkan kursi paling banyak dalam pemilihan parlemen bulan Oktober tahun lalu tapi tidak cukup untuk membentuk pemerintahan mayoritas. Ia menolak bernegosiasi dengan saingan syiahnya dan kerap keluar dari perundingan.

Tindakannya itu membawa Irak menuju ketidakpastian politik dan gejolak saat perseteruan di internal syiah semakin intensif. Demi mendukung kepentingan politiknya al Sadr membungkus retorikanya dengan agenda reformasi dan nasionalis yang sesuai dengan keinginan pendukungnya di akar rumput.

 

Mereka menyerukan pembubaran parlemen dan pemilihan umum lebih awal tanpa partisipasi kelompok syiah yang di dukung Iran. Menurut mereka kelompok itu bertanggung jawab pada status quo.

Keputusan al-Sadr mengundurkan diri diumumkan ketika jutaan orang syiah Iran bersiap menggelar ziarah tahunan ke Irak.

Sementara itu Kuwait meminta warganya di Irak untuk segera meninggalkan negara itu. Kantor berita pemerintah Kuwait, KUNA juga meminta masyarakat yang ingin mengunjungi Irak menunda rencana mereka karena bentrokan antara kelompok-kelompok syiah.  Kuwait berbagi perbatasan dengan Irak sepanjang 254 kilometer.

Sementara Belanda telah mengevakuasi kedutaan di Zona Hijau. "Terdapat pemadam kebakaran sekitar kedutaan di Baghdad, saat ini staf kami sedang bekerja di kedutaan besar Jerman di tempat di kota," kata Menteri Luar Negeri Belanda Wopke Hoekstra di Twitter.

Maskapai Dubai, Emirates, menghentikan penerbangan ke Baghdad karena kerusuhan yang terjadi di Irak. Maskapai itu mengatakan "memantau situasinya dengan seksama." Tidak disebutkan apakah penerbangan akan kembali dibuka pada Rabu (31/8/2022).

Pasukan keamanan Irak menembakkan gas air mata ke pengikut ulama Syiah Muqtada al-Sadr di dalam Istana pemerintah, Baghdad, Irak, Senin, 29 Agustus 2022. Al-Sadr, seorang ulama Syiah yang sangat berpengaruh mengumumkan dia akan mengundurkan diri dari politik Irak dan pengikutnya yang marah menyerbu istana pemerintah sebagai tanggapan. Kekacauan Senin memicu kekhawatiran bahwa kekerasan bisa meletus di negara yang sudah dilanda krisis politik terburuk dalam beberapa tahun. - (AP Photo/Hadi Mizban)

Pengunjuk rasa yang loyal pada ulama Muqtada al-Sadr merobohkan penghalang dari beton di luar gedung pemerintahan dengan tali dan menerobos gerbang gedung. Banyak yang berlari menuju aula mewah, tempat pemimpin negara Irak dan perwakilan negara asing bertemu.

Dalam merespons kerusuhan ini militer Irak mengumumkan jam malam di seluruh negeri dan pelaksana tugas perdana menteri menunda rapat Kabinet. Petugas medis mengatakan puluhan pengunjuk rasa terluka oleh tembakan peluru tajam, gas air mata dan perkelahian dengan polisi anti huru-hara.

Masyarakat yang menonton di pinggir jalan merekam kerusuhan itu dengan telepon genggam mereka. Meskipun sebagian besar bersembunyi di balik tembok-tembok yang masih berdiri, mereka ketakutan saat melihat pecahan peluru.

Saat pendukung al-Sadr melepas tembakan terlihat tank lapis baja berbaris di sepanjang barikade Zona Hijau. Tapi tank-tank itu tidak menggunakan persenjataan berat mereka.

Selama puluhan tahun masyarakat mayoritas syiah di Irak tertindas selama Saddam Hussein berkuasa. Invasi Amerika Serikat (AS) pada 2003 menggulingkan Saddam, mengubah peta politik Irak. Dua pertiga masyarakat Irak adalah syiah, sepertiganya sunni.

 

Setelah AS hengkang dari Irak, kini kelompok-kelompok syiah bertikai. Syiah yang didukung Iran dan syiah nasionalis berebut kekuasaan, pengaruh dan sumber daya negara. 

 
Berita Terpopuler