Kasus Sambo Bisa Buka Jalan Tegakkan Keadilan Kasus KM 50, Ini Penjelasannya

Berkas kasasi kasus KM 50 diserahkan ke Mahkamah Agung saat kasus Sambo mencuat.

Republika/Thoudy Badai
Suasana sidang tuntutan terkait dugaan unlawful killing atau pembunuhan di luar proses hukum kepada laskar FPI yang digelar secara daring di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (22/2/2022). Dua terdakwa dugaan unlawful killing Laskar FPI yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella dituntut 6 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) namun vonis hakim selanjutnya melepas kedua terdakwa. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Nawir Arsyad Akbar, Haura Hafizhah, Alkhaledi Kurnialam

Baca Juga

Seiring dengan gaduhnya kasus dugaan pembunuhan Brigadir Novriansyah Yushua Hutabarat (J) oleh mantan kadiv Propam Polri, Irjen Polisi Ferdy Sambo cs, terungkit kembali kasus penembakan terhadap laskar Front Pembela Islam (FPI) atau yang dikenal dengan kasus KM 50. Atas desakan sebagian elemen masyarakat dan anggota DPR, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menegaskan, kasus KM 50 belum 'tutup buku'.

Menurut Sigit, jaksa penuntut umum saat ini masih berupaya mengajukan upaya kasasi terhadap putusan lepas dari PN Jakarta Selatan atas para terdakwa. Ia pun menunggu kasus KM 50 berproses di pengadilan. 

"KM 50 saat ini sudah berproses di pengadilan, memang sudah ada putusan dan kita lihat juga jaksa saat ini sedang mengajukan banding terhadap kasus tersebut," ujar Sigit saat memberikan jawabannya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Rabu (24/8/2022) pekan lalu.

Sigit mengatakan pihaknya masih menunggu putusan atas proses kasasi yang diambil jaksa. Dan apabila ditemukan novum atau fakta baru, kata Sigit, Polri akan melakukan penyidikan lanjutan.

"Namun tentunya kami akan terus mengikuti perkembangan penanganan kasus yang ada, karena saat ini akan masuk ke tahapan kasasi. Jadi kami menunggu itu," ujar Sigit.

Kasus Sambo cs pun bisa dibilang membawa 'berkah' bagi upaya penegakan keadilan terhadap kasus KM 50. Alasannya, sejak kasus pembunuhan Brigadir J mencuat, pihak PN Jakarta Selatan pun ikut bergerak menindaklanjuti upaya kasasi dari jaksa.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus pembunuhan enam Laskar FPI, Zet Todung Alo mengatakan, berkas perkara untuk proses kasasi perkara unlawful killing tersebut, baru dilimpahkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, ke Mahkamah Agung (MA) setelah gembar-gembor kasus Sambo mencuat ke publik.

Padahal, kata Todung, memori kasasi dari JPU atas kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pembunuhan enam anggota Laskar FPI tersebut, resmi diajukan ke PN Jakarta Selatan, sejak Selasa 22 Maret 2022. Akan tetapi, dikatakan Todung, PN Jaksel, baru memproses administrasi kasasi ke MA atas kasus tersebut, pada 29 Juli 2022.

“Kita belum menerima hasil kasasi karena oleh PN Jaksel, baru mengirimkan berkas kasasi perkara itu (unlawful killing) setelah ada kasus Sambo ribut-ribut ini,” ujar Todung kepada Republika, Sabtu (27/8/2022).

Pun, kata Todung, PN Jakarta Selatan baru memberitakan kepada tim JPU, proses kasasi tersebut, baru disorongkan berkasnya ke MA, pada awal-awal Agustus 2022. “Jadi, kita (JPU) pertanyakan juga kenapa itu lama sekali. Dan kenapa setelah ada kasus Sambo ini, PN (Jaksel), baru memberikan (berkas kasasi) ke MA,” ujar Todung.

Todung tak mau berspekulasi tentang apakah mencuatnya kasus Sambo, berkelindan dengan proses hukum berjalan terkait perkara pembunuhan enam Laskar FPI. Tetapi, Todung mencermati desakan publik dan pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang menyampaikan wacana penyidikan baru kasus KM 50 tersebut.

Menurut Todung, paling penting saat ini, dari putusan kasasi itu nantinya, diharapkan dia, dapat mengubah putusan majelis hakim PN Jakarta Selatan yang melepas dua terdakwa Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorella, dari jeratan hukuman. Padahal, dikatakan Todung, dalam putusan tingkat pertama, majelis hakim menyatakan dua terdakwa anggota Resmob Polda Metro Jaya itu, bersalah melakukan pembunuhan enam Laskar FPI. 

“Jadi sesuai dengan kasasi dari yang kami (JPU) lakukan, meminta agar hakim di Mahkamah Agung yang berwenang memeriksa perkara ini, mengubah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan memberikan hukuman pidana terhadap dua terdakwa (Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorella) yang sudah terbukti bersalah, melakukan pembunuhan, tetapi tidak dipidana, dan tidak diberikan hukuman, dan dilepas,” kata Todung menambahkan. 

 

 

Dalam kasus pembunuhan di luar proses hukum, atau unlawful killing terhadap enam anggota Laskar FPI 2020, dua terdakwa, anggota Resmob Polda Metro Jaya, dituntut oleh hakim 6 tahun penjara. JPU menggunakan Pasal 338 KUH Pidana, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana sebagai dasar sangkaan.

Namun dalam putusan PN Jaksel, pada 18 Maret 2022, majelis hakim menyatakan, perbuatan Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorella melakukan pembunuhan tersebut, atas dasar terpaksa dan pembelaan diri. Karena itu, menurut hakim PN Jakarta Selatan, dua anggota Polda Metro Jaya itu, tak dapat dijatuhi hukuman pidana.

"Menyatakan bahwa kepada terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana karena ada alasan pembenar dan pemaaf,” demikan petikan putusan PN Jaksel, yang dibacakan Ketua Majelsi Hakim, Arif Nuryanta.

Atas putusan tersebut, hakim memerintahkan dua terdakwa tersebut, dilepas. “Melepaskan terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum. Dan memulihkan hak-hak terdakwa dan kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya,” ujar hakim.

Komentar pengacara

Adapun, kuasa hukum korban enam Laskar FPI yang menjadi korban penembakan, Aziz Yanuar menanggapi terkait pernyataan Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo yang akan menindaklanjuti terkait kasus kasus KM 50. Menurutnya, memang banyak kejanggalan dan harus dibuka kembali vonis pengadilan terhadap dua anggota polisi yang divonis lepas.

"Semoga pak Kapolri yang terhormat bisa buka lagi vonis putusannya. Di situ jelas terlihat banyak kejanggalan antara keterangan oknum polisi yang dijadikan tersangka dengan fakta yang disampaikan oleh para dokter forensik," katanya saat dihubungi Republika pada Sabtu (27/8/2022). 

Kemudian, ia melanjutkan kejanggalan itu berupa tidak adanya bukti yang menyatakan enam Laskar FPI ditembak dari belakang oleh polisi. Namun, para tersangka dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan saat persidangan dikatakan tembakan dilepaskan ke belakang tubuh dua orang Laskar FPI.

"Patah tulang rusuk yang dikatakan oleh para tersangka disebabkan oleh luka tembak yang tembus. Tapi faktanya rusuk belakang patah tetapi bagian belakang tidak. Apa peluru bisa belok belok begitu?" kata dia. 

Aziz menambahkan ada ketidaksamaan antara fakta yang terjadi dengan keterangan para tersangka polisi tersebut. Ia pun mempertanyakan bersihnya tempat kejadian perkara (TKP) dari berbagai bukti adanya tindak dugaan penyerangan beberapa jam usai peristiwa itu terjadi.

Selain itu, polisi baru menjelaskan kepada masyarakat soal peristiwa tersebut pada siang hari atau sekitar 12 jam dari peristiwa awal.

"Apa maksudnya itu semua? Apa itu bagian dari prosedur seharusnya dilakukan? atau memang ada kejadian yang harus ditutupi, sehingga ada jeda waktu lumayan lama untuk masyarakat tahu yang terjadi pada dinihari kelam itu? Mari tanya nurani dan logika kita apa itu masuk akal?" kata dia.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyebut setiap ketidakadilan yang terjadi perlu diungkap kebenarannya. Pernyataan ini dikatakannya sebagai respons dari ucapan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait kesiapannya untuk membuka kembali penyelidikan kasus pembunuhan enam laskar FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.

"Setiap ketidakadilan perlu diungkap. Pengungkapan ini membutuhkan kerja yang cermat, sistimatis dan terorganisir baik. Jikalau kasus KM 50 memang terdapat fakta-fakta baru yang sebelumnya tertutup tetapi bisa diungkap, maka hal itu dapat diproses," katanya melalui pesan singkat, Ahad (28/8/2022).

 

Infografis FPI Terus Diburu - (republika/mgrol100)

 

 
Berita Terpopuler